Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Resensi Buku

Menguak Sejarah yang Dahulu Dianggap Tabu oleh Salim Said

Menguak Sejarah yang Dahulu Dianggap Tabu oleh Salim Said

Editor: iswidodo
zoom-inlihat foto Menguak Sejarah yang Dahulu Dianggap Tabu oleh Salim Said
ist
Salim Said mantan Dubes Indonesia untuk Republik Ceko

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Sejumlah sejarah Indonesia masih diselimuti kabut misteri. Banyak peristiwa penting, khususnya yang terjadi pada rezim Orde Baru, pernah dianggap tabu untuk dibeberkan. Sebut saja dua peristiwa yang paling sering menjadi sorotan dan buah bibir, yakni peristiwa Gerakan 30 September atau Gestapu dan jatuhnya rezim Soeharto.

Meski tidak bertendensi sebagai buku sejarah, Salim Said --penulis buku ini sekaligus wartawan senior dan pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Ceko-- mencoba merangkai kesaksian terkait kedua peristiwa sejarah tersebut. Ia pun coba menulis seakurat mungkin berbagai peristiwa penting lain yang pernah dialami puluhan tahun silam.

Buku ini membeberkan adanya empat kelompok di balik terjadinya Gestapu. Keempat kelompok tersebut adalah Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), Angkatan Darat (AD), dan dinas rahasia Uni Soviet dan Tiongkok (halaman 66-69).

Lalu, siapa sebenarnya yang berada di balik Gestapu? Timbul berbagai versi jawaban atas pertanyaan itu. Menurut Orde Baru, dalang Gestapu adalah PKI.

Namun, PKI dan para ahli Indonesia di Cornel University membeberkan, Gestapu terjadi akibat pertentangan internal AD (halaman 77). Selain itu, masih ada versi menurut Presiden Soekarno, Wertheim, dan Peter Dale Scott.

Satu yang menarik, Soeharto, Nasution, dan orang-orang di sekitar sebenarnya sudah mencium keterlibatan Soekarno dalam Gestapu (halaman 81). Dalam buku ini, diuraikan sikap dan tindakan yang diambil oleh Soeharto dan Nasution.

Buku ini memaparkan pula pengalaman penulis bertemu dan mewawancarai tokoh-tokoh terkemuka dalam sejarah Indonesia, khususnya dari kalangan militer. Sebut saja Ali Sadikin, Sudomo, Try Sutrisno, Sarwo Edhie Wibowo, Benny Moerdani, dan Feisal Tanjung.

Salim Siad menulis kesaksian mengenai peran masing-masing tokoh tersebut dalam sejarah nasional Indonesia serta berbagai keputusan yang pernah diambil. Ali Sadikin, misalnya, sebagai mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta pernah membuat keputusan yang sangat diapresiasi oleh para seniman.

Ia menyerahkan pengelolaan Pusat Keseniaan Jakarta dan Dewan Kesenian Jakarta kepada seniman. Dus, ia memberi larangan Dinas Kebudayaan DKI ikut campur (halaman 140).
Keputusan yang bijakitu membuat kesenian di ibukota pada masa itu berkembang sangat pesat. Walhasil, muncul seniman-seniman kakap semacam Arifin C Noer, Goenawan Mohamad, Teguh Karya, serta Taufiq Ismail.

Buku ini bermanfaat bagi pembaca yang peduli terhadap perkembangan politik dalam negeri. Seperti yang diungkapkan oleh penulis di bagian penutup, satu hal penting untuk menjadi bahan pemikiran adalah masalah pemimpin dan tipe kempemimpinan yang akan tampil selanjutnya (halaman 575).

Diresensi oleh Peng Kheng Sun
Penulis lepas, tinggal di Pati

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved