Kehidupan Unik Suku Dani, Pakai Koteka Hingga Potong Jari Ketika Orang Terkasih Meninggal
Saat ini, Suku Dani merupakan salah satu suku yang paling terisolasi di dunia. Dalam berpakaian, cara mereka cukup terbuka.
TRIBUNJATENG.COM- Kehidupan Suku Dani di Papua yang sederhana sangat menarik perhatian masyarakat luar untuk datang ke sana.
Kaum wanita anggota suku tersebut akan memotong bagian atas jari mereka bila kehilangan orang terkasih.
Kamis (17/11/2016), media yang berbasis di Britania, Daily Mail, membuat sebuah laporan tentang suku Dani. Kebiasaan memakai Koteka, serta tradisi memutilasi jari menjadi sorotan media tersebut.
Suku Dani dikenal sebagai suku yang paling tangguh ketika berburu. Meskipun terlihat garang, tetapi anggota suku itu sangat ramah dengan orang asing yang datang, untuk menyaksikan kehidupan sederhana mereka.
Saat ini, Suku Dani merupakan salah satu suku yang paling terisolasi di dunia. Dalam berpakaian, cara mereka cukup terbuka.
Pria hanya memakai koteka atau selubung alat vital, sedangkan wanita tidak memakai baju atasan. Saat orang-orang terkasih meninggal, wanita juga diwajibkan untuk memotong bagian atas jari mereka.
Hanya saja, kebiasaan ini sudah tak dilakukan karena dilarang pemerintah. Meskipun demikian, jejaknya masih dapat dilihat pada wanita yang sudah berusia tua, di mana beberapa jari mereka terpotong.
Praktik ini dilakukan sebagai lambang kesedihan dan berduka karena ditinggal pergi orang terkasih.
"Suku Dani adalah suku yang sangat unik, terutama cara hidup dan pakaian tradisional Koteka, yang sudah saya dengar sejak masih muda. Aku tidak pernah tahu kapan suku ini akan punah, ini alasan saya memutuskan untuk mengunjungi mereka tahun ini," kata Teh Han Lin, seorang fotografer dan IT engineer dalam laporan tersebut.
Keberadaan suku Dani pertama kali diketahui pria asal Amerika, Richard Archbold. Pada tahun 1938, ia melakukan sebuah ekspedisi.
Sejak itu, orang-orang banyak berdatangan ke sana untuk melihat kehidupan Suku Dani.
Pada bulan Agustus setiap tahunnya, Suku Dani bersama sejumlah suku lainnya mengadakan Festival Lembah Baliem.
Meskipun bukan perang sungguhan, tetapi masing-masing suku akan mengirimkan prajurit terbaiknya untuk mengikuti festival itu. (Tribunjogja)