Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Dulu Ratusan Orang Tewas dan Jadi Tragedi Terburuk di Banjarnegara, Bukit Tlaga Lele Kembali Longsor

Bukit Telaga Lele yang berada di atas pemukiman warga runtuh hingga mengubur perkampungan dan seisinya

Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki
Bukit telaga lele dusun Jemblung desa Sampang Kecamatan Karangkobar Banjarnegara longsor kembali 

TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Peristiwa longsor di Dusun Jemblung Desa Sampang Kecamatan Karangkobar Banjarnegara menjadi satu di antara tragedi terburuk dalam sejarah Banjarnegara.

Bukit Telaga Lele yang berada di atas pemukiman warga runtuh hingga mengubur perkampungan dan seisinya.

Seratusan warga dilaporkan meninggal. Sebagian bahkan masih dinyatakan hilang atau tidak ditemukan.

Dusun yang mulanya ramai itu pun seketika mati. Warga yang selamat memilih meninggalkan kampung itu jauh-jauh karena dikejar trauma.

Sejak saat itu, dusun yang lenyap bersama para penghuninya itu tak lagi ditinggali. Kuburan kampung itu seketika menjelma jadi lahan belantara yang sepi. Lahan menjadi tak diketahui lagi batas kepemilikannya karena hantaman longsor.

Seiring perjalanan waktu, sebagian lahan ditumbuhi tanaman kayu yang lebih kuat mengikat tanah. Meskipun begitu, warga tetap menjaga jarak. Lahan dekat mahkota longsor tak dijamah.

Kini, lahan bekas pemukiman itu sudah lebat pepohonan. Tetapi jejak bencana dahsyat itu masih kentara.

Sebagian area bekas longsor masih terlihat gundul karena tak ada yang berani menanami.

Dari kejauhan, bukit itu masih menampakkan wajah angker.

Sekarang, bukit itu kembali memperlihatkan keganasannya. Tanah bukit kembali mengalami pergerakan. Sebagian materialnya terlepas hingga meluncur ke dasar lereng.

"Longsornya kan dua kali,"kata Siswanto, warga Desa Sampang Kecamatan Karangkobar

Menurut Siswanto, longsor terjadi dua kali sekira sepekan lalu. Pergerakan tanah diduga dipicu hujan lebat yang mengguyur wilayah itu akhir-akhir ini.

Dinding bukit terlihat semakin vertikal karena banyak materialnya terlepas. Tebing yang memiliki unsur tanah merah itu pun terlihat lebih gundul dibanding sebelumnya.

Untungnya, musibah kali ini tidak lagi memakan korban jiwa. Wilayah sekitar area longsor sudah lama dikosongkan untuk pemukiman.

Pun saat longsor terjadi, wilayah pemukiman yang kini berubah jadi tegalan itu sepi dari aktivitas petani.

Siswanto mengatakan, lahan bekas terdampak longsor itu sengaja ditanami kayu-kayuan oleh warga. Tanaman jenis itu tak butuh perawatan intensif layaknya tanaman musiman. Karena itu, lahan pertanian itu jarang dikunjungi petani.

"Itu kan ditanami pohon, jadi jarang petani kesitu,"katanya

Meski tak berdampak langsung terhadap warga, peristiwa ini bisa jadi alarm bagi penduduk sekitar.

Bukit yang pernah melenyapkan sebuah dusun dan menewaskan ratusan korban jiwa itu ternyata belum berhenti mengancam.

Longsor masih bisa terjadi sewaktu-waktu hingga mengancam keselamatan warga. Masih banyak material bukit yang belum terlepas jika tanah kembali bergerak.

Sebelum longsor yang baru-baru ini terjadi, dinding bukit memang sudah merekah. Kondisi itu bahkan terlihat jelas saat pengendara melintasi jalan raya provinsi, Desa Sampang Karangkobar.

Longsor kali ini membuka kembali memori kelam peristiwa longsor besar 2014 silam yang merenggut nyawa seratusan korban jiwa.

Sementara, sisa warga yang selamat kini telah membuka lembaran kisah hidup baru di desa lain. Bersama anggota keluarga atau warga lain yang masih tersisa, mereka berusaha mengubur trauma, lalu membangkitkan asa baru yang penuh bahagia. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved