Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Smart Women

Pemilik Batik Windasari Buktikan Pengusaha Sukses Tak Harus Bergelar Sarjana

Pemilik Batik Windasari Buktikan Pengusaha Sukses Tak Harus Bergelar Sarjana

Penulis: dini | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG/HERMAWAN HANDAKA
Wiwin Muji Lestari pemilik Batik Windasari 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Hujan deras, Rabu (28/9) pagi, tidak menenggelamkan suara Wiwin Muji Lestari bercerita tentang perjalanan hidupnya. Perempuan berumur 39 tahun ini mengungkapkan perjalanan hidup hingga sukses menjadi pengusaha batik.

"Saya suka batik sejak kecil," ujar Wiwin dengan logat Jawa yang kental.
Pemilik gerai Batik Windasari ini mengisahkan, perjalanan menjadi pengusaha batik yang dilakoni tidaklah mudah. Bahkan, wanita yang hanya lulusan SMP ini harus merasakan pahitnya menjadi buruh batik di Solo dan Sragen. Berkat ketekunan, kerja keras dan pantang menyerah, Wiwin membuktikan, kesuksesan tak ditentukan tingginya pendidikan dan gelar yang banyak.

Sejak kecil, Wiwin memang akrab dengan batik. Di lingkungan tempat tinggalnya di Kuyang, Desa Kliwonan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, banyak pembatik. Mereka adalah pekerja atau pembatik untuk pengusaha di Solo.

"Sejak duduk di bangku SD, saya sudah menjadi buruh batik karena himpitan ekonomi serta keinginan membantu orangtua. Gaji pertama saya sebagai kuli batik hanya Rp 20. Yang Rp 15 saya berikan ibu dan Rp 5 saya gunakan untuk membeli mi ayam. Itu sekitar tahun 1980-an," kenang Wiwin.

Namun, kerja kerasnya tak selalu berbuah manis. Sering, dia menerima umpatan dan kemarahan dari pemilik usaha batik lantaran hasil kerjanya tidak memuaskan atau terdapat kesalahan. Tentu, perlakuan itu membuat Wiwin sedih dan tak jarang pula membuat menangis. Dia pun ingin mengakhiri pekerjaan itu. Meski begitu, dia harus memupus pikiran tersebut karena sadar, tak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan selain membatik. Wiwin pun menekuni pekerjaan sebagai buruh batik hingga lulus SMP.

Tinggal di desa yang tak begitu memrioritaskan pendidikan membuat Wiwin menikah muda. Pria yang menyuntingnya adalah Aswanda. Meski telah menyandang status sebagai ibu rumah tangga, wanita kelahiran Sragen, 17 Juli 1977, ini tak mau berdiam diri. Berbekal pengalaman menjadi buruh batik dan uang Rp 1,5 juta, Wiwin mencoba peruntungan berjualan batik.

Awalnya, dia membeli satu gulung kain putih polos. Kain itu dia buat menjadi 20 potong kain batik berbagai motif dan ditawarkan dari satu toko batik ke toko batik yang lain di Pasar Klewer, Solo. "Tak terhitung berapa kali saya ditolak tapi saya terus mencoba," ungkapya.

Hingga akhirnya, karya-karya batik tulis Wiwin diterima pasar dan banyak dicari. Mulai ramai permintaan, Wiwin membuat label untuk batik yang dihasilkan. "Windasari itu akronim nama saya dan suami, Wiwin dan Aswanda," cerita Wiwin.

===================================
Nama: Wiwin Muji Lestari
Lahir: Sragen, 17 Juli 1977
Usaha: Pemilik Batik Tulis Halus Tradisional Windasari
Outlet:
1. Kuyang RT 03 RW 01 Desa Kliwonan, Kecamatan Masaran, Sragen
2. Perum Kampoeng Semawis Blok M-1, Kota Semarang.
===================================

Untuk memenuhi permintaan konsumen, Wiwin tak hanya membuat batik tulis tetapi juga memproduksi batik cap, batik pewarna alami, dan batik printing atau kain motif batik. Dia pun merekrut pekerja yang kini, jumlahnya, mencapai puluhan orang.

Meski begitu, usahanya membesarkan Windasari tak selalu mulus. Pada 2004, dia harus menelan pil pahit. Ribuan potong batik yang dihasilkan dibawa lari oknum sales yang dipercaya. Kerugian yang diderita Wiwin mencapai miliaran rupiah.

"Saya benar-benar habis-habisan. Semua aset saya jual, termasuk rumah dan mobil, untuk membayar hutang di bank. Bahkan, saya harus membanting harga batik yang tersisa untuk mendapatkan fresh money," imbuhnya.

Wiwin pun tak bisa lagi memroduksi batik secara mandiri. Namun, untuk memulihkan permodalan, dia memilhi menjadi marketing. Dia mengambil batik jadi dari pengusaha di Solo dan menjual ke Jakarta.

Tiga tahun cara ini dilakukan hingga dia bisa membuka lagi pabrik batik Windasari yang sempat mati.
Permintaan batik pun terus mengalir. Puncaknya, saat UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya asli Indonesia, 2 Oktober 2009. Sejak saat itu, toko batik yang dibuka di Desa Kliwonan, Sragen, kebanjiran order. Berapapun batik yang diproduksi, ludes diborong pembeli. Permintaan juga datang sampai luar negeri. "Ada yang membawa sampai Malaysia dan Suriname," kata dia bangga.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved