Mengenal Batik Rifaiyah Khas Batang, Keunikan Motif hingga Proses Membatik yang Kaya Makna Spiritual
Salah satu keunikannya, desain batik khas Batang ini menampilkan motif mozaik binatang yang tidak tergambarkan secara utuh
Penulis: dina indriani | Editor: muslimah
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Dina Indriani
TRIBUNJATENG.COM,BATANG - Di Kabupaten Batang, Jawa Tengah terdapat batik khas yang syarat akan makna spiritual, dari motif hingga proses membatiknya sambil melantunkan kidung syair berbahasa jawa.
Berasal dari Desa Kalipucang, Kecamatan Batang batik yang berkembang karena mengadopsi ajaran KH. Ahmad Rifai ini kemudian dikenal dengan nama Batik Rifaiyah.
Batik Rifaiyah pun sudah populer hingga mampu menembus pasar luar negeri.
Salah satu keunikannya, desain batik khas Batang ini menampilkan motif mozaik binatang yang tidak tergambarkan secara utuh.
"Batik Rifaiyah terdapat pengaruh kuat dari ajaran Islam yang diajarkan oleh guru besar KH. Ahmad Rifai melewati kitab karyanya, Tarajumah. Salah satu ajarannya ini melarang penggambaran makhluk hidup selain tumbuh-tumbuhan (flora) yang menyesatkan aqidah, kecuali yang sudah mati atau yang sudah terpotong, bila ada gambar hewan yang masih hidup maka hukumnya haram untuk dipakai sebagai pakaian," terang Pengrajin Batik Rifaiyah, Mutmainah kepada Tribunjateng.com, Selasa (2/10/2018).
"Ajaran dari Syeh Ahmad Rifai menjadi dasar dan ciri utama bagi ragam hias atau motif-motif Batik Rifaiyah yang terkesan ‘floral’, meskipun pada motif-motif batik rifaiyah terdapat bentuk-bentuk bagian hewan (fauna) namun dalam keadaan yang sudah tidak utuh lagi sebagai hewan (makhluk hidup) karena sudah dipotong-potong dan disamarkan menjadi berkesan floral," lanjutnya.
Dijelaskan Mutmainah, hingga saat ini terdapat 24 motif batik Rifaiyah yang sudah dibuat dan diinovasikan, yaitu pelo ati, kotak kitir, banji, sigar kupat, lancur, tambal, kawung ndog, kawung jenggot, dlorong, materos satrio, ila ili, gemblong sairis, dapel, nyah pratin, romo gendong, jeruk no’i, keongan, krokotan, liris, klasem, kluwungan, jamblang, gendaghan dan wagean dan semua ragam motif mengandung makna spiritual masing-masing.
"Setiap motif mengandung makna ajaran spiritual misalnya dalam ragam hias Pelo Ati yang menggambarkan ajaran sufisme (tasawuf), motif ini bergambar ayam merak yang kepalanya terpancung dan di dalam badannya ada hati dan di luarnya ada pelo (ampela), hati menggambarkan sifat-sifat terpuji dan ampela menggambarkan tempatnya kotoran, yaitu sifat-sifat buruk manusia sehingga mengingatkan kita semua sifat tercela dan kotor ini haruslah dibuang jauh-jauh," jelasnya.
Dalam proses membatiknya pun, para perajin Batik Rifaiyah yang kental menganut ajaran islam membatik sambil melantunkan kidung syair berbahasa jawa dan arab yang berisi nasihat, dengan demikian kegiatan membatik menjadi kegiatan yang cukup sakral harus dilakukan dalam keadaan hati yang bersih.
"Dalam proses pembuatannya ada ritual yang biasa dijalankan sebelum membatik, dengan sholat Dhuha terlebih dahulu, para pengrajin pun membatiknya seringkali diiringi kidung syair berbahasa Jawa dan Arab yang berisi nasihat kepada manusia dan lingkungan alam semesta, dan juga sebagai media dakwah," ujarnya.
Di Desa Kalipucang yang menjadi sentra Batik Rifaiyah, terdapat 120 pengrajin perempuan dari remaja hingga yang sudah berusia lanjut, dalam membatik satu kain halus pengrajin bisa membutuhkan waktu pengerjaan dua hingga tiga bulan yang dijual dengan kisaran harga Rp 500 Ribu hingga Rp 3 Juta.
Batik Rifaiyah pun seringkali mengikuti berbagai pameran bahkan pameran hingga luarnegeri.
"Alhamdulillah dari Pemkab selalu mendukung Batik Rifaiyah, bahkan Provinsi hingga Nasional pun juga, kami juga selalu diikutsertakan oleh Bekraf untuk mengikuti pameran diberbagai daerah bahkan luar negeri, diantaranya Singapore dan Jepang, dan antusiasnya cukup banyak yang tertarik," pungkasnya. (*)