LIPUTAN KHUSUS
Pengelola Biro Jodoh Menolak Member Cari Istri Kedua
Pengelola Biro Jodoh Menolak Member Cari Istri Kedua. "Pokoke ora oleh nggolek bojo loro".
TRIBUNJATENG.COM, SOLO- Pengelola biro jodoh tidak melepaskan begitu saja setelah member mereka mendapat pasangan. Bahkan setelah menikah sekalipun, pemilik biro jodoh masih menjalin komunikasi dengan si member. Demikian dikatakan pengelola biro jodoh Citra Member Club (CMC) asal Solo, Citra, Minggu (14/9).
Menurut Citra, tidak jarang ia berkunjung ke rumah member yang telah berhasil "dijodohkannya" tersebut. Wanita yang telah menekuni biro jasa perjodohan selama 15 tahun tersebut mengatakan, dirinya merasa senang melihat bekas membernya mengarungi rumah tangga dengan bahagia.
Selain untuk silaturahmi, Citra sekaligus ingin mengecek keadaan rumah tangga mantan member CMC. Ia tidak ingin jika setelah mereka menikah, ternyata ada masalah. Kepada Tribun Jateng, Citra mengatakan, belum menemukan ada member yang berhasil dijodohkannya bercerai.
Diceritakan Citra, ia mengatur jadwal untuk bisa mempertemukan membernya. Lantaran, membernya yang kebanyakan memiliki tingkat kesibukan tinggi. Sehingga Citra harus mencocokkan jadwal mereka. Namun hal itu juga harus didukung oleh member. Jika mereka sama-sama tidak mau meluangkan waktu, usaha Citra akan sia-sia. "Misalnya yang perempuan bisa tapi laki-lakinya tidak bisa dan tidak mau mengalah. Harus ada yang mau mengalah," terangnya.
Untuk mengantisipasi masalah di kemudian hari, Citra menerapkan peraturan ketat dan sikap tegas dalam menjalankan peraturan tersebut. Ditegaskan, setiap orang yang ingin menjadi anggota harus menyerahkan data diri terbaru dengan lengkap dan bersedia difoto.
Calon member yang mengaku duda atau janda, yang bersangkutan harus bisa menunjukkan surat cerai. Jika mereka tidak mau menunjukkan surat cerai tersebut, Citra akan langsung menolaknya.
Ketegasan dalam menjalankan peraturan juga dilakukan pengelola biro jodoh Mutiara Kasih asal Semarang, Satriyo. Menurutnya, ketegasan menjalankan peraturan itulah yang membuat bisnisnya masih berjalan hingga saat ini. Satriyo mengelola biro jodoh sejak tahun 1988.
Satriyo mencontohkan, ia akan langsung menolak keras jika ada calon member yang ingin mencari istri kedua. Hal itu baru diluluskan Satriyo jika si lelaki mengantongi persetujuan istri pertama. "Saya harus benar-benar teliti terkait data diri member. Jangan sampai niat saya membantu orang untuk menemukan pasangan, malah menyakiti orang lain," tuturnya.
Sosiolog Universitas Diponegoro (Undip) Dyah Lituhayu menilai fenomena makin larisnya biro jodoh tidak bisa dipisahkan dari keadaan sosial sebuah masyarakat. Menurutnya, tingkat kesibukan orang yang semakin tinggi membuat dirinya tidak bisa bersosialisasi secara penuh.
Akhirnya, untuk memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini pasangan, ia memilih menggunakan jasa perantara. "Orang yang sibuk bekerja, tentu tidak punya cukup waktu untuk sekadar jalan-jalan atau hang out bersama teman-temannya. Seusai bekerja, ia akan memilih untuk beristirahat memulihkan stamina agar keesokan harinya bisa kembali bekerja. Orang seperti inilah yang biasanya akan menggunakan jasa biro jodoh," katanya.
Dyah menyatakan fenomena tersebut bisa saja semakin marak di masa depan. Lantaran, kehidupan di zaman seperti sekarang ini menuntut semua orang untuk bekerja. "Oleh karena itu, mereka akan semakin sibuk atau asyik dengan pekerjaannya yang akhirnya berdampak pada semakin minimnya tingkat sosialisasi," jelasnya. (tribuncetak)