Terkait Proyek KA Bandara Adi Soemarmo-Stasiun Balapan, Lahan Warga Tak Boleh Dijual Tanpa Izin
Pemilik lahan terdampak proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Bandara Adi Soemarmo-Stasiun Solo Balapan
Penulis: akbar hari mukti | Editor: Catur waskito Edy
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Akbar Hari Mukti
TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Pemilik lahan terdampak proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Bandara Adi Soemarmo-Stasiun Solo Balapan, tak diperbolehkan menjual tanah mereka tanpa izin.
Pemilik lahan tersebut, juga dilarang mengubah status kepemilikan petak tanah terdampak, selama berlangsungnya proses pembebasan lahan.
Begitu ujar Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Solo, Sunu Duto Widjomarmo, Selasa (28/11/2017).
Menurut Sunu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, sudah mengeluarkan peta lokasi pembangunan jalur KA bandara.
"Sesudah peta lokasi itu ditetapkan, jual beli lahan terdampak pada prinsipnya tidak boleh dijual oleh pemiliknya," tegasnya.
Sunu mengatakan, larangan jual beli lahan tersebut, dimaksudkan agar proses pengadaan tanah berlangsung lancar.
Sebab, katanya, para pemilik lahan terdampak itu nantinya adalah penerima ganti rugi berdasarkan penghitungan tim appraisal.
"Kalaupun terpaksa menjual tanah, harus dilakukan atas izin Wali Kota Solo (FX Hadi Rudyatmo). Petak lahan yang dijual pun harus berada di luar lokasi terdampak proyek ini," jelasnya.
Sunu yang juga menjadi koordinator tim pengadaan tanah di Kota Solo ini tidak memungkiri adanya potensi jual beli lahan warga tersebut.
Apalagi, ia menilai, tidak seluruh lahan milik warga dibebaskan untuk pembangunan jalur kereta itu.
"Ada lahan warga yang hanya terkena sebagian, menyesuaikan desain jalur yang disusun pemerintah pusat," terangnya.
Saat ini, ia menjelaskan bahwa tim BPN dan instansi terkait lain terus melakukan inventarisasi dan identifikasi lahan terdampak tersebut di wilayah Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Solo.
Adapun, proses inventarisasi dan identifikasi itu ditargetkan selesai akhir pekan ini.
"Untuk menginventarisasi bangunan di atas lahan terdampak, kami melibatkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU PR) Solo. Sementara, inventarisasi tanaman milik warga di lahan terdampak, kami dibantu Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP)," kata Sunu.
Kasi Hubungan Hukum Pertanahan BPN Solo, Kelik Budiyono, menambahkan, pemilik lahan juga tidak diizinkan mengubah status tanah terdampak, selama berlangsungnya proses pembebasan lahan.
Ia memastikan, bukti kepemilikan lahan yang saat ini dimiliki masyarakat tetap diakui sebagai alas hak penguasaan tanah.
"Jika, misal ingin mengubah bukti kepemilikan tanah, misalnya dari Letter C menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), harus diselesaikan dulu proses pembebasan tanahnya. Baru sisa lahan yang tidak terkena proyek bisa dimohonkan untuk diubah statusnya," urai Kelik.
Seperti diketahui, pemerintah pusat berencana membangun jalur KA penghubung Bandara Adi Soemarmo dan Stasiun Solo Balapan melewati wilayah Kadipiro, Solo.
Selain lahan milik warga Kadipiro, proyek tersebut juga diprediksi akan menggusur hunian warga di bantaran rel Nusukan, Gilingan dan Kadipiro. (*)