Seni Wayang Klaras di Banyumas Terabaikan
Tujuh boneka terpajang di meja ruang tamu milik Nyi Tarsih, seniman dari desa Karanglo, Cilongok Banyumas
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Tujuh boneka terpajang di meja ruang tamu milik Nyi Tarsih, seniman dari desa Karanglo, Cilongok Banyumas.
Boneka mirip hantu itu berkulit coklat dan berkeriput. Rambutnya beruban dan terurai acak-acakan. Sekilas, penampilan boneka menyerupai sosok lansia itu menyeramkan.
Satu di antara tujuh sosok wayang itu adalah Nini Towok. Dari legenda masyarakat setempat, Nini Towok merupakan sosok roh halus penunggu dapur (pawon).
"Ini sudah dua tahun saya pajang, tapi daunnya masih bagus dan tidak rapuh,"kata Tarsih di kediamannya, RT 1 RW 1 desa Karanglo, Cilongok Banyumas, Jumat (30/12/2016).
Daun pisang kering (klaras) seringkali terbuang dan dianggap tak berguna oleh sebagian orang. Di tangan Tarsih, klaras bisa disulap menjadi karya seni bernilai tinggi.
Tarsih menciptakan boneka dari klaras yang ia ambil dari kebun sekitar rumah. Keterampilannya membuat wayang dari klaras itu didapat secara tak sengaja.
Bermula dari pengalaman supranaturalnya bertemu dengan Nini Towok di alam mimpi, sekitar dua tahun silam. Keesokan harinya, ia melihat lembaran daun pisang jatuh melayang di hadapannya.
"Saya coba melipat-lipat daun itu, kok saya amati malah membentuk boneka. Lalu saya teruskan dan jadi seperti ini,"ujarnya
Proses pembuatan wayang itu ternyata tak sederhana. Sebelum berkarya, Tarsih harus bertirakat dan melakukan ritual khusus, di antaranya melalui puasa mutih selama tujuh hari.
Tarsih berhasil memproduksi sekitar 200 boneka klaras dari berbagai tokoh.
Selayaknya wayang, Tarsih tentu menginginkan karyanya dapat dipentaskan dalam sebuah pagelaran wayang.
Tarsih yakin, wayang klaras dengan keunikan bahan dan ceritanya, akan menarik perhatian khalayak, serta memperkaya kesenian lokal.
"Cerita wayang diambil dari legenda Nini Towok dan tokoh-tokoh lain yang dekat dengan kehidupan masyarakat lokal,"katanya
Sayangnya, tak mudah bagi Tarsih untuk merealisasikan impiannya. Biaya pementasan wayang dengan segala perangkat pendukungnya terlalu mahal bagi Tarsih. Tanpa dukungan dari pemerintah atau pihak luar, keinginan tersebut sulit terwujud.