Kredibilitas Prof Eddy Diragukan Bambang Widjojanto, Mahfud MD Justru Akui Kehebatannya
Saksi Ahli TKN,prof Eddy Hiariej mengatakan bahwa dirinya mendapat telepon dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Saksi Ahli TKN,prof Eddy Hiariej mengatakan bahwa dirinya mendapat telepon dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.
Dalam kesempatan itu Prof Eddy memaparkan berbagai hal termasuk soal pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Penjelasan pelanggaran TSM tersebut menanggapi dalil dari tim hukum Prabowo-Sandiaga.
Momen Prof Eddy menceritakan dirinya sempat ngobrol dengan Mahfud MD pun terlihat di persidangan.
"Saya kira perlu saya ceritakan di dalam Mahkamah Konstitusi yang mulia ini, tadi malam ketika mantan ketua MK prof Mahfud mendengar saya akan sebagai ahli, beliau menelepon," ujar Prof Eddy.
Prof Eddy mengaku mendapat pertanyaan dari Mahfud MD terkait apa yang akan disampaikan.
"Beliau nanya, 'apa yang akan mas terangkan'?" ucapnya.
Prof Eddy lantas mengatakan jika dirinya akan menjelaskan soal pelanggaran TSM.
"Saya bilang saya soal TSM," katanya.
• Heboh Pajero Seserahan Seharga Rp 7 Juta di Pati, Ini Alasan Sumartono Memilihnya
• Viral Skandal Pesta Seks Guru dengan 3 Siswinya di Laboratorium Komputer Sekolah, Satu Murid Hamil
• Punya Teknologi Canggih, Pasukan Khusus AS Mudah Dilumpuhkan Pasukan Khusus TNI dengan Cara Ini
• Teman Dekat Soekarno, Suryadarma Ungkap Keanehan Saat Bung Karno Dimakamkan, Truk TNI Mogok Serentak
Mahfud MD lantas mengatakan bahwa hal itu sesuai dengan kapastitasnya.
"Oh cocok (kata Mahfud MD), 'karena ketika saya sebagai ketua MK mengambil beberapa putusan dalam pildaka soal TSM saya mengadopsi dalam hukum pidana," jelasnya.
Eddy OS Hiariej pun menyimpulkan jika kemampuannya dibidang ini diakui Mahfud MD.
"Berarti dalam pengertian beliau menganggap saya punya kapasitas untuk menjawab itu," jelasnya.
"Itu mengapa sehingga dalam pendapat hukum tadi saya merujuk pada berbagai putusan," tambahnya.
Terkait dalil tim hukum Prabowo-Sandiaga selaku pihak pemohon perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden soal pelanggaran TSM, Eddy OS Hiariej menyebut harus ada hubungan kasualitas antara pelanggaran TSM tersebut dan dampaknya.
"Konsekuensi lebih lanjut hubungan kausalitas itu harus dibuktikan," kata Eddy O. S Hiariej, saat membacakan pendapat hukum di ruang sidang lantai 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6/2019) seperti dilansir dari Tribunnews.com.
Merujuk pada Fundamentum Petendi atau dasar gugatan atau dasar tuntutan, kuasa hukum pemohon menunjukkan beberapa peristiwa, kemudian megeneralisir bahwa kecurangan terjadi secara TSM.
Padahal, kata dia, untuk mengetahui apakah berbagai pelanggaran tersebut, kalau memang dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan, mempunyai hubungan kausalitas dengan hasil Pilpres harus menggunakan teori individualisir.
Dia menjelaskan, teori ini melihat sebab in concreto atau post factum. Teori individualisir harus dipergunakan, sebab pelanggaran yang terstruktur dan sistematis harus menimbulkan dampak yang masif, bukan untuk sebagian tetapi sangat luas.
"Dalam fundamentum petendi, hal ini sama sekali tidak dijelaskan oleh kuasa hukum pemohon. Belum lagi dasar teoritik dalam hubungan kausalitas, apakah hendak menggunakan teori Birkmayer, teori Binding ataukan teori Kholer," kata dia.
Namun, kata dia, kuasa hukum pemohon sama sekali tidak menyinggung hubungan kausalitas antara terstruktur, sistematis yang berdampak masif dan hubungannya dengan selisih penghitungan suara.
Selain itu, untuk membuktikan adanya TSM, harus dibuktikan dua hal, yaitu adanya meeting of mine diantara para pelaku pelanggaran sebagai syarat subjektif dan adanya kerjasama yang nyata untuk mewujudkan meeting of mine diantara para pelaku pelanggaran sebagai syarat objektif secara kolektif atau bersama-sama.
"Hal ini sama sekali tidak terlihat dalam Fundamentum Petendi," kata dia.
Adapun, perihal “sistematis” pelanggaran yang dilakukan mensyaratkan pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun bahkan sangat rapi.
Dalam konteks teori, hal ini dikenal dengan dolus premeditatus yang mensyaratkan beberapa hal dan tentunya harus dibuktikan.
Dia menambahkan, apa substansi perencanaan, siapa yang melakukan perencanaan, kapan dan di mana ?
Dalam hubungan dengan “terstruktur” di atas, dolus premeditatus terkait substansi perencanaan, siapa yang melakukan, kapan dan di mana harus menunjukan secara pasti untuk terjadi meeting of mine dan kerjasama yang nyata untuk menunjukan adanya meeting of mine tersebut.
