Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kritik Utang Pemerintah, Fahri Hamzah: Prabowo Gak Salah Bilang Bayi Lahir Menanggung Rp 9 Juta 

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengkritik soal utang pemerintah. Fahri membenarkan perkataan Prabowo, bayi lahir menanggung utang rp 9 juta

Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
kolase/Tribunjateng
Fahri Hamzah sindir Sri Mulyani 

TRIBUNJATENG.COM- Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengkritik soal utang pemerintah.

Hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @Fahrihamzah pada Sabtu (12/1/19).

Fahri menilai bahwa utang membuat beban berlanjut ke generasi selanjutnya.

Fahri megatakan bahwa capres nomor urut 2, Prbaowo Subianto kerap menginggatkan soal utang negara yang mencapai 9000 Triliun rupiah.

Irwansyah Elus Manja Perut Zaskia Sungkar : Alhamdulillah Udah 2 Bulan, Postingannya Banjir Doa

Misteri Siswi SMA 10 yang Ditemukan Meninggal di Sungai Musi

Prakiraan Cuaca di Kabupaten Pati Hari Ini, Sabtu 12 Januari 2019

Jadwal Lengkap Live Streaming Liga Inggris Pekan 22 Sabtu-Selasa di RCTI & MNC TV

Berikut cuitan Fahri Hamzah selengkapnya:

Mulai banyak yang mengingatkan pemerintah soal utang negara. Sebenarnya utang pemerintah karena rezim yang berhutang. Tapi beban ya berlanjut, siapapun yang berkuasa harus komit bayar hutang. Belakangan kajian Bank Dunia mengingatkan soal Infrastruktur .

Capres @prabowo paling sering mengingatkan dalam buku yang beliau tulis #ParadoksIndonesia (nanti saya tulis khusus). Bahkan beliau menyebut hutang sudah mencapai 9000 Trilyun Rupiah mengutip data Moody’s dari Bloomberg.

Saya sendiri layak menilai perkembangan hutang tak terkendali akibat sejak awal pemerintah tidak merencanakan hutang dengan baik. Sekarang infrastruktur misalnya yg entah dari mana rencana, akhirnya akan mengorbankan BUMN kita. Lihat saja nanti.

Infrastruktur yg dibangun secara ugal-ugalan akan jadi bencana besar bagi perekonomian...penugasan kepada BUMN itu yg paling akan melahirkan skandal di masa depan. BUMN baru semacam Inalum saja sudah penuh skandal. Apalagi yg lama.

Ini membuat pemerintah dan @DPR_RI sebagai pemilik BUMN tidak mendapatkan informasi yang benar tentang keadaan BUMN kita sebenarnya; berapa hutangnya, berapa untungnya dan ada potensi masalah apa? Ini yang dijelaskan dalam konsep Prinsipal Agent Problem.

“Principal Agent Problem” terjadi ketika sebuah entitas atau pemilik (principal) mendelegasikan tugas manajerial kpd entitas/instansi lain (agent), tapi pemilik tidak memiliki informasi yang utuh tentang bagaimana sang agen menjalankan tugasnya secara teknis dan mendetail.

Adanya ketimpangan informasi ini menyebabkan potensi moral hazard oleh pihak yang memiliki informasi lebih kepada pihak pemilik yang minim informasi. Ini natural saja. Karena pemilik biasanya tidak peduli dengan soal detil.

Prakiraan Cuaca BMKG Kota Sragen Hari ini, Malam Nanti Hujan Lebat

Reaksi Fadli Zon saat Mahfud MD Sebut KPU Bakal Dituduh Curang oleh Parpol yang Kalah

Misteri Siswi SMA 10 yang Ditemukan Meninggal di Sungai Musi

Kecenderungannya, untuk kepentingan kinerjanya sang agen hanya memberi informasi yang baik-baik saja kepada principal, informasi yang tidak menyenangkan disimpan dalam-dalam. BUMN belakangan sering sekali nampak berdandan di depan pemiliknya.

Selanjutnya terjadi penyimpangan kepentingan oleh agen, sehingga hasil akhir dari kebijakan-kebijakan agen tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemilik (principal).
Ini adalah akumulasi yg tidak nampak di awal tapi akan meledak di ujung.

Ini adalah teori umum dalam dunia manajemen, dalam praktek kejadian seperti ini sudah umum juga baik dalam dunia bisnis maupun politik (pemerintahan). Bahkan skandal-skandal besar dalam dunia politik dan bisnis dimulai dari problem ini.

