Operasi Tak Tuntas, Perut Lia Terbuka Hanya Ditutup Plastik. Ia Menangis Tiap Lukanya Tergesek
Setiap harinya lubang di perutnya ini ditutupi plastik dan direkatkan menggunakan plester
TRIBUNJATENG.COM - Putu Lia menangis sembari telunjuknya menunjuk-nunjuk bagian kiri perutnya di halaman rumahnya Banjar Bingin Banjah, Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Buleleng,Bali, Senin (9/5/2016).
Neneknya, Nyoman Tinggi (60), dan kakeknya, Nengah Pasek, yang ketika itu duduk-duduk di bale bengong meminta gadis tuna wicara itu bersabar menahan perih.
Lia hampir setiap hari merasakan sakit karena usus di bagian perutnya terbelit.
Kondisi ini telah dialami sejak dari lahir.
Terbelitnya usus itu membuat Lia kesulitan buang angin dan buang air besar.
Bahkan menurut Tinggi, Lia tidak bisa buang air besar selama berbulan-bulan ketika baru dilahirkan.
Saat diperiksakan ke dokter, diketahui jika ususnya terbelit sehingga menyumbat saluran pencernaan.
Lia kemudian dibantu menggunakan sebuah alat pompa untuk membantu buang angin dan buang air besar.
Sehari perut Lia harus disedot minimal tiga kali untuk mengeluarkan kotoran dan gas dari dalam tubuhnya.
“Sampai terus-terus makan biasa, tapi nggak bisa ngengek sampai bulanan, kita bawa ke rumah sakit masih belum bisa ngengek, sampai perutnya besar,” katanya.
Saat Lia berusia tujuh tahun, ia menjalani operasi kecil di bagian perut untuk membenahi bagian ususnya yang terbelit.
Namun operasi itu tidak sampai tuntas.
Lia disarankan untuk melanjutkan operasi besar di RSUP Sanglah karena ketiadaan peralatan medis di rumah sakit milik Pemkab Buleleng tersebut.
Namun saat akan menjalani operasi di RSUP Sanglah, Tinggi ketika itu tidak sanggup membeli alat senilai Rp 8 juta.
Ia juga berpikir ulang tentang keselamatan cucunya itu ketika akan dioperasi.
Menurutnya, banyak pengalaman dengan sakit yang sama dan hasilnya orang yang setelah dioperasi akan meninggal dunia.
“Sudah operasi di Buleleng, ke Badung akan operasi besar. Tapi ketika itu saya diminta beli alat, dan saya tidak sanggup karena ketika itu harganya Rp 8 juta. Dulu sudah besar uang segitu. Lalu saya berpikir ulang juga untuk Lia dioperasi karena takut cucu saya ini mati, jarang saya ketemu orang sakit begini habis operasi bisa hidup. Seperti masih saudara sama saya orang Tigawasi mati habis operasi, sakitnya hampir sama dengan cucu saya,” tuturnya.
Operasi yang tidak tuntas menyebabkan perut Lia terbuka dan ususnya dapat terlihat dari luar.
Setiap harinya lubang di perutnya ini ditutupi plastik dan direkatkan menggunakan plester.
Tinggi bersama suaminya yang kesehariannya sebagai buruh serabutan ini tidak sanggup membeli alat penutupnya.
Ditutupinya perut yang berlubang ini untuk menghindari debu masuk ke ususnya yang bisa menyebabakan infeksi.
Setiap hari Tinggi harus mengganti plastik yang menutup perut Lia dengan plastik yang lebih baru.
“Ini belum selesai operasi dagingnya masih lubang, biar bisa kentut dan kotoran keluar. Saya nggak bisa beli alat penutup perutnya, ini saya kasih saja plastik sama plester. Biasanya pakai air infus untuk membersihkan, ditutupi kain, lem tapi kita nggak bisa belinya,” katanya.
Kini dengan kondisi perutnya yang berlubang itu, Lia merasa kesakitan ketika berjalan karena lubang itu tergesek-gesek.
Ia juga harus menggunakan sebuah alat pompa untuk mengencerkan kotorannya agar mudah dikeluarkan.
“Ada alatnya untuk pompa perutnya biar kotoran bisa encer dan tidak keras sehingga mudah keluarnya. Sehari bisa tiga kali kita pakai pompa itu,” pungkasnya. (*)