Operasi Tangkap Tangan
KPK Kaji Pembuatan Lapas Khusus Koruptor di Nusakambangan
KPK bahkan menemukan bukti permintaan uang dan mobil dilakukan secara terang‑terangan, tidak menggunakan sandi
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, menjadi catatan sendiri bagi lembaga penegak hukum tersebut.
Pasalnya di lembaga pemasyarakatan (lapas) yang digunakan untuk menjalani hukuman bagi para koruptor itu terjadi praktik suap hingga ratusan juta rupiah untuk mendapatkan fasilitas khusus.
"Kerja keras penyidik dan penuntut umum memproses serta membuktikan kasusnya menjadi nyaris sia‑sia ketika terpidana korupsi masih mendapat ruang transaksional di lapas dan menikmati fasilitas berlebihan. Bahkan dapat keluar masuk tahanan secara leluasa," ujar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, di Jakarta, Minggu (21/7).
Hasil penyidikan sementara diketahui, permintaan mobil hingga fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin terjadi secara terang‑terangan. "Permintaan mobil, uang dan sejenisnya di Lapas Sukamiskin diduga dilakukan secara gamblang," ujar Febri.
KPK bahkan menemukan bukti permintaan uang dan mobil dilakukan secara terang‑terangan, tidak menggunakan sandi atau kode‑kode terselubung. Soal penerimaan mobil yang diterima Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husen, tersangka pernah meminta mobil Triton Athlete warna putih dan menyarankan daeler yang sudah ia kenal.
"Namun karena mobil jenis dan warna tersebut tidak ada, akhirnya diganti dengan Triton warna hitam yang kemudian diantar dalam keadaan baru tanpa pelat nomor ke rumah WH (Wahid Husen)," ujar Febri.
Dalam perkara ini Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husen, diduga menerima suap berupa uang ratusan juta dan dua mobil, dari para narapidana korupsi yang ingin mendapatkan fasilitas khusus.
Fahmi Darmawansyah, narapidana kasus korupsi yang juga suami artis Inneke Koesherawati, ikut dijaring sebagai tersangka kasus suap. Fahmi bahkan diberikan fasilitas untuk bebas keluar masuk Lapas Sukamiskin.
Suap itu diperantarai orang dekat Wahid dan Fahmi, yakni Andri Rahmat (narapidana tahanan kasus pidana umum) dan Hendri Saputra (PNS Lapas Sukamiskin).
KPK memberi ultimatum kepada para kalapas di seluruh Indonesia agar tidak meniru perbuatan tercela Wahid Husen. Febri mengatakan, KPK tidak segan menindak kalapas lain apabila ada yang melakukan tindakan serupa.
"Kasus ini kami harap menjadi peringatan bagi seluruh kalapas di bawah Kementerian Hukum dan HAM agar tidak melakukan hal yang sama karena petugas permasyarakatan termasuk kategori penyelenggara negara yang dapat ditangani oleh KPK," ujar Febri.

Pulau Nusakambangan
Untuk mencegah agar kasus serupa tidak terulang KPK minta dilakukan pembenahan menyeluruh dan tidak sekadar menyalahkan oknum.
"Kita harus berhenti hanya menyalahkan oknum apalagi menggunakan dalih‑dalih, pembenaran‑pembenaran, dan apologi terhadap kondisi yang ditemukan tim KPK dalam kegiatan tangkap tangan," ungkap Febri.
KPK berharap, agar seluruh sel di Lapas Sukamiskin dan lapas lainnya, dikembalikan sesuai standar tanpa ada kemewahan apa pun. "Kami sambut baik, jika Kemenkumham serius melakukan perbaikan seperti yang disampaikan kemarin. Sepanjang hal tersebut dilakukan secara sungguh‑sungguh dan terus menerus," tambah Febri.
Dari pemeriksaan awal ditemukan informasi tarif kamar berfasilitas mewah di Lapas Sukamiskin mencapai Rp 200 juta‑Rp 500 juta. Para tahanan bisa memiliki fasilitas mewah yakni pendingin ruangan (AC), dispenser, televisi, kulkas, telepon seluler hingga mendapatkan jam besuk lebih lama dibandingkan narapidana lain.
KPK tengah mengkaji membuat lapas khusus untuk narapidana korupsi di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. "Kayaknya (lapas khusus) perlu dikaji. Bahkan kami di KPK dan Pak Saut (Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang--Red) kalau bisa ditempatkan di Nusakambangan saja sekalian," tegas Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, di Jakarta, Minggu.
Saut menambahkan, praktik dugaan suap untuk mendapat fasilitas mewah bagi para koruptor bukanlah hal baru di Lapas Sukamiskin. Informasi itu didapat dari hasil pemeriksaan terhadap Kalapas Wahid Husen. "Kalau kita melihat kronologi seseorang mendapat (suap) dua mobi, ada kesan itu sudah terbiasa," ungkap Saut. (Tribunjateng/Tribun Network/fel)