"Berbagai dalil yang diutarakan dalam Fundamentum Petendi hanya dihubung-hubungkan antara satu dengan yang lain atas dasar vermoedens atau persangkaan-persangkaan. Sayangnya vermoedens bukanlah alat bukti dalam hukum acara di Mahkamah Konstitusi," tambahnya.
Sebelumnya, Bambang menanyakan berapa banyak buku dan jurnal internasional yang ditulis oleh Eddy terkait persoalan pemilu.
Eddy mengakui dirinya memang belum pernah menulis buku yang spesifik membahas soal pemilu.
Namun, ia menekankan seorang profesor atau guru besar bidang hukum harus menguasai asas dan teori untuk menjawab segala persoalan hukum.
"Saya selalu mengatakan, yang namanya seorang guru besar, seorang profesor hukum, yang pertama harus dikuasai itu bukan bidang ilmunya," ujar Eddy dalam sidang lanjutan sengketa hasil pilpres di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat(21/6/2019).
"Tapi yang harus pertama harus dikuasai itu adalah asas dan teori. Karena dengan asas dan teori itu dia bisa menjawab semua persoalan hukum. Kendati memang saya belum pernah menulis secara spesifik soal pemilu," ucapnya.
Eddy mengatakan, merujuk pada dua buku soal pembuktian, maka kualifikasi menentukan seseorang dapat dikatakan ahli atau tidak.
Kategori kualifikasi dibagi lagi menjadi dua aspek, yakni berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari bangku pendidikan yang resmi.
"Ketika bicara TSM (kecurangan terstruktur, sistematis dan masif), saya menulis buku soal pelanggaran HAM, pengantar hukum pidana internasional dan kalau melihat yang saya ungkapkan dalam keterangan ahli, saya lebih banyak mengutip persoalan hukum pembuktian," kata Eddy.
Kemudian Eddy juga menjawab jumlah buku yang telah ia tulis.
Ia meminta Bambang melihat daftar buku dalam dokumen CV yang ia serahkan ke MK.
"Kalau saudara tanya sudah berapa buku, saya kira tadi sudah melampirkan CV. Ada berapa buku, ada berapa jurnal internasional. Silakan. Nanti bisa diperiksa," tutur dia.
"Kalau saya sebutkan mulai dari poin satu sampai poin 200 nanti sidang ini selesai. Jadi bukan persoalan kualifikasi saya," ujar Eddy.
Lalu Bambang menanyakan berapa banyak buku dan jurnal internasional yang ditulis oleh Eddy terkait persoalan pemilu.
"Sekarang saya ingin tanya, saya kagum pada sobat ahli tapi pertanyaannya, Anda sudah tulis berapa buku yang berkaitan dengan pemilu, yang berkaitan dengan TSM (kecurangan terstruktur, sistematis dan masif)?" ujar Bambang dalam sidang lanjutan sengketa pilpres di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).
"Tunjukkan pada kami bahwa Anda benar-benar ahli.
Bukan ahli pembuktian, tetapi khusus pembuktian yang kaitannya dengan pemilu," kata dia.
Awalnya, Bambang menuturkan bagaimana ahli yang IT yang ia ajukan, Jaswar Koto, dipertanyakan kredibilitasnya oleh Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf.
Padahal, kata Bambang, Jaswar Koto telah menghasilkan 22 buku dan ratusan jurnal terkait teknologi informasi.
"Ahli kami kemarin ditanya dan agak setengah ditelanjangi oleh kolega kami dari pihak terkait, 'apakah Anda pantas jadi ahli?' Ahli kami itu punya 22 buku yang dihasilkan, ratusan jurnal yang dikemukakan dan dia ahli untuk finger print dan iris. Dipertanyakan keahliannya," kata Bambang.
Lantas, Bambang meminta Eddy memberikan buku-buku dan jurnal yang ia tulis terkait masalah pemilu.
Sebab, menurut Bambang, Eddy merupakan ahli hukum tapi tidak pernah menulis atau menelaah persoalan kecurangan dalam pemilu.
"Berikan kami jurnal-jurnal internasional, sudah berapa banyak yang khusus mendiskusikan masalah ini dan berapa buku yang anda punya sehingga pantas disebut sebagai ahli," kata Bambang.
"Kalau itu sudah dilakukan maka kami akan menakar anda ahli yang top. Jangan sampai ahlinya di A ngomongnya B, tapi tetap ngomong ahli," ucapnya.
Sementara itu, Eddy hanya bertopang dagu menggunakan tangan kanannya saat Bambang mempertanyakan soal kredibilitasnya sebagai ahli dalam sengketa hasil pilpres. (*)
• Bongkar Aib Istri Soal Bau Ikan Asin, Ini Alasan Galih Ginanjar dan Fairuz Cerai
• Hasil Final PMCO SEA League 2019 - RRQ Athena & Bigetron Esports Raih Tiket Ke Berlin Jerman
• Jana Tewas Dililit Ular Sanca Peliharaannya saat Memandikan, Keduanya Dikubur Berdekatan
• Mirin Warga Kebumen Tersentak Bau Menyengat, Ternyata Mayat Membusuk Menggantung di Pohon Melinjo