Ramadan 1434 H
Gelandangan Melawan saat Hendak Dibawa Petugas Satpol PP
Mereka yang terjaring dalam operasi ini akan didata, dan selanjutnya dikirim ke panti sosial di Surakarta
Laporan Reporter Tribun Jogja, Obed Doni Ardiyanto
TRIBUNJATENG.COM, KLATEN – Sejumlah 28 orang gelandangan dan pengemis yang dirazia Satpol PP Klaten, di sejumlah lokasi yang kerap jadi tempat mangkal mereka, Rabu (24/7/2013), saat menjelang Lebaran.
Dalam kegiatan razia itu, bahkan sempat diwarnai perlawanan dari gelandangan yang menolak untuk dibawa petugas ke Kantor Satpol PP.
Operasi tersebut dimulai di sekitar Alun Alun Kota Klaten. Petugas mendapati enam gelandangan yang sedang istrirahat di lokasi tersebut.
Dua gelandangan berusaha kabur dengan terus meronta dari sergapan petugas, saat akan dinaikan ke mobil petugas. Meski akhirnya pasrah, seorang gelandangan itu sempat mencoba melarikan diri dengan memanjat pagar kantor Satpol PP yang ditutup rapat. Namun usaha itu digagalkan petugas.
“Razia yang kami lakukan ini bertujuan untuk mengantisipasi bertambahnya jumlah gelandangan dan pengemis, yang biasanya terjadi pada Bulan Suci Ramadan hingga menjelang Idul Fitri. Dari 28 yang terjaring, 11 diantaranya mengalami gangguan jiwa. Jumlah total itu terdiri dari sembilan lansia, 17 orang produktif, dan dua usia anak-anak,” jelas Sekretaris Satpol PP Klaten, Rabiman, Rabu.
Razia tersebut dilakukan petugas gabungan. Selain dari Satpol PP, petugas dari TNI, Polres Klaten, dan Dinas Sosial Klaten juga dilibatkan.
“Mereka yang terjaring dalam operasi ini akan didata, dan selanjutnya dikirim ke panti sosial di Surakarta untuk dilakukan pembinaan. Sementara yang diketahui mengidap gangguan jiwa dikirim ke Rumah Sakit Jiwa Wedi,” tambahnya.
Satu yang terjaring dalam razia tersebut ialah Oktani Nur Akbar (14), yang tinggal bersama ibu dan dua adiknya di Desa Ngrundul, Kecamatan Kebonarum.
Meski pernah terazia, namun aktivitas mengemisnya ternyata masih dilakukan. Dia mengaku sempat disekolahkan lagi oleh pamannya di Jakarta, pasca dijaring Satpol PP tahun lalu.
“Namun saya tidak betah dan pulang ke Klaten. Saya sekarang di pasar saja ngamennya. Biasanya dapat Rp 20 ribu, kemudian dikasih ke ibu saya,” ucap Akbar.