Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

KPK : Kami Tetap Bisa Usut Kembali Kasus Setya Novanto

Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa pihaknya bisa menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru untuk mengusut kembali kasus Setnov

Editor: bakti buwono budiasto
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra
Ketua DPR RI Setya Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2017). 

 TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa pihaknya bisa menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru untuk mengusut kembali kasus Ketua DPR Setya Novanto terkait dugaan korupsi proyek e-KTP.

Hal ini disampaikan Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menanggapi putusan Hakim Cepi Iskandar di sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017).

Hakim Cepi memutuskan penetapan tersangka Novanto oleh KPK tidak sah. Dengan demikian, penyidikannya harus dihentikan.

"Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 yang mana didalam aturan itu, bahwa apabila dalam penetapan tersangka itu dibatalkan, penyidik dibenarkan untuk mengeluarkan surat perintah baru," kata Setiadi usai sidang putusan praperadilan, Jumat petang.

Baca: BRAK! Mobil Berisi Bayi Baru Lahir itu Terguling Setelah Tertabrak Kereta di Brebes

Namun, Setiadi menegaskan, bukan berarti KPK sudah memutuskan untuk kembali mengeluarkan Sprindik terhadap Novanto. KPK akan terlebih dulu membahasnya.

"Jadi ini bukan berarti sikap kami (untuk keluarkan sprindik baru). Karena kami akan lakukan konsolidasi dan evaluasi," kata dia.

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.

Ia lalu mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 4 September 2017. Gugatan terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel.

Novanto keberatan atas status tersangka dari KPK.

Baca: MENDUNIA! Tanpa Tangan dan Kaki, Achmad Zulkarnain jadi Fotografer, Masa Lalunya Menyayat Hati

Ketua Umum Partai Golkar ini diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.

Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Pihak Novanto sebelumnya meminta KPK menghentikan sementara penyidikan hingga ada putusan praperadilan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved