Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Bukan Semata Mitos Nyi Roro Kidul, Ini Penjelasan Ilmiah Tak Boleh Kenakan Busana Hijau di Laut

Bukan semata karena mitos Nyi Roro Kidul menyukai warna hijau, rupanya hiu di laut sangat agresif terhadap warna biru. Selain itu tim sar akan sulit m

Penulis: Puspita Dewi | Editor: abduh imanulhaq
www.kompasiana.com
Bukan Semata Mitos Nyi Roro Kidul, Ini Penjelasan Ilmiah Tak Boleh Kenakan Busana Hijau di Laut 

Dalam kisah itu dideskripsikan gelombang tersebut memiliki air panas, mematikan segala makhluk, merobohkan tumbuh-tumbuhan yang ada di daratan, serta mengganggu makhluk-makhluk pengikut Nyi Roro Kidul.

"Sehingga Nyi Roro Kidul menghadap sendiri ke Panembahan Senopati dan memintanya untuk berhenti dari semedi," ucap Eko.

Pada kisah selanjutnya, terjadi percakapan antara keduanya hingga sepakat untuk saling membantu dalam membangun kerajaan Mataram Islam di tanah Jawa.

Kisah ini menarik perhatian Eko sebagai peneliti paleotsunami.

"Apakah cerita itu hanya benar-benar sebuah cerita rekaan atau mitos saja? Atau cerita itu sebenarnya sebuah metafor tentang sebuah gelombang di masa lalu?" ucap Eko.

"Nah, ketika itu tahun pendirian kerajaan Mataram Islam sendiri terjadi pada 1586, penyerbuan Hadiwijaya terjadi tahun 1584, dan hasil dating atau penanggalan (jejak tsunami purba) yang saya dapatkan plus minus 400 tahun yang lalu. Maka, seolah-olah ini menjadi waktu-waktunya sangat sinkron," tegasnya.

Eko menduga kisah tentang Nyi Roro Kidul ini adalah sebuah metafora.

"Bahwa gelombang besar itu terjadi benar. Tapi kemudian karena kebutuhan politik dari Panembahan Senopati yang ingin menjadi raja baru sementara dia bukan berdarah biru, maka dia perlu legitimasi politik," kata Eko.

"Ratu Pantai Selatan sampai meminta Panembahan Senopati untuk menghentikan semedinya. Seolah-olah, dia direstui untuk menjadi raja. Jangan-jangan kecerdasan politik Panembahan Senopati inilah yang kemudian dia bisa memanfaatkan yang sesungguhnya peritiwa alam," imbuhnya.

Sebagai informasi, letusan gunung pada tahun-tahun tersebut memang benar terjadi.

Hal ini membuat Eko juga mencurigai bahwa hasil temuannya juga merujuk pada gelombang tsunami yang sama dalam kisah tersebut.

"Tapi kemasan yang dihadirkan oleh Panembahan Senopati dan diceritakan itu adalah hasil kerja dia dan ayahnya untuk meminta tolong," ujar Eko.

Di beberapa menit akhir video tersebut, Eko terlihat sedang melakukan kerja lapangan.

Selanjutnya, dia nampak sedang memberikan penjelasan tentang riwayat gempa dan letusan gunung kepada beberapa orang.

Ketika memberikan penjelasan tersebut, dia berkata, "Kejadian gempa dan tsunami (dalam kepercayaan Yunani) selalu dikaitkan dengan Poseidon."

"Yang dilihat oleh orang, saat itu dan sekarang sama yaitu gempa dan tsunami. Hanya karena orang dari waktu ke waktu memiliki kepercayaan yang berbeda-beda, mereka menjelaskan dengan cara yang berbeda," tegasnya.

Lebih lanjut, Eko juga menyinggung mitos Nyi Roro Kidul di Selatan Jawa.

Menurutnya, legenda Nyi Roro Kidul merupakan hal serupa.

"Tugas kita adalah mengungkap cerita-cerita lama yang sebenarnya adalah kejadian yang sungguh-sungguh terjadi. Hanya karena kepercayaan masyarakat pada saat itu kemudian ceritanya seolah-olah berbeda," ujarnya.

Eko menuturkan, apa yang dia lakukan saat ini adalah salah satu cabang ilmu yang disebut geomitologi.

"Sebenarnya ini adalah ilmu yang mempelajari kisah-kisah mitos, yang kemudian dicoba dikaitkan dengan peristiwa alam yang terjadi," kata Eko.

"Prinsip yang digunakan seperti ini, bumi itu mempunyai siklus untuk peritiwa-peristiwa yang ada di dalamnya. Apakah itu letusan gunung, atau tsunami, banjir, gempa sekalipun. Dengan demikian, manusia jaman dahulu juga melihat siklus itu," imbuhnya.

Perbedaannya adalah, menurut Eko, kepercayaan zaman peristiwa alam terjadi.

Seperti halnya kisah Poseidon, kisah-kisah mitologi semacam ini juga terjadi di seluruh dunia.

"Cerita-cerita itu adalah sebuah metafor yang wujudnya menjadi cerita karena kepercayaan masyarakat saat itu," ungkap lulusan ITB itu.

"Sehingga kalau kita bisa membuka kulit dari cerita itu dan menemukan inti di dalamnya, kita akan menemukan bahwa itu adalah peritiwa alam yang terjadi di masa lalu. Dan boleh jadi menyimpan pesan untuk orang yang hidup sekarang," imbuhnya.

Eko berpendapat, kisah semacam itu penting karena manusia sering kali mempunyai rentang sejarah yang pendek.

Apalagi di Indonesia yang catatan sejarah tulis baru ada ketika masa penjajahan Belanda.

"Padahal kalau kita tahu, peristiwa gempa dan tsunami raksasa itu perulangannya bisa ratusan hingga ribuan tahun," tegas Eko.

"Kalau kita bisa membuka inti dari cerita itu, maka harapannya adalah bisa menggunakan cerita itu untuk membangun kesadaran masyarakat tentang adanya ancaman bencana apakah itu gempa, letusan gunung, atau tsunami," lanjutnya.

Di akhir video, Eko berharap untuk bisa melengkapi mitos-mitos ini dengan bukti ilmiah untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap potensi bencana.

Artinya, kisah-kisah ini bisa dipandang dari sudut pandang akademis. (tribunjateng.com)         

Inilah Satu-satunya Mobil yang Harganya di Bawah Rp 100 Juta

Sebelum Menikah, Suami Lucinta Luna Sudah Tahu Isu Sang Istri Transgender

Foto-foto Jenazah Lima Pendaki Gunung Everest yang Mengisahkan Tekad Baja Manusia

Kisah Relawan Pemandi Jenazah Korban Penembakan di Masjid Selandia Baru, 3 Hari Tak Bisa Tidur

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved