Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

LIPUTAN KHUSUS

Sering Lihat Muatan Truk Berlebihan? Ternyata Begini Alasan Pengusaha

Direktur Operasional PT Siba Surya, Stefanus Suryaatmadja mendukung pemberantasan pungutan liar (pungli) di jembatan timbang.

Editor: iswidodo
tribunjateng/dok
Direktur Operasional PT Siba Surya, Stefanus Suryaatmadja mendukung pemberantasan pungutan liar (pungli) di jembatan timbang. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Direktur Operasional PT Siba Surya, Stefanus Suryaatmadja mendukung pemberantasan pungutan liar (pungli) di jembatan timbang. Pihaknya berharap penegakan aturan berjalan konsisten dan tidak tebang pilih.

"Kami mendukung sejauh dijalankan secara konsisten dengan aturan yang jelas dan sudah disosialisasikan baik secara nasional. Fasilitas jembatan timbangnya benar-benar berfungsi sesuai standar yang ditetapkan sehingga menjadi aturan yang memberi solusi bukan menambah masalah dan ketidakpastian," ujarnya, Kamis (12/3).

PT Siba Surya merupakan perusahaan transportasi terbesar di Indonesia yang telah teruji dalam jasa pengiriman. Melayani jasa transportasi sejak tahun 1951 dengan kantor pusat di Semarang, Jawa Tengah dan didukung oleh kantor cabang tersebar di Cilegon, Jakarta, Cirebon, Tuban, Surabaya dan beberapa kota lain di Pulau Jawa.

Steave, demikian sapaan akrab Stefanus Suryaatmadja menyarankan adanya penyamaan aturan jembatan timbang pada semua provinsi di Indonesia. Sebab, dalam pendistribusian barang, truk melintas di antar-kota antar-provinsi.

Selama ini, truk sering disalahkan karena membawa muatan berlebih di luar kemampuan daya tampung kendaraan. Hal tersebut dituding sebagai pemicu munculnya pungutan liar.

Kendaraan pengguna Jalan Tol Manyaran berhenti di lampu bangjo exit Tol Krapyak, Senin (30/1/2017).
Kendaraan pengguna Jalan Tol Manyaran berhenti di lampu bangjo exit Tol Krapyak, Senin (30/1/2017). (TRIBUN JATENG/RAHDYAN TRIJOKO P)

Terkait hal tersebut, pihaknya berpendapat bahwa tindakan overload muatan yang dilakukan oknum perusahaan dinilai sebagai langkah untuk menekan biaya produksi yang terlalu tinggi.

"Ya itu kan karena kondisi ekonomi kita dimana daya beli nasional rendah, biaya atau tarif angkutan rendah. Sementara biaya investasi pengusaha truk tinggi, adanya inefisiensi di lapangan karena infrastruktur yang jelek, biaya bunga tinggi dll. Pengusaha truk melakukan 'subsidi' dengan overload, kalau nggak ya harga nya nggak masuk, Jadi karena pengusaha truknya terpaksa juga," imbuhnya.

Ia menambahkan, pemerintah semestinya mampu melihat hal ini secara komprehensif. Pengusaha truk harus diberikan insentif dan stimulus untuk bisa meremajakan truknya. Lalu biaya-biaya dikasih murah baru kemudian didorong untuk tertib. Sehingga pengusaha truk kompetitif dan sewaktu pemerintah memberlakukan aturan apapun terkait angkutan barang maka mereka mampu menaati dan tetap survive.

"Jujur saja dulu, kualitas jalan juga jelek dan di bawah spec seharusnya. Banyak dikorupsi oknum. Tetapi kalau kebijakan pemerintah cuma semata-mata reaktif atas temuan lapangan tanpa didasari konsep yang jelas dan long term jujur saja susah untuk bisa benar (mencegah pungli-red)," imbuhnya.

Steave berharap, dengan beroperasinya kembali jembatan timbang segala sesuatunya dapat disosialisasikan dengan baik, dan juga transparan dalam pengelolaan.

"Yang penting sosialisasi harus baik dan nasional. Lalu fasilitas di masing-masing jembatan timbang pun harus baik dan petugasnya harus tegas serta transparant, saya dukung," imbuhnya. (tribunjateng/cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved