Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

FOCUS

Banyak-banyaklah Berdoa

Banyak-banyaklah Berdoa. Tajuk ditulis oleh wartawan Tribun Jateng, Arief Novianto

Penulis: arief novianto | Editor: iswidodo
tribunjateng/bram
ARIEF NOVIANTO Wartawan Tribun Jateng 

Tajuk ditulis oleh wartawan Tribun Jateng, Arief Novianto

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - "...Mungkin sudah menjadi takdir abah, ajalnya di tangan algojo Arab Saudi. Meski sudah melalui perjuangan panjang selama 14 tahun mencari keadilan, itu hanya sebatas mimpi abah..."

Demikian penggalan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo yang ditulis Mustofa Kurniawan (18), warga Desa Kebun, Socah, Bangkalan, Madura, anak dari TKI terpidana mati, Mochammad Zaini Misrin (47), yang telah menjalani eksekusi pada Minggu (18/3) lalu, di Arab Saudi.

"...Saya berharap kepada pemerintah, semoga yang terjadi kepada abah tidak terulang ke TKI-TKI lain. Semoga apa yang menimpa saya, tidak terjadi kepada anak-anak Indonesia lain..." tulisnya menjelang akhir surat itu.

Tak hanya sang anak, eksekusi mati terhadap Zaini Misri disayangkan banyak pihak, antara lain karena tidak adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemerintah Indonesia, apalagi kepada pihak keluarga.

Pemerintah Indonesia pun telah melayangkan nota protes kepada pemerintah Arab Saudi mengenai hal itu, setelah sebelumnya juga digelar aksi aktivis Migrant Care di Kedubes Arab Saudi.

"Kami berharap ada klarifikasi, tapi kami tidak akan menunggu karena ini bukan seperti surat-menyurat yang harus ditunggu (bisa lewat pertemuan informal-Red)," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arrmanatha Nasir, Kamis (22/3).

Sebelumnya, Dirjen Perlindungan dan Hukum Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal memaparkan, data kasus di Arab Saudi per 2015-2018 sebanyak 20 kasus. Sebanyak lima TKI dari 20 kasus itu kini tengah menanti hukuman mati.

Yah, tak hanya di Arab Saudi, kasus kekerasan, pecehan seksual, hingga pembunuhan juga tercatat banyak menimpa TKI di sejumlah negara lain, seperti Malaysia dan sejumlah negara di Timur Tengah. Bahkan, beberapa kasus pun tercatat tidak tuntas.

Yang harus diingat betul dalam hasl ini, menurut saya, adalah banyaknya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, sementara Negeri ini sebenarnya menyimpan potensi kekayaan yang begitu melimpah.

Entah sampai kapan, atau sampai presiden ke berapa Negeri ini bisa betul-betul menggali kekayaannya untuk menyejahterakan rakyat, sehingga tak perlu lagi bekerja di luar negeri? Wallahualam.

Tampaknya, penyedian lapangan kerja yang masif menjadi tantangan serius bagi pemerintah Indonesia untuk terus menekan jumlah TKI, dengan banyaknya kasus yang terjadi.

Terlebih dengan angka kemiskinan di Negeri ini per akhir tahun lalu yang masih tercatat sebesar 10,64 persen, meski sudah menurun dibandingkan dengan era pascakrisis global 10 tahun lalu di angka sekitar 20 persen.

Di tahun politik 2018-2019, rakyat punya peluang baru untuk memperbaiki Negeri ini melalui berbagai pesta demokrasi, mulai dari pilkada, pileg, hingga pilpres. Hanya saja, politik tetaplah politik.

Kata Iwan Fals, politik itu kejam. Kata banyak orang, politik itu kotor. Tengok saja berapa kasus yang kini tengah ditangani KPK, terutama yang terkait dengan jabatan dari pesta demokrasi. Kalau sudah begini, banyak-banyak berdoa rasanya jauh lebih baik daripada cuma 'ngrasani'. (tribunjateng/cetak/vto)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved