Sejak Ada Penampakan di Sungai Luk Ulo Kebumen, Tak Ada Lagi yang Berani Nambang Pasir
Kemunculan buaya di sungai Luk Ulo di desa Rantewringin, Buluspesantren Kebumen bukan hanya menciptakan teror bagi warga sekitar sungai
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, KEBUMEN - Kemunculan buaya di sungai Luk Ulo di desa Rantewringin, Buluspesantren Kebumen bukan hanya menciptakan teror bagi warga sekitar sungai.
Para penambang yang biasa mengambil pasir di sungai itu mendadak bubar.
Aktivitas penambangan pasir di sungai itu tak lagi terlihat bersamaan dengan penampakan buaya tersebut, sejak sebulan lalu.
Padahal, selama ini, sungai Luk Ulo jadi ladang ekonomi bagi warga yang berprofesi sebagai penambang pasir.
"Ada dampak plus minusnya. Tidak terlihat lagi penambangan pasir di sungai Luk Ulo yang ada buayanya,"kata Mulyadi, warga pinggiran sungai Luk Ulo desa Rantewringin, Buluspesantren, Kamis (10/8).
Ekosistem sungai dengan demikian lebih terjaga. Populasi ikan di sungai itu juga bertambah. Sungai itu juga sepi dari aktivitas memancing atau menangkap ikan.
Keberadaan aktivitas penambangan pasir memang telah lama dikeluhkan warga.
Menurut Mulyadi, penambangan pasir yang berlebihan oleh warga menyebabkan fungsi sungai berubah.
Tanah di sisi sungai menjadi gampang terkikis atau longsor sehingga membahayakan pemukiman di dekatnya. Jalan desa juga menjadi rusak karena sering dilalui truk muatan pasir.
Sebagai bentuk protes, warga bahkan sempat memblokade jalan dengan kayu agar kendaraan pengangkut pasir tak bisa melintas.
"Penambang pasir tidak bisa disalahkan karena mereka melakukan itu untuk bertahan hidup. Yang saya sayangkan, pemerintah kurang tanggap menyikapi dampak penambangan itu. Harusnya para penambang diajak bicara,"katanya
Beragam spekulasi pun muncul menyusul penampakan buaya itu. Sempat tersiar isu, buaya buaya itu sengaja dilepas untuk menghentikan aktivitas penambangan pasir yang semakin masif dan mengkhawatirkan.
Mulyadi tak mengetahui asal usul buaya itu. Yang pasti, buaya tetap saja mematikan. Jika dibiarkan, binatang buas itu akan mengancam keselamatan warga, terutama yang tinggal di sekitar sungai.
Ia pun berharap, pemerintah turun tangan untuk mengamankan buaya itu dan mengevakuasinya ke penangkaran.
"Yang dikhawatirkan, buaya itu naik ke daratan lalu masuk ke pemukiman dekat sungai sehingga berbahaya," katanya.
Diberitakan sebelumnya, warga di pinggiran sungai Luk Ulo Kebumen Jawa Tengah digegerkan kemunculan buaya di sungai yang bermuara di samudera Hindia tersebut.
Mulyadi, warga desa Rantewringin RT 2/2 Kecamatan Buluspesantren Kebumen mengungkapkan, buaya itu biasa menampakkan diri saat siang hari waktu sepi.
Buaya yang disaksikannya berukuran sekitar 5 meter dengan sisik punggung bewarna hitam.
Saat berjalan di air, separuh badan atasnya terlihat menyembul ke permukaan sungai berkedalaman sekitar 3 meter itu.
Buaya itu sesekali mendarat ke tepi sungai untuk berjemur beberapa saat, lalu kembali lagi mencebur ke sungai.
"Buaya terlihat sejak awal Juli 2017 lalu. Saya bahkan sempat abadikan ke video saat buaya tampak,"katanya, Kamis (10/8).
Kemunculan buaya di sungai Luk Ulo ini cukup menglhawatirkan.
Pasalnya, sungai itu selama ini menunjang kehidupan masyarakat. Warga biasa memanfaatkan sungai itu untuk keperluan Mandi Cuci Kakus (MCK).
Air sungai Luk Ulo jadi kebutuhan sentral, terutama bagi warga yang tak memiliki sumur, atau warga yang sumurnya kekeringan akibat kemarau.
Sejak buaya tampak, sungai menjadi sepi. Masyarakat memilih menghindari berkegiatan di sungai karena takut diserang buaya.
Dalam memenuhi kebutuhan MCK nya, sebagian warga memilih menumpang ke sumur warga lain yang masih ada sumber airnya.
"Sejak kemunculan buaya itu, untuk aktivitas MCK di sungai, hampir tidak ada yang berani,"katanya
Buaya itu ternyata sempat hendak dilumpuhkan. Warga sekitar pernah memberondong buaya itu dengan peluru senapan.
Sayang, peluru itu tak mampu menembus kulit keras binatang mematikan tersebut.
Buaya itu pun kembali berenang bebas di air.
(*)