Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Outlook 2016

Adanya Jalan Tol Menuju Solo, Apa Dampak bagi UMKM Di Kota yang Terlewati?

Adanya Jalan Tol Menuju Solo, Apa Dampak bagi UMKM Di Kota yang Terlewati

Penulis: galih permadi | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG/M SOFRI KURNIAWAN
Adanya Jalan Tol Menuju Solo, Apa Dampak bagi UMKM Di Kota yang Terlewati 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Bernadette Natalia Sari Pujiastuti alias Naneth Ekopriyono memberikan tanggapan dan analisisnya terkait pertumbuhan UKM di Jateng serta dampak dan tantangannya setelah nanti jalan Tol menuju Solo sudah beroperasi. Wawancara khusus dengan wartawa tribun jateng Galih Permadi ini dimuat dalam koran cetak Tribun Jateng, Outlook 2016, edisi 29 Desember 2015.

Menurut Naneth, instansi perbankan punya target pembiayaan kepada UKM. Cuma saya mengimbau polanya tidak hanya mengejar target dari pihak perbankan sehingga melalaikan cek dan ricek kepada kemampuan bayar UKM itu. Perbankan ditarget mengucurkan pembiayaan UKM sehingga dengan mata merem, kredit mudah diberikan.

Pembiayaan bukan obat, memberikan bantuan permodalan bukan sekadar uang. Yang dibutuhkan itu kemampuan mengembangkan usaha atau keterampilan. Uang hanya sebagai fasilitas yang dibutuhkan.

Kalau pembiayaan berlebihan itu ibarat obat yang diberikan overdosis malah seperti racun. UKM hanya butuh Rp 20 juta, tapi perbankan memberikan limit Rp 50 juta. Akhirnya itu menjadi beban dia untuk membayar lebh tinggi. Hasilnya UKM tidak konsen untuk mengembangkan usahanya, malah konsen bagaimana membayar cicilan.

UKM butuh pembiayaan, mereka yang tidak berani dengan limit yang ditawarkan perbankan akhirnya mereka lari ke rentenir. Sementara rentenir merupakan pusaran menghancurkan UKM karena pergi ke perbankan resmi harus ada agunan dan minimal pinjaman. Ini memang menjadi PR bagi perbankan, pemerintah, pelaku ukm, dan kami yang bekerja di bidang pengembangan UKM.

Perkembangan industri kreatif di Semarang seperti apa? Bila dibandingkan dengan kota besar lainnya? Apakah iklimnya mendukung kemudahan mencari bahan baku hingga jaringan pemasaran?

Cukup menarik berbicara soal Semarang. Karena berbicara Semarang itu nanggung, tidak memiliki kekuatan potensi UKM cukup kuat. Secara geografis Semarang cukup strategis karena pintu semua armada yang masuk darat, laut, atau udara. Semarang punya tiga source ini, yang kemudian menjadikan Semarang menjadi kota industri.

Tipikal msyarakat berada di kota industri otomatis mereka lebih memilih pegawai karena bergabung di suat institusi industri ketimbang berusaha sendiri menjadi wirausaha. Itu menyebabkan kultur masyarakat mereka lebih cenderung tipikal pola masyarakat pegawai/karyawan. Hal ini menyebabkan iklim UKM pertumbuhan di Kota Semarang menjadi minim dan itu tantangan Kota Semarang. Potensi UKM masih meragukan itu. Namun ini tidak lantas membuat orang Semarang, seperti saya, lalu menyerah. Kami tetap berjuang di dalam ranah UKM agar bisa seperti Jogja atau Solo.

Posisi Semarang juga nanggung ketimbang Jogja atau Solo. Apalagi saat ini ada jalan tol dari pantura menuju Solo. Dampaknya mulai terasa. Dua tahun lalu masih ada pelanggan yang mampir ke workshop, tapi sekarang ini mulai minim. Apalagi jika dari luar negeri, mereka lebih langsung mengakses ke Jogja. Ini menjadi tantangan besar bagi UKM di Semarang. Harus mempunyai kekuatan produk agar ada alasan masyarakat luar kota datang ke Semarang. Namun meski demikian, saat ini saya melihat semangat entrepreneur saat ini membuat UKM baru di Kota Semarang mulai bermunculan.

