KISAH Gula Semut Cilongok Banyumas Tembus Pasar Ekspor, Kelapa Tak Boleh Dekat Sawah dan Sungai
Produk pengrajin harus memenuhi sejumlah kualifikasi, di antaranya wajib mendapatkan sertifikat gula kelapa organik dari Control Union (CU).
Penulis: khoirul muzaki | Editor: abduh imanulhaq
Berkat kegigihan dalam proses panjang itu, ada 400 pengrajin yang produknya telah tersertifikasi.
Mereka tak hanya berasal dari Rancamaya.
Ada warga Desa Gununglurah, Sokawera, Batuanten, dan Tamansari, seluruhnya di Kecamatan Cilongok.
Mereka setiap hari menyetorkan masing-masing sekitar 5 kilogram gula semut ke Kelompok Banyumanggar.
Setiap pekan, kelompok ini mampu mengekspor 8 ton gula semut melalui perusahaan eksportir ke sejumlah negara, antara lain Selandia Baru, Jepang, Amerika Serikat, dan Belanda.
Sarwo mengklaim pendapatan petani pengrajin meningkat setelah gula semut mereka berhasil menembus pasar ekspor.
Di pasar lokal, harga gula semut sekitar Rp 14 ribu per.
Mereka bisa menjualnya Rp 16 ribu di pasar ekspor.
"Karena harga jual lebih tinggi, otomatis penghasilan meningkat. Tapi kami harus selalu mempertahankan kualitas dan kebersihan tempat pengolahan," terangnya. (*)