Pengakuan Buzzer: Dari Ancaman Pembunuhan hingga Diteror Melalui Telepon dan Bully Media Sosial
Menjalankan misi khusus politik tingkat tinggi sebagai sebagai buzzer media sosial pada proses pemilihan presiden, ternyata mempunyai masalah
Hasil riset Ghost Data, yang dilansir dari The Information, Agustus 2018, menunjukkan 95 juta atau 9,5 persen pengguna Instagram di seluruh dunia ialah BOT. Angka itu meningkat dibandingkan tahun 2015 yang menunjukkan 7,9% akun BOT di Instagram. Akun-akun BOT kerap mengunggah foto-foto hasil curian dari situs lain.
Menurut Ketua Indonesia Computer Emergency Response Team (ID-CERT), Budi Rahardjo, secara teknis pembuatan akun bot sangat mudah, bahkan hanya memakan waktu 10 menit.
"Pembuatan akun bot gampang saja, tinggal membuat program dan programnya itu mau disuruh untuk apa. Apakah mengakses halaman tertentu dan yang paling besar effort-nya itu kalau program ini harus membuat akun tertentu, dengan membuat akun secara manual. Setelah memiliki id dan password lalu dijalankan oleh robot-robot ini, itu paling gampang dan dalam waktu 10 menit selesai," kata Budi dikutip Media Indonesia, Selasa (21/8/2018).
Budi melihat penyebaran akun bot itu merata di berbagai media sosial, seperti Facebook, Twitter, atau Instagram. Pasalnya, si pembuat memiliki segmentasi target mereka. "Misalnya, mereka menyasar kaum milenial, maka akun-akun bot yang dibuat di Instagram atau Line, kalau untuk kalangan yang lebih tua bisa di Whatsapp dan Facebook. Namanya juga robot jadi mau dijalankan di mana saja tinggal diberi perintah," kata Budi.
Masih menurut Donny, seluruh konten yang disajikan ke publik merupakan data dan fakta yang di lapangan. Bukan berita bohong atau hoaks, tidak juga berita palsu. Tim Cyber 300 akan menautkan pemberitaan dari seluruh media arus utama (mainstream) sebagai data pendukung.
"Pasti. Harus ada tautan berita dari media kredibel. Tribun itu sering kami unggah juga sebagai data pendukung. Tidak mungkin dong, orang-orang tidak percaya sama Tribun? Beda lagi kalau pakai media yang tidak kredibel, kami pasti akan pikir ulang dan cari media lain," urainya.
Dia mengaku bekerja secara profesional walaupun tanpa dibayar oleh tim pemenangan calon presiden. Pria berkacamata itu bahkan mengaku mencari sponsor sendiri. "Tidak ada dari tim pemenangan. Saya tidak terafiliasi dengan mereka. Saya sama teman-teman bahkan cari dana sendiri," ungkapnya.
Namun, ia tidak memungkiri pendapatannya setara dengan upah minimum regional (UMR) setiap bulannya. Dengan catatan, jika ada pembiayaan dari penyandang dana. "Kalau ada. Setiap bulan dibayar UMR. Saya tidak memungkiri, butuh makan, butuh pulsa untuk kerja seperti ini. Uang capek lah," lanjutnya.
Hal itu, sudah lebih baik, karena pada akhir 2018 dia harus diberhentikan dari perusahaan tempatnya mencari nafkah. Kehidupan sulit pun ia jalani. Tak jarang, Donny harus menginap dari satu rumah temannya, ke rumah lainnya. "Sekarang, alhamdulillah sudah bisa bayar kosan lagi. Sebelum di Cyber 300, hidup saya luntang-lantung" ujarnya.
Kendati demikian, mungkin hal tersebut tidak akan bertahan lama. Proses menjadi Pasukan Udara hanya sampai pada gelaran pilpres usai. Setelahnya, ia masih belum tahu akan seperti apa? "Ini kan saya cuma sampai pilpres. Setelah itu mau jadi apa, masih belum tahu," katanya.
Kampanye Anti-Hoaks
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menilai siapa pun yang menjadi bagian dari peserta kampanye harus menyampaikan metode kampanye yang harus bertanggung jawab, baik itu melalui tim medsos atau buzzer di media sosial ataupun oleh peserta Pemilu itu sendiri.
Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar mengatakan Bawaslu melakukan tindakan menghapus (take down) terhadap beberapa akun yang mengandung unsur hoaks hingga ujaran kebencian (hatespeech).
"Apabila ada akun-akun yang dianggap menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks ya itu akan segera ditindak, baik ditake down atau dipidanai," kata Fritz Edward Siregar kepada Tribun Network, Rabu (19/2).
Sebagai institusi yang mengawasi Pemilu 2019, Bawaslu bersinergi dengan banyak instansi dalam hal menangkal buzzer-buzzer yang menyimpang dalam artian yang disebut di atas. "Data-data yang dilist dari Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait akun-akun yang menyebar ujaran kebencian, black campaign, hoaks, itu dilaporkan kepada kami. Jadi kami menerima laporan juga dari atas," tambah Fritz.