Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

HARI AIDS SEDUNIA

Bambang Tegar dan Tak Malu Punya Anak Positif HIV

Aku sudah lebih dulu menangis. Tenangkan dirimu. Apapun yang terjadi, engkau tetap anakku

Editor: iswidodo
zoom-inlihat foto Bambang Tegar dan Tak Malu Punya Anak Positif HIV
TRIBUN JATENG/WAHYU SULISTYAWAN
BERPOSE- Para aktivis berpose di arena Car Free Day Jalan Pahlawan Semarang, Minggu 1 Desember 2013 memperingati Hari Aids Sedunia.

Laporan Tim Tribun Jateng

TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA-  Tak mudah bagi orangtua saat tahu anaknya  terinveksi HIV. Demikian juga yang diaami Andreas Bambang, ketika delapan tahun lalu mengetahui putra sulungnya terinveksi virus penyebab AIDS itu. Namun begitu, ia akhirnya bisa menerima dan tak lagi malu punya putra berpredikat Orang Hidup Dengan HIV/AIDS (OHIDHA).

Ditemui Tribun di rumahnya di Salatiga pekan lalu, Andreas mengisahkan, kali pertama mendengar fakta soal putranya yang terinfeksi HIV. Saat itu, Andreas merasa sangat terpukul dan merasa nyawanya melayang.

“Saat itu saya tidak tahu soal HIV atau AIDS. Yang saya tahu, itu penyakit yang tidak ada obatnya,” kata Andreas.
Sebelum divonis positif HIV, Andi menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Salatiga. Sang putra didiagnosis menderita tubercolosis (TBC). Ketika itu, Andi sempat dua kali dalam kondisi kritis. "Saat itu, berat badannya menyusut cepat," ujar ayah tujuh anak ini.

Saat itu, Andreas mulai curiga karena mengkaitkan kondisi anaknya dengan kebiasannya yang mengkonsumsi narkoba. Laki-laki itu pun kemudian meminta dokter melakukan pemeriksaan HIV terhadap Andi.
Sayangnya, saat itu di Salatiga belum ada layanan tersebut. Dokter kemudian menyarankan agar Andreas membawa sampel darah sang anak ke RS Kariadi, Semarang. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata putranya benar-benar positif terinfeksi HIV.

"Saat pulang ke Salatiga sambil membawa hasil tes, tubuh saya melayang. Anakku positif HIV. Dari sekian ratus juta penduduk Indonesia, kenapa mesti anak saya," kata Andreas, menceritakan perasaannya delapan tahun lalu.
Di tengah kebingunagnnya, pria berkacamata ini memilih tidak memberitahukan hasil tes pada sang anak. Dia memilih mencari semua informasi yang berhubungan dengan HIV/AIDS.

Akhirnya, lelaki paro baya ini bisa mengakses Anti Retroviral (ARV), obat untuk menekan virus HIV dan kemudian diberikan kepada anak kesayangannya. Kali pertama memberikan ARV, Andreas berpesan kepada buah hatinya agar rutin mengonsumsinya jika Andi ingin hidup lebih lama.

Tidak berhenti sampai mengakses ARV, Andreas kemudian pergi ke Jakarta. Dia mendatangi Yayasan Spiritia, yang konsen terhadap HIV/AIDS, untuk mencari informasi. Di Spiritia, mantan karyawan di sebuah maskapai penerbangan ini mendapatkan informasi yang diinginkannya.

Hingga suatu hari, beberapa bulan setelah Andi divonis HIV, kisahnya, ada anggota Spiritia yang datang ke rumahnya untuk mengantarkan buku-buku tentang HIV. Kebetulan, saat itu ia tengah berada di Jakarta dan buku tersebut diterima oleh anaknya.

Ketika Andreas pulang dari Jakarta, Andi bertanya soal buku-buku tersebut. Saat itulah, Andreas baru menceritakan status anaknya. Begitu mendengar penjelasannya, kenang Andreas, sang anak langsung memeluknya dan menangis. "Aku sudah lebih dulu menangis. Tenangkan dirimu. Apapun yang terjadi, engkau tetap anakku," demikian ucap Andreas untuk menenangkan buah hatinya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved