Mengintip Kerajinan Gedek di Purbalingga, Bahan Bangunan Tradisional yang Kian Ditinggalkan
Sebagian masyarakat modern menempatkan rumah bukan sekadar tempat berteduh dari panas maupun hujan.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muh radlis
Dalam dua hari, Mawireja bisa menyelesaikan satu lembar gedek ukuran 9 meter.
Ia tak perlu repot memikul dagangannya ke pasar untuk dijual.
Biasanya, pengepul atau pedagang mendatangi rumahnya dan pengrajin lain di desanya untuk mengambil barang itu.
Dari situ, gedek buatan tangan-tangan terampil warga desa itu terdistribusikan hingga luar kota.
"Ada yang beli di rumah,"katanya
Satu meter gedek dengan kualitas bagus dihargainya Rp 15 ribu.
Adapun gedek dengan kualitas biasa dijual seharga 40 ribu ukuran 6 meter.
Harga di pasaran bisa berbeda lagi.
Sayangnya, Mawireja merasakan pasar gedek tak sebergairah dulu.
Permintaan gedek semakin lama kian menurun.
Harganya pun kian jatuh.
Karena industri yang lesu, jumlah pengrajin di desa ini lambat laun berguguran.
Mawireja satu di antaranya yang masih bertahan.
Mawireja sadar, rumah berbahan gedek sudah dianggap ketinggalan zaman.
Peminat gedek karenanya jauh berkurang.