Kalau kemudahan bahan baku tergantung yang dibutuhkan. Bahan baku susah, tidak semua bisa didapat di Semarang. Saya menjual produk 'Sambal Botol Bebek Rempah'. Botol tidak bisa di Semarang, tetap murah di Jakarta. Kalau terkait bahan baku, paling murah lepas dari teritori Semarang. Dimanapun kita kejar. Problemnya produksi harus di Semarang. Kembali lagi, SDM itu menyebabkan harga jual produk di Semarang lebih mahal ketimbang produk yang dijual di kota lain. Mengolah produk di Semarang butuh SDM yang mahal, kalau bahan baku bisa tekan harga murah, namun SDM tidak mungkin dan itu menjadi tantangan gede.

Demikian juga terkait pemasaran. Mindset UKM harus luas. Tidak bisa kita berorientasi hanya market Semarang. Sekarang lebih banyak pemasaran online karena target pasar yang unlimited tidak hanya Semarang.

Pendampingan apa yang diperlukan agar keberadaan industri kreatif di Semarang bisa muncul ke permukaan dan booming?
Kami punya tim pendamping Tangan Terampil. Agar industri kreatif bisa muncul harus punya perubahan mindset kompetitif. Jika memiliki mindset kompetitif semangat entrepreneur maka akan muncul kreativitas. Saat ini mayoritas UKM belum consumer demand, masih apa yang saya inginkan. Tapi sejauh mana kompetisi ketat saat ini. Bikin produk jangan setengah-setengah. Harus ada komitmen, profesional, dan kreatifitas. Meski skala kecil tapi tetap profesional.

Barangkali perlu satu event yang mengajak pelaku industri kreatif semarang?
Saat ini banyak UKM yang bergerak dan sadar untuk mengikuti event seperti UKM bidang kuliner membentuk grup bergerak mengikuti event. Tujuannya untuk mengenalkan produknya. Namun itu sah-sah saja, tergantung tipikal dari UKM. Ada tipikal “bebek” yang suka ramai-ramai. Kemana-mana ikut. Fine, tidak masalah. Namun ada juga yang tipikal “rajawali”, terbang manclok di atas gunung dan mencari mangsa sendiri. Sekarang ini pertumbuhan UKM untuk mengikuti skala pameran dinas (instansi pemerintah) cukup tinggi. Dan itu bisa untuk pemasaran produk.

Di Semarang, kuliner berkembang pesat. Misal di Taman KB yang menyajikan banyak pilihan menu, Agar tidak jadi tren sesaat apa yang harus dilakukan. Apalagi itu menggunakan ruang publik, bagaimana peran serta Pemkot dalam penataan yang diperlukan?
Bisnis bergerak sebagaimana manusia hidup. Dulu ada bisnis wartel, namun sekarang tidak mungkin tetap mempertahankan bisnis wartel. Sah-sah saja kalau hanya tren sesaat. Saat masyarakat ingin sesuatu yang sedang tren, akhirnya unsur kreativitas UKM muncul untuk menangkap peluang pasar. Hari ini kue ini, besok kue lain. Tidak masalah. Bisnis tidak bisa konstan. Yang penting sudah dapat profit. Bisnis bertumbuh itu yang dinamakan peluang. Makanya, ini yang menjadi alasan saya senang entrepreuneur. Kepuasan untuk bisa menaklukkan pasar. Kalau berganti lagi, ya harus mengikuti itu. Saya bisnis di makanan yang tergantung rasa. Bebek goreng saya pikir masih long lasting. Tapi kalau handycraft, ketika tren berganti, ya saya nggak mungkin ngotot dengan harus mengikuti yang lama.

Penataan PKL bagai dua sisi mata uang. Misal, PKL ditata benar tapi ditata lokasinya mencit di pojokan. Jadi sepi jauh dari keramaian. Saya setuju dengan penataan. Cuma di sisi lain, saya senang banyak PKL berkumpul, banyak jajanan, senang. Memang ada baiknya peran serta pemerintah untuk menata UKM, menata produk, dan pengunjung aman.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved