Community
Komunitas SPP Ingin Pantomim jadi Kesenian Khas Kota Keripik
pentas perdana ini menandai lahirnya seni mimik di Purwokerto yang telah dirintis
Penulis: fajar eko nugroho | Editor: agung yulianto
SEPASANG anak muda tanpa sengaja bertemu di dekat boks telepon umum. Keduanya terlihat bingung dan berusaha membuka pintu boks telepon yang terkunci. Berbagai kejadian lucu berhasil mengundang gelak tawa penonton meski keduanya hanya menyajikan lewat gerak dan mimik wajah.
Pertunjukan berjudul "Telepon Umum" tersebut memang diceritakan lewat pantomim. Pemainnya adalah sekelompok anak muda yang tergabung dalam komuntias Sedulur Pantomim Purwokerto (SPP). Pentas di Kedai Telapak Pabuaran, Purwokerto Utara, malam itu, merupakan yang pertama di tempat umum.
"Kami berharap, pentas perdana ini menandai lahirnya seni mimik di Purwokerto yang telah dirintis sejak dua tahun silam. Kami akan mengubah gerakan bawah tanah menjadi pentas di ruang publik," ungkap Koordinator SPP Dimas Fuad Ramadhan.
Dimas mengatakan, pentas di ruang publik menjadi agenda rutin dan ajang propaganda. Mereka ingin memperkenalkan dan mengajak warga Kota Keripik menyukai pantomim. Mereka menjadwalkan setiap Sabtu malam tampil di alun-alun Purwokerto. Sementara Senin malam di Kedai Telapak di Jalan Raya Baturraden KM 1 No 188 Purwokerto.
Sebagai komunitas, usia SPP memang baru seumur jagung. Secara resmi, SPP terbentuk 22 September 2013. Namun, komunitas tersebut beranggotakan anak-anak muda berbakat. Mulai mahasiswa, siswa SMA, sampai pegawai swasta. Mereka pun sudah tampil di pentas Purwokerto Pantomim Series (PPS) yang diselenggarakan setiap tahun mulai 2011.
Saat itu, pantomim dipentaskan Bengkel Mime Teather (BMT) asal Yogyakarta yang juga memberi memberi workshop bagi peminat pantomim.
Setahun kemudian, giliran peserta workshop yang melakukan pentas. Bertempat di gedung pertunjukan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, mereka menampilkan cerita yang dikolaborasikan musik tradisional banyumasan.
"Saat mengiringi pantomim, saya jadi lebih bersemangat karena lagu yang dimainkan khas banyumasan. Meski hanya main kendang, mimik wajah saya ikut ekspresif," ungkap Eko Tri Utomo, pemain kendang yang mengiringi pentas SPP.
Selain menambah keunikan pantomim, Eko berharap masyarakat juga semakin mengenal musik tradisional. "Saya punya impian, kedepan, semua pantomim di Indonesia menggunakan musik tradisional sebagai pengiring. Jadi tidak melulu menggunakan musik barat sebagai pengiring," harapnya.
Saat ini, SPP yang beranggotakan 20 orang tengah menyiapkan pentas PPS ke tiga. Acara yang rencananya digelar 29-30 November 2013 itu akan ditampilkan bersama komunitas lain. Seperti Weda Pop Art Portrait (WPAP) Purwokerto, Teater SiAnak Fisip Unsoed Purwokerto, Saga Khatulistiwa Purwokerto dan Bengkel Mime Theatre (BMT) Yogyakarta.
Mereka bercita-cita, pantomim dapat menjadi ciri Purwokerto. Mereka ingin membuat acara road show pantomim di berbagai wilayah dengan membawa nama Purwokerto. (nug)