Dasar teori ini saya pernah pakai untuk mengungkap skandal bail out bank century yang merugikan negara triliunan rupiah dan detail skandal “perampokkan” uang negara ini saya rangkum dalam sebuah buku “kemana Ujung Century?”.

Ketika tugas di komisi 6 yang membawahi dan mengawasi kementerian BUMN, teori ini juga saya gunakan untuk mengawasi perilaku BUMN. Dan saya rekam perjalanan pengawasan BUMN itu dalam sebuah buku berjudul “Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat”

Sekarang mari kita pakai teori ini untuk mengungkap utang negara rezim Ini. Utang negara itu dibagi dua, utang publik (pemerintah dan BI) dan utang swasta. Jadi yang banyak kita bicarakan ini adalah utang publik krn menyangkut urusan publik dan terkait dgn APBN scr langsung.

Jadi ketika negara ini punya utang, yang punya utang secara riil adalah rakyat bukan pemerintah, pemerintah tugasnya sebatas manajerial. Dampak akhirnya rakyat yang mengalami, apakah utang itu bikin sejahtera atau sebaliknya.

Jadi ketika pemerintah bilang utang kita masih aman, itu perspektif manajerial. Bahwa kita gak mungkin gagal bayar. Itu kepentingan agen dgn kreditur. Bagi rakyat sebagai pemilik adalah kesejahteraan. Apakah penumpukkan utang ini bikin sejahtera atau tidak?

Untuk melihat dampak utang bagi kesejahteraan kita lihat saja postur APBN kita. Untuk APBN 2019 ini, dari total belanja 2.439 T, alokasi bayar bunga utang saja sebesar 275,9 T jika ditambah cicilan utang 92 T Bunga+cicilan yg hrs dibayar sebesar 367,9 T.

data tersebut dapat kita Lihat dalam gambar grafik di bawah ini. Meneruskan keterangan dibatas, Artinya 15% dr belanja ABPN habis utk bayar bunga+cicilan utang.

Jelas angka tersebut adalah beban bagi APBN. Dan beban ini membuat alokasi anggaran untuk kesejahteraan semakin menyempit dari tahun ke tahun. BPJS kesehatan yang defisit 10 T saja tidak bisa ditolong oleh APBN. APBN kita jelas tersandera Utang.

Bahkan Menkeu sendiri tiap tahun selalu mengakui kalo APBN kita gali lobang tutup lobang. Ditandai Keseimbangan primer yang masih defisit 20,1 T tahu 2019. Artinya pemerintah akan menerbitkan utang baru sebesar 20,1 T khusus untuk bayar bunga utang.

Selayaknya kita berumah tangga, jika kita utang hanya untuk membayar bunga utang yang terus membengkak apakah keuangan rumah tangga itu bisa dikatakan sehat dan aman? Ini namanya terlilit utang atau terlilit rentenir.

Bagaimana pula utang dikatakan produktif kalo penambahan utang 20,1 T hanya untuk bayar bunga utang saja. Ini kan logika dan pertanyaan sederhana saja. Di sebut produktif harisnya ketika pokoknya mulai dibayar dari hasil kelola utang yg produktif.

Kalo pemerintah tidak merasa kuatir dengan utang kita, itu karena perspektif yang dipakai adalah manajerial, walaupun utang sebesar apa yang penting tidak gagal bayar. Kepercayaan kreditur dan pasar terjaga. Walaupun harus mengorbankan kesejahteraan rakyat.

Bagi pemberi hutang, yang penting kita membayar, mau ngutang lagi mereka gak peduli. Mau jual semua harta sampai bangkrut mereka gak peduli. Mau gadai semua harta warisan dia gak peduli. Nah, mengurus negara pemerintah harus bertanggungjawab.

Karena yang menanggung semua dampak membengkaknya utang pemerintah baik dalam jangka pendek maupun panjang adalah rakyat. Jadi gak salah kalo @prabowo bilang setiap bayi lahir langsung menanggung beban utang 9 juta rupiah atau bahkan lebih.

Karena pendapatan pajak dan kekayaan alam yang seharusnya bisa untuk mensejahterakan rakyat tergerus hanya untuk membayar bunga utang yang jumlahnya ratusan triliun setiap tahun. Sungguh ini adalah kejahatan kepada anak cucu kita.

Seharusnya kan kita mewarisi piutang, bukan mewarisi hutang. INDONESIA seharusnya dangan kekayaan yang ada setidaknya tidak tersandera oleh keharusan berhutang. Seharusnya Indonesia bisa menjadi mitra investasi. Bukan tukang hutang. Sekian. (TribunJateng.com/Woro Seto)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved