Lokalisasi Sunan Kuning Ditutup, PSK Ancam Mangkal di Jalanan, Ini Tanggapan Pemkot Semarang
Sejumlah wanita pekerja seks (WPS) atau PSK menuturkan akan menjajakan diri di jalanan jika Resosialisasi Argorejo atau Lokalisasi Sunan Kuning (SK)
Tugas pembina atau pengelola melakukan koordinasi dengan para 'anak asuh' dan pengusaha di lokalisasi untuk melakukan serangkaian kegiatan, termasuk dari Pemerintah Kota Semarang.
Kegiatan yang dimaksud antara lain pemeriksaan kesehatan penghuni lokalisasi, pelatihan keterampilan, dan sosialisasi terkait bidang lainnya. Pengawasan juga dilakukan untuk menghindari wanita di bawah umur nekat menyediakan jasa seks di kompleks SK.
Pengelola SK memberlakukan aturan-aturan ketat. Seperti adanya sanksi tidak boleh bekerja semalam dan denda hingga Rp 1 juta jika tidak mengikuti kegiatan. "Di sini kesehatan terjamin. Aman. Ada screening dan VCT (konseling dan tes HIV). Di luar apakah ada tes kesehatan seperti ini? Tidak ada. Apakah pemerintah akan ke jalan-jalan untuk tes kesehatan? tidak mungkin," ujarnya.
Pekerja di SK di-screening ketat. Kemudian akan diberikan pelatihan dengan harapan bisa segera mentas dari dunia malam. Ayu menuturkan pemberian pelatihan keterampilan kerja sangat dibutuhkan para wanita penghibur yang selama ini menggantungkan hidupnya di SK.
Ayu mengaku sudah 10 tahun mengadu nasib di SK. Kini dia pun sadar bahwa kemolekan tubuhnya tidak seperti dulu lagi. Kerutan dan garis-garis di dahinya sudah tampak meski sudah dipoles bedak. Wanita berambut panjang itu tak begitu kelihatan bahwa usianya sudah kepala empat.
"Saya tidak mungkin seperti ini terus (menjadi WPS). Nggak selamanya di sini. Sudah tua kaya gini kurang laku. Saya juga pengin usaha," tuturnya sembari menyunggingkan bibir polesan lipstik warna merah tebal.
Ibu empat anak ini mengatakan telah mendapatkan pelatihan beberapa keterampilan. Ia merasa memiliki bakat di bidang kuliner. Ayu pun ingin membuka warung makan jika sudah 'lulus' dari Sunan Kuning. Ia belum merealisasikan keinginannya itu saat ini lantaran modal yang dimiliki belum cukup.
Modal sebesar Rp 5,5 juta yang akan diberikan Kementerian Sosial melalui Pemkot Semarang, kata dia, belum cukup untuk usaha. Dalam sehari saja, dia bisa mendapatkan pendapatan hingga Rp 1 juta saat ramai pelanggan. Wacana penutupan, kata dia, tidak menyurutkan para pelanggan untuk memakai jasanya.
Tamu yang datang sejak didengungkan wacana penutupan tidak berkurang sama sekali. Ayu sudah memiliki pelanggan setia yang sewaktu-waktu bisa menghubunginya. "Kerja jadi WPS itu kan dapat uang banyaknya cepet, tapi keluarnya juga cepet, nggak kerasa," ujarnya.
Ayu mengaku uang tersebut ia gunakan untuk kebutuhan hidup dirinya dan anak-anaknya. Bagaimanapun lokalisasi merupakan pasar bertemunya penyedia dan pencari layanan seksual.
Lokalisasi menjadi lahan untuk orang yang mencari 'lapangan kerja' karena mencari pekerjaan selain itu dirasa sulit.
"Saya cuma bisa begini. Jadi pembantu rumah tangga pun gaji tidak seberapa. Punya anak empat, yang satu sudah bekerja. Tapi saya tidak mau menggantungkan hidup dari kerja anak," imbuhnya.
Perempuan single parent itu menuturkan terpaksa menjual tubuhnya hanya untuk membiayai keperluan anak-anaknya. Oleh karena itu, ia menegaskan belum mampu melepaskan pekerjaannya menjadi pekerja seks. Dia juga berharap pemerintah memiliki kebijakan untuk tidak menutup SK.
"Kami seperti ini hanya untuk keluarga. Lihat yang di jalan-jalan, anak-anak sekolah dibawa sama om-om. Kalau seperti itu, siapa yang bertanggung jawab?. Ditutup, selamat datang pelacuran liar," ujarnya.
Tampaknya, wacana penutupan lokalisasi tidak menyurutkan para tamu untuk datang. Berdasarkan pantauan, tempat parkir dan jalanan depan wisma-wisma dan tempat karaoke di SK pun banyak mobil parkir berjejer.