Rhenald Kasali Disindir Rizal Ramli soal Dukungan Divestasi Freeport
Rizal Ramli membantah pernyataan Guru Besar Fakultan Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali soal Freeport
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNAJETNG.COM- Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Rizal Ramli membantah pernyataan Guru Besar Fakultan Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali.
Hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @RamliRizal pada Kamis (27/12/18).
Dalam cuitan tersebut, Rizal Ramli menyebut Rhenald Kasali adalah sosok ahli marketing yang menyamar menjadi ahli geostrategis.
Menurut Rizal pernyataan Rhenald Kasali soal Freeport kurang tepat.
Rizal Ramli menilai jokowi mempercepat deal soal Freeport agar mendapatkan dukungan Amerika jelang pilpres.
"Wah teman saya @Rhenald_Kasali, ahli marketing lagi nyamar jadi ahli geostrategis justru Jkw deal cepat dgn Freeport spy dapat dukungan Amerika jelang Pilpres," tulisnya.

Sebelummnya, Rhenald Kasali menganggap pengambil alih sebagian besar saham PT Freeport Indonesia merupakan langkah berani yang diambil Presiden Joko Widodo.
Dia mengatakan, banyak pihak mengatakan bahwa Freeport memang sudah saatnya beralih ke tangan Indonesia karena kontraknya akan habis 2021.
• Inilah Ramalan Peruntungan Shio Ular 2019 Tahun Babi Tanah, Lengkap Dari Keuangan, hingga Asmara
• Inilah Ramalan Peruntungan Shio Naga 2019 Tahun Babi Tanah, Lengkap Dari Keuangan hingga Asmara
• TANDA KIAMAT: Alasan Pasangan Kumpul Kebo Lesbian Ini Bikin Ngelus Dada
• Beredar Foto Jokowi di Lokasi Tsunami Banten, Natalius Pigai Kirim Surat Terbuka: Pencitraan
Namun, ia menilai pemimpin sebelumnya tak ada yang secara tegas bersikap untuk merebut Freeport untuk dikuasai Indonesia.
"Ide itu murah karena tak berisiko apa-apa, tetapi implementasi itu mahal karena yang menjalankan akan babak belur," ujar Rhenald dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/12/2018) yang dilansir dari Kompas.com.
Rhenald mengatakan, pihak yang berada di luar lingkaran pengambil kebijakan akan menilai merebut Freeport merupakan hal yang mudah. Namun, risiko yang diterima tak hanya dari dalam, tapi juga tekanan dari luar. Nyatanya, kata Rhenald, begitu Jokowi mulai mengeksekusi rencana mengambil sebagian besar saham PTFI, pusat pemerintahan terus digoyang.
Belum lagi gejolak di Papua di mana kelompok bersenjata menembaki warga sipil di sekitar area tambang Freeport.
Hal tersebut mulai terjadi setelah negosiasi pindah tangan saham mencapai kesepakatan.
"Maka jangan heran pemimpin-pemimpin yang dulu selalu memundurkan action karena kurang berani atau mereka kurang pandai bertempur, kurang gigih," kata Rhenald. "Mereka selalu geser ke belakang begitu saatnya tiba di tangan leadership mereka," lanjut dia.
Ada juga pihak yang menyebut pemerintah atas pembelian 51 persen saham Freeport karena menganggap perusahaan tersebut memang punya Indonesia.