Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ngopi Pagi

Sumbu Pendek Nalar Remaja

Apapun motifnya, tindakan kekerasan yang melibatkan pelaku dan korban berusia remaja sungguh miris. Apalagi peristiwa kejahatan ini terjadi

Penulis: moh anhar | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJOGJA.COM
Pintu gerbang masuk SMA Taruna Nusantara Magelang 

TRIBUNJATENG.COM -- Apapun motifnya, tindakan kekerasan yang melibatkan pelaku dan korban berusia remaja sungguh miris. Apalagi peristiwa kejahatan ini terjadi di lingkungan sekolah, tempat "sakral" untuk menimba ilmu pengetahuan serta menguatkan moral dan karakter mulia. Keagungan nalar telah kalah oleh keberingasan sebilah belati.

Jumat (31/3), menjadi akhir bagi hidup Krisna Wahyu Nurachmad, siswa kelas 10 SMA Taruna Nusantara Magelang. Ia ditemukan bersimbah darah di ranjang di barak sekolahnya. Ada luka di lehernya. Polisi sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), dan kita semua berharap polisi bisa segera menangkap pelaku. Ada dugaan, pelaku masih merupakan kawan korban.

Stempel SMA Taruna Nusantara yang bercitrakan lembaga pendidikan dengan tingkat kedisiplinan tinggi bisa juga "kecolongan" adanya kasus seperti ini. Sekolah ini model berasrama dengan disertai pendamping asrama.

Patut kita mempertanyakan seperti apakah perilaku anak-anak sekarang? Kejahatan memang tak pandang bulu, siapa pelaku, dan siapa korbannya.

Januari 2017 lalu, kasus serupa juga pernah terjadi di sebuah Ponpes di Kendal. Karena protes terhadap kawannya, seorang santri juga menjadi korban penganiayaan kawan sendiri hingga tewas. Perkelahian antara dua santri ini luput dari pengawasan pengasuh.

Sangat disayangkan. Bukan hanya keluarga korban yang merasa kehilangan para tunas-tunas bangsa ini. Kita tentu prihatin, persoalan dalam pertemanan membuahkan petaka. Betapa pendek sumbu nalar remaja seperti ini.

Menurut ahli Kartini Kartono, perkembangan remaja terbagi dalam tiga tahapan. Remaja Awal (12-15 tahun), yang sudah tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Pada masa ini, remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.

Lalu, Remaja Pertengahan (15-18 tahun), timbul kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jatidirinya.

Dan, Remaja Akhir (18-21 tahun), masa remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup dan menyadari tujuan hidupnya.

Tentu saja ini adalah tahapan perkembangan kejiwaan secara ideal. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seorang remaja,baik secara langsung maupun tidak langsung. Keluarga, lingkungan masyarakat, hingga pergaulan dalam kesehariannya.

Masih menurut Kartono, kriminalitas merupakan tindak kejahatan yang dilakukan secara sadar dan tidak sadar, baik oleh wanita ataupun pria, yang merugikan orang lain. Kriminalitas ini bukanlah warisan atau bawaan sejak lahir.

Karenanya, ketika terjadi kasus penghilangan nyawa oleh pelaku seorang remaja jangan melihat dari sisi kriminalitas semata. Kita perlu akar persoalan sebagai upaya menanggulangi perilaku tindak kekerasan ini. Jangan sampai ini terjadi lagi.

Keluarga sebagai lingkungan awal terbentuknya pribadi seseorang, dituntut peran dan tanggung jawabnya. Suasana hangat diimbangi komunikasi yang nyaman antaranggota keluarga

Tidak bijak rasanya, bila keluarga seolah-olah merasa sudah terbebas dari tanggung jawab bila telah memasrahkan anaknya ke sekolah dan membiayainya.

Ini mengingatkan lagi mengenai pendidikan karakter. Rasa kasih sayang, saling menghargai, dan menghormati orang lain jangan hilang begitu saja dari remaja kita. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved