Gempa Donggala
GEMPA DONGGALA, Ribuan Warga Tidur di Jalan
Ribuan warga terpaksa tidur di ruas jalan pasca-gempa bermagnitudo 7,4 SC diikuti tsunami menghantam Kota Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9).
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Ribuan warga terpaksa tidur di ruas jalan pasca-gempa bermagnitudo 7,4 SC diikuti tsunami menghantam Kota Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9).
Warga masih diminta untuk tidak masuk ke dalam bangunan maupun rumah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau warga untuk tidak ke dalam rumah mengingat masih terjadinya gempa susulan dan sebagian besar rumah warga sudah tidak stabil pasca-gempa awal.
"Iya, masih ada yang tidur di jalanan. Saya juga mengimbau untuk tidak dulu masuk ke dalam bangunan karena masih ada kemungkinan gempa susulan," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jakarta, Sabtu (29/9).
Sampai pada pukul 16.00WIB, setidaknya baru ada 24 titik pusat pengungsian yang bisa diakses oleh warga di Kota Palu. Sementara, jumlah pengungsi mencapai 16.732 orang. Dan barang-barang yang dibutuhkan oleh para pengungsi di antaranya adalah tenda, terpal, selimut, makanan siap saji, air bersih, tenaga medis dan obat-obatan, sangat mendesak bagi para warga.
Sutopo mengungkapkan setidaknya sudah dua gardu listrik yang sudah menyala dari total tujuh gardu yang sebelumnya mati. Pihaknya bersama dengan pemangku kepentingan akan terus berupaya untuk menghidupkan gardu-gardu tersebut sehingga, dapat menghidupkan komunikasi yang sempat terputus.
"Terutama di Kabupaten Donggala. Kami, masih belum bisa akses ke sana. Kemungkinan besar, di sana paling buruk dampaknya," jelas dia.
Korban meninggal yang semula diumumkan berjumlah 48 orang, seketika meningkat hingga 384 orang yang semuanya teridentifikasi berada di enam rumah sakit. Sementara korban jumlah luka berat mencapai 540 orang. Menurutnya, jumlah tersebut akan terus bertambah, mengingat masih banyak korban yang tertimpa reruntuhan bangunan atau terseret arus laut.
"Masih kemungkinan terus bertambah. Karena yang belum teridentifikasi masih banyak," lanjut Sutopo.
Bukan hanya itu, akses darat menuju Palu, baik dari Makassar dan sekitarnya juga sempat terputus akibat tanah longsor yang diakibatkan oleh gempa berkekuatan 7,4 SC. Bandar udara Mutiara SIS Al-Jufrie yang mengalami kerusakan di runway sepanjang 500 meter, kini telah dibuka kembali dan akan diprioritaskan untuk bantuan dan logistik serta evakuasi warga menuju Makassar.
Tebing bawah laut longsor
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menganalisis terjadinya tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, terlebih soal bagaimana gelombang air laut yang setinggi 6 meter bisa menerjang daratan.
Gelombamg setinggi 6 meter sebelumnya dikatakan oleh Kepala Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
"BMKG bilang tinggi bisa mencapai 3 meter kan, tapi ternyata lebih, bahkan 6 meter. Analisis kami, itu tadi karena ada tebing bawah laut yang longsor dan volume air laut yang kemudian bertambah," ujarnya di Gedung BNPB, Jakarta.
Dia berhipotesis karena tsunami terjadi di teluk, yakni Teluk Palu, terdorong oleh air yang merupakan hasil longsor tebing bawah laut itu. "Karena teluk itu kan dia menjorok ketika ke daratan," tambahnya.
Dari sana, dirinya menjelaskan gelombang yang volume airnya besar itu pun menerjang daratan dengan kencang, karena terakumulasi dengan gelombang yang dibawa dari laut atau dari longsor bawah laut. "Jadi mungkin awalnya di mulut teluk enggak terlalu besar, tapi begitu dia terdorong dari belakang dan teramplifikasi, itu akan naik dan kecepatannya juga tinggi," katanya.