FOCUS
Pesan dari Jambi
Pesan dari Jambi. Mereka berargumen ongkos operasional KPK selama ini terlalu besar tapi hasil minim.
Penulis: abduh imanulhaq | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Meski gaungnya tak lagi keras, wacana membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi masih didengungkan pihak tertentu. Bagi kalangan ini, lembaga khusus antikorupsi tak diperlukan lagi karena berbagai alasan.
Mulai dari kekuasaan yang dinilai terlalu kuat hingga kinerja yang tidak maksimal. Bahkan ada yang beranggapan pembubaran itu merupakan penghematan uang negara.
Mereka berargumen ongkos operasional KPK selama ini terlalu besar tapi hasil minim. Dalih itu berpijak pada situasi masih suburnya korupsi di Indonesia meski komisi antirasuah sudah bekerja belasan tahun.
Tingkat kepercayaan publik yang tinggi kepada KPK membuat wacana itu tak mendapat dukungan.
Sebaliknya, berkembang keyakinan masyarakat bahwa pihak-pihak yang menginginkan pembubaran memiliki agenda terselubung.
Kita tahu bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi memiskinkan bangsa, membuat cita-cita negara mewujudkan kesejahteraan warganya masih juga belum tercapai.
Tak kurang dari Presiden Joko Widodo yang menyampaikan ada dua "musuh utama" bangsa Indonesia. Pertama, korupsi, satu lainnya adalah kesenjangan ekonomi.
Tak ayal lagi, kejahatan yang luar biasa itu harus dilawan secara luar biasa pula. KPK memang bukan lembaga suci yang sempurna 100 persen tapi kehadirannya masih menjadi harapan di negeri ini.
Perlawanan kepada KPK kita lihat juga berlangsung luar biasa. Setelah wacana pembubaran tak mendapat apresiasi, upaya lain berlangsung secara legal-formal di lembaga legislatif.
Tekanan politis dilancarkan melalui pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut KPK. Ada dalih panitia angket ini bermaksud menguatkan komisi antirasuah, publik telanjur menilai sebaliknya.
Perlawanan juga dilakukan melalui jalur hukum dan serangan fisik langsung. Ada komisioner yang dilaporkan ke polisi, ada pula penyidik yang disiram air keras.
Kita berharap semua upaya mengerdilkan KPK itu bisa dipatahkan oleh kinerja apik para pimpinan dan pegawainya. Ketika tersiar kabar bahwa penyidik KPK menggeledah rumah dinas gubernur Jambi, kita paham lembaga itu terus bekerja keras memenuhi misinya.
Korupsi bukan cuma urusan nasional karena di daerah tak kurang meruyaknya. Bukan rahasia lagi, beberapa kepala daerah berkuasa bak raja-raja kecil. Tak heran bila tak sedikit yang terjerumus dalam permainan pat-gulipat uang rakyat.
Sejak 2004 hingga Juni 2017, tercatat ada 78 kepala daerah yang berurusan dengan KPK. Perinciannya 18 gubernur dan 60 wali kota/bupati. Tak terkecuali di Jawa Tengah, beberapa kepala daerah sudah merasakan tajamnya "pedang" komisi antirasuah menguliti kecurangan mereka.
Kita tunggu bagaimana KPK menuntaskan kasus "transaksi APBD" di Jambi yang cukup menyedot perhatian publik itu. Sosok gubernurnya memang merupakan mantan selebriti sehingga banyak yang penasaran terhadap nasibnya.
Sorotan itu bagus bagi KPK untuk menunjukkan kinerja prima dalam menumpas koruptor. Sebagai pesan kepada kawan dan lawan bahwa mereka masih menggenggam amanat itu erat-erat. (tribunjateng/abduh imanulhaq)