Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Rizal Ramli Sindir Rhenald Kasali soal Freeport, Fadli Zon: Kadang Nyamar Sebagai Ahli Politik

Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon ikut menanggapi sindiran Rizal Ramli ke Rhenald Kasali soal Freeport.

Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
kolase/Tribunjateng
Fadli Zon tanggapi sindiran Rizal Ramli ke Rhenald Kasali 

TRIBUNJATENG.COM- Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon ikut menanggapi sindiran Rizal Ramli ke Rhenald Kasali soal Freeport.

Tanggapan Fadli Zon itu ia sampaikan melalui akun Twitter Fadli Zon @fadlizon yang ia tulis pada Jumat (28/12/18).

Mulanya, Rhenald Kasali memuji pemerintahan Presiden Jokowi yang berani mengambil kebijakan divestasi Freeport.

Lantas pujian Rhenald Kasali itu mnendapat tanggapan dan sindiran dari Rizal Ramli.

Rizal Ramli membantah pernyataan Guru Besar Fakultan Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali.

Rhenald Kasali Disindir Rizal Ramli soal Dukungan Divestasi Freeport

Inilah Ramalan Peruntungan Shio Ular 2019 Tahun Babi Tanah, Lengkap Dari Keuangan, hingga Asmara

Beredar Foto Jokowi di Lokasi Tsunami Banten, Natalius Pigai Kirim Surat Terbuka: Pencitraan

Dalam cuitan tersebut, Rizal Ramli menyebut Rhenald Kasali adalah sosok ahli marketing yang menyamar menjadi ahli geostrategis.

Menurut Rizal pernyataan Rhenald Kasali soal Freeport kurang tepat.

Rizal Ramli menilai jokowi mempercepat deal soal Freeport agar mendapatkan dukungan Amerika jelang pilpres.

"Wah teman saya @Rhenald_Kasali, ahli marketing lagi nyamar jadi ahli geostrategis justru Jkw deal cepat dgn Freeport spy dapat dukungan Amerika jelang Pilpres," tulisnya.

Rizal Ramli sindir Rhenald Kasali
Rizal Ramli sindir Rhenald Kasali (kolase/Tribunjateng)

Lantas, sindiran Rizal Ramli itu direspons oleh Fadli Zon.

Fadli Zon menyebut Rhenald Kasali menyamar sebagai ahli politik meski pura-pura tak berpolitik.

Sebelummnya, Rhenald Kasali menganggap pengambil alih sebagian besar saham PT Freeport Indonesia merupakan langkah berani yang diambil Presiden Joko Widodo.

Dia mengatakan, banyak pihak mengatakan bahwa Freeport memang sudah saatnya beralih ke tangan Indonesia karena kontraknya akan habis 2021.

Namun, ia menilai pemimpin sebelumnya tak ada yang secara tegas bersikap untuk merebut Freeport untuk dikuasai Indonesia.

"Ide itu murah karena tak berisiko apa-apa, tetapi implementasi itu mahal karena yang menjalankan akan babak belur," ujar Rhenald dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/12/2018) yang dilansir dari Kompas.com.

TANDA KIAMAT: Alasan Pasangan Kumpul Kebo Lesbian Ini Bikin Ngelus Dada

Rhenald Kasali Disindir Rizal Ramli soal Dukungan Divestasi Freeport

Anak Konglomerat Ini 5 Kali Ditangkap Polisi terkait Kasus Pemerkosaan

Rhenald mengatakan, pihak yang berada di luar lingkaran pengambil kebijakan akan menilai merebut Freeport merupakan hal yang mudah. Namun, risiko yang diterima tak hanya dari dalam, tapi juga tekanan dari luar. Nyatanya, kata Rhenald, begitu Jokowi mulai mengeksekusi rencana mengambil sebagian besar saham PTFI, pusat pemerintahan terus digoyang.

Belum lagi gejolak di Papua di mana kelompok bersenjata menembaki warga sipil di sekitar area tambang Freeport.

Hal tersebut mulai terjadi setelah negosiasi pindah tangan saham mencapai kesepakatan.

"Maka jangan heran pemimpin-pemimpin yang dulu selalu memundurkan action karena kurang berani atau mereka kurang pandai bertempur, kurang gigih," kata Rhenald. "Mereka selalu geser ke belakang begitu saatnya tiba di tangan leadership mereka," lanjut dia.

Ada juga pihak yang menyebut pemerintah atas pembelian 51 persen saham Freeport karena menganggap perusahaan tersebut memang punya Indonesia.

Padahal kata Rhenald, yang dimiliki Indonesia adalah kekayaan alamnya meliputi tanah, tambang emas, tembaga, dan sebagainya.

Sementara Freeport merupakan perusahaan yang mengelola kekayaan alam Indonesia. PTFI juga tetap membayar pajak hingga royalti, bahkan salah satu penyumbang pajak terbesar.

"PT ini bukan milik kita. Itu dibawa asing ke tanah Indonesia dan kalau mereka diusir, pasti aset-asetnya itu diangkut semua keluar," kata Rhenald.

"Kita pasti tak bisa olah emas itu dengan cara-cara konvensional. Jadi kalau mau diambil, ya harus bayar kompensasinya," lanjut dia.

Lain halnya jika Indonesia hanya ingin menguasai tanahnya.

Indonesia bisa saja mengusir Freeport dan membangun perusahaan baru di atasnya.

Namun, kata Rhenald, butuh waktu puluhan tahun untuk membangunnya dan membutuhkan biaya jauh lebih besar.

