Liputan Khusus
Timses Langgar Aturan di 35 Kabupaten/Kota, Maka Bawaslu di Jateng Copot Alat Peraga
Pencetakan dan pemasangan alat peraga kampanye (APK) pemilihan kepala daerah saat ini berada di bawah kendali Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Untuk akun resmi, jika dideteksi melakukan pelanggaran, maka akan kami surati secara langsung pengelolanya," papar dia.
Sementara, untuk menangani akun-akun liar yang tak terdaftar, pihaknya menggandeng developer medsos terkait. Serta, juga bekerjasama dengan kementerian komunikasi dan informatika (Kemenkominfo).
Bukan lagi pesta rakyat
Pemilihan gubernur (Pilgub) Jateng 2018 ini, telah menerapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 4/2017, tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Beberapa pihak merasa, bahwa aturan-aturan kampanye dalam PKPU tersebut terlalu membatasi ruang gerak tim sukes, atau bahkan masyarakat secara umum, yang ingin terlibat berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan itu.
Di antaranya diungkapkan oleh tim pemenangan pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur Sudirman Said - Ida Fauziah, Agung Wisnu Kusuma. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, mengaku khawatir ketatnya aturan dalam masa kampanye, akan membuat gaung Pilgub 2018 ini hanya akan terdengar samar-samar, bagi warga yang berada di pinggiran.
"Saya kemarin ketemu dengan warga perdesaan di sekitar wilayah Banyumas Raya, mereka tak tahu kapan Pilgub akan digelar. Menurut saya, ini memprihatinkan," kata tim pemenangan bidang simpul dan jaringan ini.
Menurut Agung, minimnya informasi terkait Pilgub yang sampai kepada masyarakat di pinggiran, dikarenakan sejumlah faktor. Antara lain, semakin ketatnya aturan dalam kampanye, sehingga frekuensi paslon untuk langsung bertatap muka dengan masyarakat semakin terbatas.
Di samping itu, menurut dia, pembatasan terhadap tersedianya alat peraga kampanye (APK) dan pernak-pernik yang berkaitan dengan paslon lainnya, turut memperparah kondisi tersebut.
"Minimnya APK yang terpasang juga berpengaruh besar. Terus terang, saya khawatir tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilgub nanti akan rendah," ujarnya.
Masih menurut Agung, selain gaung meriahnya pesta demokrasi yang semakin samar, masyarakat juga tak lagi merasakan efek helatan Pilgub dari sisi ekonomi.
Sebab, dengan aturan dalam PKPU 4/2017, yang menentukan pencetakan APK semua harus melalui KPU, masyarakat atau pelaku usaha kecil di daerah tak lagi mendapat bagian rizki dari hal itu.
"Dengan sistem itu, yang bisa main untuk APK adalah pengusaha besar, yang mayoritas berada di sekitar Jakarta, karena menggunakan e-katalog. Sementara, para pengusaha kecil di daerah, tak punya akses dan fasilitas ke sana, kalah saing," katanya.
Menurut Agung, dengan sistem yang dulu, tiap gelaran kampanye, pasti ada uang puluhan atau ratusan miliar yang menggerakkan ekonomi lokal, melalui pencetakan APK dan pernak-pernik lainnya. "Saat ini, keterlibatan masyarakat kecil. Tak berdampak dalam pemberdayaan ekonomi lokal," tuturnya.
Ia menilai saat ini gelaran Pilgub 2018 maupun pemilihan umum lainnya, tak lagi menjadi pesta rakyat. Melainkan, ajang pesta KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).