Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

PEMILIHAN REKTOR

Mohamad Nasir, Santri Jadi Profesor Kini Calon Rektor Undip

Mohamad Nasir, Santri Jadi Profesor Kini Calon Rektor Undip. Dia tak pernah mengencam pendidikan SMP tapi di Ponpes.

Penulis: abdul arif | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG/ABDUL ARIEF
PROF MOHAMAD NASIR calon Rektor Undip 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain adalah prinsip yang dipegang teguh oleh Prof Mohamad Nasir. Untuk itulah dalam menjalankan tugas apapun selalu dilaksanakan dengan sepenuh hati demi menjalankan prinsip itu.

Prof Mohamad Nasir (54) lahir di Ngawi, 27 Juni 1960. Dia dibesarkan di keluarga santri di sebuah kampung di Ngawi. Karena ayahnya juga santri, Nasir muda pun turut mengikuti jejak ayahnya belajar agama di pesantren.

Nasir tak pernah mengenyam pendidikan di SMP. Dia hanya nyantri di pesantren Mambaul Ilmi Asy-syar'y Sarang Rembang pada 1975-1978. "Usai lulus SD saya langsung belajar di pesantren. Sekitar empat sampai lima tahunan. Kemudian saya mengikuti ujian persamaan di ponpes dan alhamdulillah bisa masuk SMA," katanya kepada Tribun Jateng, Rabu (10/9).

Meski latar belakang Nasir adalah santri, saat melanjutkan pendidikan tinggi dia justru memilih jurusan umum ketimbang kajian agama. Dia memilih jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi Undip pada 1988. "Saya ingin membelok ke kanan atau kiri, 90 derajat atau 180 derajat dari bidang ilmu yang berbeda. Tetapi tetap menjadi santri selamanya," katanya.

Hal itu dibuktikannya saat masih menjadi mahasiswa S1. Saat itu dia mengikuti lomba tentang kajian keagamaan, yaitu tentang fikih mawaris. Saingannya saat itu adalah mahasiswa dari IAIN Walisongo, Unissula dan perguruan tinggi agama Islam negeri. Tetapi yang juara justru Nasir. "Saya juara satu saat itu. Banyak yang kaget, mahasiswa Undip kok juara keagamaan," ujarnya.

Kini Nasir yang pernah nyantri itu telah menyandang gelar profesor di bidang Behavioral Accounting dan Management Accounting. "Saya tak pernah terbayang bisa jadi profesor. Saya selau menjalani hidup ini apa adanya,” kata dia.

Meskipun sudah menjadi guru besar di Undip, Nasir tetap ingin menjadi santri. Nasir bahkan membuka Taman Pendidikan Alquran (TPQ) yang berada di rumahnya sejak tiga tahun lalu. Ada sejumlah 40 anak yang belajar di situ. "Saya ingin bermanfaat untuk orang lain. Masyarakat juga menerima," katanya.

Banyak kalangan yang menyebutnya sebagai profesor yang santri atau santri yang profesor. "Ya saya memang satu-satunya profesor di Undip yang memiliki latar belakang santri. Kalau di IAIN itu memang gudangnya, tetapi di Undip itu langka," ujarnya.

Soal karir, Prof Nasir ingin berkarya sepenuh hati. Dia menginginkan, keberadaannya bisa diterima oleh banyak kalangan. Dan terbukti, meski 'baru 24 tahun' mengabdi di Undip saat penyaringan calok rektor dia memeroleh dukungan sebanyak 87 suara anggota senat. "Alhamdulillah lebih dari 70 persen dari total 133 anggota senat," katanya.

Jika dia mendapat kesempatan memimpin Undip, Prof Nasir berkeinginan agar Undip ke depan menjadi leader dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. Dia juga ingin menggalakkan wawasan kebangsaan di kampusnya. "Dosen juga harus doktor. Mahasiswa bisa melakukan riset dengan baik," katanya. (tribuncetak/abdul arif)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved