Helikopter Basarnas Jatuh
Begini Penjelasan BMKG Mengenai Kondisi Cuaca di Temanggung Saat Insiden Heli Basarnas Terjadi
Hidayat menegaskan petugas BMKG bertugas 24 jam selama tujuh hari sepekan. Saat kejadian tersebut, mereka sedang siaga dalam kaitan Posko Lebaran.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: abduh imanulhaq
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rahdyan Trijoko Pamungkas
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan cuaca dalam keadaan clear sebelum helikopter milik Basarnas mengalami insiden di Gunung Butak, Desa Canggal, Kecamatan Candiroto, Temanggung.
Penjelasan itu disampaikan Kepala Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani Semarang, Hidayatul Mukhtar, dalam kunjungan Komisi V DPR ke Kantor SAR Semarang.
Hidayat mengatakan berdasarkan analisis dari citra satelit, kondisi cuaca di sekitar pegunungan Sindoro berawan pada 2 Juli 2017 pukul 16.00 hingga 17.00 WIB.
Begitu pula hasil observasi instansi yang dipimpinnya, kondisi cuaca pukul 16.00-17.00 di sekitar Bandara Ahmad Yani berawan.
Secara umum kecepatan angin 9 sampai 15 km/jam ke arah utara.
"Keadaan cuaca di rute penerbangan dengan ketinggian penerbangan 1.000 hingga 6.000 meter di sekitar pegunungan Sindoro pukul 16.00-17.00 adalah berawan," tutur Hidayat, Selasa (4/7/2017).
Baca: Terkait Kecelakaan Heli Basarnas, Komisi V DPR Minta Penjelasan BMKG
Dia menegaskan petugas BMKG bertugas 24 jam selama tujuh hari sepekan.
Saat kejadian tersebut, mereka sedang siaga dalam kaitan Posko Lebaran.
"Jadi kami dari BMKG dan Airnav sedang bersiaga penuh," tandasnya.
Menurutnya, pukul 16.00 hingga 17.00 kondisi cuaca bandara maupun sekitar pegunungan Sindoro dalam keadaan clear.
Begitu juga rute dari Gringsing ke Sindoro.
"Berawan yang tadi dimaksud dapat dilihat dari penglihatan mendatar mencapai delapan kilometer di setiap lapisan, ketinggian 1.000 hingga 6000 meter. Kalau dari penerbangan, delapan kilometer itu clear," terangnya.
Menurutnya, di daerah pegunungan kemungkinan penyebab kecelakaan karena kabut yang seketika muncul dengan gerakan up and down yang biasa muncul dari lembah.
"Kami tidak dalam posisi menyimpulkan. Daerah situ gerakan up and down susah diprediksi. Apalagi di situ ada empat gunung," jelas Hidayat.
Menurutnya, jika dilihat dari ketinggian 1.000 meter hingga 6.000 meter sebenarnya kecepatan angin tidak membahayakan.
Kecepatan angin tertinggi pada ketinggian 2.000 meter adalah 19 km/jam.
"Dilihat dari semuanya, clear tidak ada masalah. Jika terjadi kabut biasanya pukul 15.00. Kami di sini tidak bisa memantau kabut di lokasi tersebut," paparnya lagi.
Hidayat menambahkan, keberadaan kabut seketika tidak dapat dideteksi alatnya.
Radar milik BMKG hanya mencatat intensitas air.
"Kalau kabut secara tiba-tiba muncul, kami tidak bisa memantau," ujarnya. (*)