Fakta Mengejutkan, Lebih Dari 300 ABK Dibunuh dan Jenazahnya Dibuang Kelaut, Uang Asuransi Ditilep
Yang mencengangkan juga, sekitar 700 nelayan yang meninggal dunia yang diduga akibat disiksa dan dianiaya selama bekerja
Penulis: fajar eko nugroho | Editor: muslimah
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Fajar Eko Nugroho
TRIBUNJATENG.COM, TEGAL - Kasus dugaan penganiayaan dan penyiksaan hingga mengakibatkan seorang Anak Buah Kapal (ABK) almarhum Supriyanto, mendapat perhatian serius dari Federasi Nelayan Indonesia (FNI).
Bahkan, Ketua FNI John Albert menegaskan jika kasus penganiayaan dan penyiksaan kepada Supriyanto sampai meninggal dunia ini adalah satu dari ratusan kasus yang sama dialami nelayan Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hal ini kapal berbendera Taiwan dan China.
"Kasus penganiayaan dan penyiksaan yang dialami Supriyanto ini juga terjadi kepada lebih dari 300 ABK indonesia lainya. Mereka disiksa dan dianiaya terus jasadnya dibuang kelaut, sampai sekarang ini tidak diketahui rimbanya. Pihak keluarga hanya diberikan keterangan meninggal karena sakit dan diberikan asuransi dari perusahaan penyalur. Untuk asuransi dari pemilik kapal tidak ada," kata John Albert, Rabu (25/5/2016).
Biasanya, khusus untuk kapal berbendera Taiwan jika ABK nya meninggal dunia akan mendapatkan asuransi sebesar Rp 200 juta. Namun, pada kenyataanya banyak kejadianya uang itu digelapkan oleh oknum di perusahaan kapalnya sendiri.
"Saya sudah banyak laporan dan bukti, jika ABK meninggal pasti dapat asuransi Rp 200 juta dari pemilik kapal. Tapi pada kenyataanya ada oknum yang bermain dan nilep uang itu, sehingga tidak sampai ke keluarganya," jelasnya.
Ia menyebut, kapal Fu Tsz Chiun yang ditumpangi Supriyanto dan menjadi saksi hidup sebelum kematianya hingga saat ini masih bebas berlayar mencari ikan di laut lepas.
"Kapal, nahkoda dan para abk yang terlibat dalam penyiksaan kepada Supriyanto mereka masih bebas. Dan juga masih berlayar menangkap ikan dilaut," bebernya.
Menurutnya, perhatian pemerintah kepada para nelayan yang bekerja di luar negeri sangat kurang dan dapat dikatakan tidak peduli sama sekali.
Ia mencontohkan, pada kasus Supriyanto ini pihaknya sudah melaporkannya empat bulan lalu ke Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI, dan Menteri Ketenagakerjaan. Namun, tidak ada respon dan tanggapanya yang benar-benar nyata untuk bergerak membantunya.
"Karena tidak ada respon dan tanggapan dari pemerintah, kita minta bantuan dari luar negeri dan empat orang dari Taiwan yakni Professor dan NGO langsung sudah datang ke rumah Supriyanto. Disana mereka memintai keterangan dan dokumen termasuk identitas dan yang lainya," paparnya.
John kembali menegaskan dalam hal perlindungan kepada TKI yang bekerja di luar negeri dalam hal ini ABK. Peran pemerintah dinilai sangat buruk dan memprihatinkan.
"Ada kasus seperti ini saja pemerintah tidak peduli, karena mereka menganggap nelayan ini dianggap hina. Nangkap ikan ditempat sendiri aja dihukum apalagi nangkap ikan diluar negeri disiksa dan dibunuh. Mau jadi apa kalau begini," keluhnya.
John juga membeberkan, selain lebih dari 300 nelayan Indonesia yang meninggal dan jenazahnya tidak dipulangkan. Hal yang mencengangkan juga karena sekitar 700 nelayan yang meninggal dunia yang diduga akibat disiksa dan dianiaya selama bekerja.
"Bagaimana peran pemerintah melindungi ABK yang bekerja diluar negeri, apakah nyawa manusia itu tidak berharga dan penting. Janganlah pemerintah menutup mata. Ini persoalan keadilan, Kebenaran dan perjuangan warga negara kita yang butuh perlindungan," paparnya. (*)