Safira, Gadis Difabel yang Tolak Belajar di Sekolah Umum, Begini Kisahnya
Ia adalah siswi di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Semarang (YPAC), Jalan KH Ahmad Dahlan Nomor 4, Kota Semarang, Jawa Tengah
Penulis: Bare Kingkin Kinamu | Editor: bakti buwono budiasto
Laporan Wartawan Tribunjateng.com, Bare Kingkin Kinamu
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - “Tidak, saya tidak ingin belajar di sekolah umum. Di sekolah ini saya sudah menemukan keluarga sendiri. Tidak ada bully-an. Lihat, keadaan fisik saya mungkin di mata orang normal adalah momok,” kata Safira Millenia pada tribunjateng.com, Kamis (2/11/2017).
Ia adalah siswi di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Semarang (YPAC), Jalan KH Ahmad Dahlan Nomor 4, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Ibunya, Maryati menimpali orang cacat juga memiliki martabat.
Tak selamanya ingin dianggap berbeda karena fisiknya tidak genap.
Baca: 88 Orang Membatik di Pinggir Jalan Samanhoedi Solo, Ini Alasannya
Mereka sama dengan yang lain, manusia.
Maryati bercerita selalu mendampingi Safira ke mana pun, termasuk saat sekolah.
Kamis (2/11/2017) itu, Safira Millenia tampak asyik mengikuti pelajaran yang dijelaskan oleh Lia, Guru Bahasa Indonesia SMA YPAC.
Safira lalu menceritakan kisah hidupnya kepada Tribunjateng.com di beranda kelas.
Beberapa siswa dengan kebutuhan khusus lewat di depan dengan tatapan heran.
Safira terus bercerita.
Baca: Modifikasi Thailook Style Masih Bertahan di Kalangan Anak Muda Pecinta Motor Semarang
“Dulu, waktu saya kelas empat Sekolah Dasar di Bojonegoro saya pernah ada kasus dengan guru. Saat ujian, saya mengoreksi jawaban teman saya. Saya salahkan semua. Karena tulisannya kecil-kecil dan susah dibaca.” begitu tuturnya, sang Ibu sembari menyodorkan air botol berisi teh.
Safira menenggaknya hingga tuntas.
Ia menuturkan kenangan tersebut, rautnya tidak menyiratkan kegundahan.
“Ibu Guru marah. Dia memaksaku untuk memakai kaca matanya. Dan saya memang memakainya,” Ia menuturkan dengan suara lirih, seolah masa lalu itu hanyalah hiburan kehidupan baginya.
“Sejak itu, Ibu saya memutuskan pindah ke Semarang ikut dengan Bapak yang bekerja di kota ini.”
Safira Millenia sadar kenangan itu tidak akan pernah ia lupakan.
Baca: Menikmati Senja dan Malam di Bukit Bintang Semarang, Di Sini Lokasinya
Saat teman-teman masa kecilnya memandang jijik terhadap fisiknya yang serba cacat.
Jijik melihat tangan kanannya yang kaku.
Jijik melihat kakinya yang pincang.
Sekilas ketika melihat Safira duduk tidak tampak kekurangan-kekurangan tersebut, namun ketika Safira berjalan terlihat jelas sudah kekurangan fisik yang mencolok.
Saat berjalan ia pincang.
“Mereka selalu mengolok-olok kekuranganku. Tetapi tidak apa-apa, sekarang saya hanya ingin membahagiakan orang tua. Impian saya sederhana sekali ingin kuliah di universitas umum. Saya bulat tidak akan minder lagi.”
“Safira ini selalu mewakili sekolahnya lomba menyanyi lho!” potong Ibunya.
Kepada Tribunjateng.com Safira mengatakan memang dia sempat juara di beberapa lomba menyanyi yang diadakan di mall-mall Semarang.
Nasib manusia siapa yang mengetahui? Safira jika bisa memilih tentu ingin diberikan fisik yang sempurna.
Tertawa tanpa beban,bergaul tanpa rasa nyeri di dada. Menjadi pribadi yang bebas berpendapat.
Itu adalah impian lainnya.
Baca: Slaven Bilic yakin West Ham Masih Bisa Merepotkan Liverpool
Begitu tutur Ibunya.
“Orang-orang boleh menjelek-jelekkan saya, asal tidak dengan Safira.” Imbuh Ibu Maryati saat menemani Safira.
“Hobi saya memang menyanyi, jadi Ibu menyekolahkan saya juga di sekolah vokal milik Anne Avantie. Wisma Bunda Avantie namanya.”
Safira (17) mengatakan kepada Tribunjateng.com jika fisiknya bukanlah halangan untuk kuliah di universitas umum meski ibu nya khawatir jika bully-an tersebut akan berlanjut sampai kapan pun.
Saat bel istirahat berbunyi, tampak beberapa siswa berkebutuhan khusus berlari ke arah Safira.
Minta difoto mereka. Keterangan Safira kepada Tribunjateng.com. Kemudian Safira meminta Ibunya mengambil kamera hp dan melakukan foto bersama.
“Safira ini anak yang normal. Normal pemikirannya. Tetapi karena fisiknya saja cacat, jadi ia dipandang sebelah mata. Saya bangga memiliki Safira, ia bisa membanggakan saya dengan suaranya yang riang saat bernyanyi di panggung pentas,” Begitu imbuh Ibu Maryati sebelum mengakhiri percakapan dengan Tribunjateng.com.
Meski Safira sudah dibujuk oleh Guru yang ada di Yayasan Pembinaan Anak Cacat untuk bersekolah di sekolah umum, Safira tetap tidak mau.
Ia tidak ingin kejadian di masa lalu terjadi lagi.
Baca: Slaven Bilic yakin West Ham Masih Bisa Merepotkan Liverpool
Tetapi keinginannya sudah bulat untuk mempersiapkan diri masuk universitas umum.
Cita-cita yang bagi beberapa orang biasa biasa saja, namun penuturan Safira kepada Tribunjateng.com cita-cita ini harus terwujud dengan kondisi fisiknya yang cacat.
kelas Safira
Di YPAC, Kelas Safira adalah kelas D.
Pengelompokkan golongan untuk kelas pembinaan ini adalah D dan D1.
Baca: Modifikasi Thailook Style Masih Bertahan di Kalangan Anak Muda Pecinta Motor Semarang
Kelas D diperuntukkan untuk anak-anak disabilitas dengan penanganan kategori sedang.
Sedang untuk kelompok kelas D1 untuk anak-anak dengan kebutuhan yang lebih komplek.
Sepanjang sapuan mata memandang, ruang kelas ini kira-kira berukuran 5x6 meter.
Meja berderet lima.
Dengan papan tulis berwarna putih ada di depan.
Kelas D terletak di lantai dua.
YPAC memiliki dua lantai.
Lantai pertama diperuntukkan untuk anak-anak sekolah dasar dan lantai dua untuk siswa Sekolah Menengah Pertama dan Atas. (*)