Ibadah Haji
Kekuatan Cinta Ahmadi, Tiga Kali Tolak Panggilan Haji karena tak Didampingi Istri
Sartoyah lebih banyak diam dengan pandangan menunduk. Ia mengamini saja apa yang terlontar dari bibir suaminya.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: m nur huda
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Sartoyah duduk menempel dengan suaminya, Ahmadi (91) saat awak media mewawancarai mereka menjelang berangkat haji, di rumah Desa Gumrelar Lor Kecamatan Tambak Banyumas.
Sartoyah lebih banyak diam dengan pandangan menunduk. Ia mengamini saja apa yang terlontar dari bibir suaminya.
Musim haji tahun ini satu di antara momentum paling membahagiakan dalam hidup Ahmadi. Ia bukan hanya diberi umur panjang bisa berkunjung ke tanah suci.
Ahmadi akhirnya bisa menunaikan ibadah haji bersama istri tercinta. Istri yang telah memberinya 11 anak dan mendampinginya sepanjang usia.
Kemesraan Ahmadi dan Sartoyah membuat pasangan itu sulit dipisahkan. Bahkan untuk urusan naik haji, Ahmadi enggan berangkat sendiri tanpa dampingan istri.
Maklum, Ahmadi telah bekerja keras selama puluhan tahun agar bisa mendaftar haji bersama sang istri.
Hingga uang receh yang ia kumpulkan selama puluhan tahun dari hasil bertani itu cukup untuk mendaftar haji berdua.
Tahun 2011, Ahmadi mantab mendaftar haji ke Kemenag. Tak perlu menunggu lama, sekira setahun kemudian, Ahmadi mendapat panggilan untuk berangkat haji.
Ia yang kala itu berusia 86 tahun mendapat prioritas pemberangkatan lebih awal karena masuk kategori calon jamaah risiko tinggi (risti).
Ahmadi mestinya bahagia mendapat penggilan berangkat haji lebih cepat. Kesempatan itu sangat dinantikan oleh ribuan calon jamaah haji lain yang masih harus menunggu bertahun-tahun untuk diberangkatkan.
Tetapi Ahmadi justru memilih meletakkan kesempatan itu.
Alasannya, istri tercinta tak ikut serta diberangkatkan ke tanah suci waktu itu.
Sartoyah masih harus menunggu tahun berikutnya untuk diberangkatkan.
Ahmadi enggan berangkat sendiri, sementara istrinya tertinggal di rumah. Keduanya berat berpisah, meski untuk sementara waktu.
"Alasannya, daftarnya bareng kok berangkatnya sendiri-sendiri,"kata Kepala Desa Gumelar Lor Kecamatan Tambak Banyumas Slamet menirukan pernyataan Ahmadi, Kamis (2/
Keberangkatan Ahmadi ke tanah suci akhirnya tertunda. Ia rela menunggu berangkat tahun berikutnya asal bisa didampingi istri.
Padahal pertambahan tahun sangat beharga bagi kehidupan Ahmadi. Ia harus berpacu dengan umur yang tak bisa diajak kompromi. Bukan hanya usianya yang semakin lanjut, tubuh Ahmadi pastinya kian rapuh. Syukur ia nanti masih diberi umur panjang.
Dalam kondisi demikian, yang bisa ia lakukan hanyalah melangitkan doa, berharap diberi umur panjang, hingga ada kesempatan haji bersama sang istri.
Akhirnya Ahmadi mendapatkan panggilan kembali di tahun berikutnya. Tetapi kali ini ia pun harus berangkat sendiri. Sartoyah tak masuk daftar calon jamaah haji yang diberangkatkan tahun itu.
Pendirian Ahmadi ternyata tak berubah. Ia menolak diberangkatkan tahun itu dengan alasan yang sama. Ahmadi memilih bersabar, meski keinginannya melihat kakbah telah menggebu.
Mantan pejuang veteran ini kembali membuang kesempatan itu. Seakan, tidak ada kesempatan yang lebih manis bagi Ahmadi, kecuali bisa memenuhi panggilan Allah bersama sang istri.
Hingga tahun berikutnya, Ahmadi kembali dipanggil untuk berangkat haji. Kesempatan kali ini cukup melegakan.
Sartoyah turut dipanggil dan masuk daftar calon jamaah haji tahun itu. Ahmadi dan Sartoyah pun bisa berangkat haji di tahun yang sama.
Tetapi keduanya harus terpisah kloter. Jadwal pemberangkatan pasangan kakek nenek itu berbeda hari.
Jika begitu, sama saja Ahmadi tak bisa berangkat didampingi istri.
Akhirnya keduanya memutuskan untuk bersabar kembali. Pasangan itu berharap akan ada saat yang tepat nanti, bisa berangkat haji bersama dalam satu kloter. Meski waktu yang dinantikan itu entah kapan.
"Dipanggil sudah 3 kali pak Ahmadi gak mau karena tidak bareng istri. Pernah dipanggil bareng, tapi kloter berbeda, akhirnya memilih menunggu lagi,"katanya
Akhirnya saat yang dinanti itu tiba. Musim haji 2018 ini menjadi jawaban atas doa sejoli ini. Mereka dipanggil untuk berangkat haji pada kloter yang sama.
Ahmadi memang tidak perlu mengantre puluhan tahun layaknya calon jamaah haji lain yang berusia muda. Namun ia tak ubahnya menunggu antrean, karena harus bersabar untuk bisa menunaikan haji bersama sang istri.
Keduanya masih diberi umur panjang sehingga bisa mewujudkan impian mereka ke tanah suci.
Sayang, di akhir penantian panjang itu, tubuh renta Sartoyah justru melemah. Ia sudah kesulitan berjalan.
Kemungkinan besar, nenek itu akan melaksanakan ibadah haji menggunakan kursi roda.
Namun dengan tekad yang bulat, ia memutuskan tetap berangkat. Terlebih suami tercinta setia mendampinginya sehingga membuatnya lebih tenang.
Cerita lain jika ia harus berangkat sendiri tanpa suami, keberangkatannya mungkin lebih berat.
Beruntung Ahmadi masih dikaruniai fisik yang bugar, meski usianya lewat kepala sembilan. Ia bisa menjaga istri tercintanya yang lemah hingga berhasil melaksanakan ibadah haji dengan sempurna.
Ini seolah adalah jawaban atas kengototan Ahmadi dulu yang kukuh ingin ke tanah suci bersama Sartoyah.
Ternyata ia ingin senantiasa menjaga, kemudian memastikan istrinya baik-baik saja.
"Harapannya kami bisa melaksanakan ibadah haji, rukun-rukunnya, kewajibannya dan kesunatannya dengan lancar,"kata Ahmadi.(*)