Diketahui, pemerintah secara resmi menguasai saham mayoritas di PT Freeport Indonesia melalui PT Inalum (Persero), Sabtu (22/12/2018).

Dikutip dari laman resmi Setkab, dengan beralihnya kepemilikan saham mayoritas ke Inalum, Kontrak Karya Freeport berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP).

BERITA LENGKAP: Penangkapan Ketua Asprov PSSI Jateng Johar Lin Eng di Bandara Halim

Ketua Asprov PSSI Jateng Johar Lin Eng Ditangkap, Gusti Randa: Exco Kaget dengan Penangkapan Ini

Peruntungan Shio Hari Ini Jumat 28 Desember Tahun Anjing Tanah Imlek 2659

 

Dengan terbitnya IUPK ini, maka PT Freeport akan mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi.

PT. Freeport Indonesia juga akan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun.

Dalam divestasi saham ini, Inalum membayar 3,85 miliar dolar AS kepada Freeport McMoran Inc (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan Inalum meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen

Menurut Jokowi, telah resminya 51 persen lebih saham Freeport dikuasai Inalum, maka hari ini menjadi sejarah bagi Indonesia setelah puluhan tahun menjadi pemegang saham minoritas.

"Ini digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bahwa nantinya pendapatan, baik pajak, non pajek, royalti lebih baik dan inilah kita tunggu," ucapnya.

Jokowi menuturkan, persoalan mengenai lingkungan terkait pembangunan smelter Freeport pun telah terselesaikan dan memperoleh kesepakatan. Masyarakat di Papua pun telah mendapatkan 10 persen saham dari Freeport.

"Saya mendapat laporan terkait lingkungan yang berkaitan dengan smelter telah terselesaikan dan sudah disepakati. Artinya semuanya sudah komplit dan tinggal bekerja saja. Dan juga masyarakat di Papua juga akan mendapatkan 10 persen dari saham yang ada. Dan tentu saja papua dapat pajak daerahnya," tandasnya.

Sesuai kesepakatan dalam perjanjian Head of Agreement (HoA), Inalum membayar 3,85 miliar dolar AS atau sekitar Rp 56 triliun kepada Freeport McMoRan Inc. (FCX), untuk menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan tambang tersebut

Holding industri pertambangan PT Inalum (Persero) akan meningkatkan kepemilikan sahamnya di PT Freeport Indonesia (PTFI) dari 9,36 persen menjadi 51,2 persen.

Melalui peningkatan tersebut, untuk pertama kalinya Pemerintah Daerah (Pemda) Papua akan mendapatkan alokasi saham.

Dengan begitu, kepemilikan mayoritas entitas Indonesia di PTFI, yang telah mengelola tambang emas dan tembaga di Kabupaten Mimika, Papua, sejak 51 tahun yang lalu, akan segera terealisasi.

Dari 100 persen saham PTFI, Pemda Papua akan memiliki 10 persen, Inalum 41,2 persen, dan Freeport McMoRan sebesar 48,8 persen. Namun, gabungan antara Inalum dan Pemda Papua akan menjadikan entitas Indonesia menjadi pengendali PTFI.

Sepuluh persen saham Pemda Papua tersebut kemudian dibagi menjadi 7 persen untuk Kabupaten Mimika, yang di dalamnya termasuk hak ulayat, serta 3 persen untuk Provinsi Papua.

Melalui saham yang dimiliki, Pemda Papua akan mendapatkan dividen minimal sebesar 100 juta dollar AS atau Rp 1,45 triliun per tahun yang akan didapatkan setelah tahun 2022. Dimana operasional PTFI akan berjalan secara normal setelah masa transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah.

Selain saham, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 37/2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di BidangUsaha Pertambangan Mineral, pemerintah daerah juga akan mendapatkan 6 persen dari laba bersih PTFI.

Nantinya, 6 persen laba bersih itu akan dibagi menjadi 2,5 persen untuk Kabupaten Mimika, 2,5 persen untuk Kabupaten di luar Mimika, dan 1 persen untuk Provinsi Papua.

Seluruh manfaat tersebut berada di luar bantuan CSR dan community development serta pendapatan pajak daerah dan royalti. Terkait pembelian saham Pemda Papua, Inalum akan memberikan pinjaman kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)s Papua sebesar 819 juta dollar AS yang dijaminkan dengan saham tersebut. Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen PTFI yang akan didapatkan oleh BUMD Papua.

Namun, menurut Kepala Komunikasi Korporat dan Hubungan Antar Lembaga Inalum Rendi A. Witular, dividen tersebut tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan.

“Tidak ada dana dari APBD Pemda Papua yang digunakan untuk membeli saham. Cicilan dari pembelian saham akan dibayarkan melalui dividen PTFI dan tidak semuanya dipakai untuk bayar cicilan. Akan ada uang tunai yang akan didapatkan oleh Pemda setiap tahunnya,” terang Rendi dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima Jumat (21/12/2018).

Lebih lajut, dia mengatakan, saham Pemda Papua tersebut nantinya akan dimasukan ke perusahaan khusus bernama PT Indonesia Papua Metal dan Mineral. Di mana sahamnya akan dimiliki Inalum sebesar 60 persen dan Pemda Papua melalui BUMD sebesar 40 persen.

“Struktur kepemilikan pemerintah daerah tersebut adalah struktur yang lazim dan sudah mempertimbangkan semua aspek. Termasuk aspek perpajakan yang lebih efisien bagi semua pemegang saham,” ucapnya. (TribunJateng.com/Woro Seto)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved