Forum Guru
OPINI Udi Utomo: Belajar Pendidikan Kebencanaan dari Jepang
Kita sepakat perlunya pendidikan kebencanaan. Presiden Jokowi pun telah memerintahkan Mendikbud
Selain itu, pembelajaran di persekolahan kita, belum kontekstual. Materi pelajaran jauh dari jangkauan pemikiran dan apa yang dirasakan peserta didik. Sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi peserta didik. Apa yang dipelajari di sekolah, tidak ada kebermanfaatannya bagi peserta didik di dalam kehidupannya sehari-hari.
Maka pendidikan kebencanaan bukanlah suatu pelajaran yang berisi teori-teori kebencanaan. Tetapi berilah suatu otonomi bagi sekolah dan guru untuk mengembangkan kurikulumnya. Pengembangan kurikulum dengan menyesuaikan kerawanan bencana yang terjadi di wilayahnya masing-masing.
Misal wilayah yang potensi tsunami maka fokuskan pada mitigasi bencana tsunami. Wilayah yang rawan gempa bumi maka fokuskan mitigasi pada bencana gempa bumi. Wilayah yang rawan gunung meletus maka fokuskan mitigasi pada bencana gunung meletus dan seterusnya.
Sekali lagi, pendidikan kebencanaan bukan teori tentang kebencanaan. Tetapi lebih pada tujuan membentuk sikap dan karakter peserta didik yang tanggap bencana. Suatu praktik dalam menghadapi bencana. Siswa yang terlatih dan tahu apa yang harus dilakukan ketika ada bencana.
Pendidikan kebencanaan menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia. Ini karena letak wilayah Indonesia yang berada di tiga lempeng benua (Euro Asia, Indo-Australia, dan Pasifik) dan di lintasi jalur penggunungan api (ring of fire).
Letak tersebut sangat rentan dengan resiko bencana seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus, banjir, longsor dan lain sebagainya. Bahaya adanya bencana akan selalu ada di sekeliling kita. Apalagi dengan sistem peringatan dini atauearly warning system (eWS) yang belum maksimal. Maka kemampuan mitigasi bencana menjadi mutlak dimiliki masyarakat. (*)