Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Mengintip Kerajinan Gedek di Purbalingga, Bahan Bangunan Tradisional yang Kian Ditinggalkan

Sebagian masyarakat modern menempatkan rumah bukan sekadar tempat berteduh dari panas maupun hujan.

Penulis: khoirul muzaki | Editor: muh radlis
TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI
Mawireja menganyam gedek di rumahnya desa Banjaran Bojongsari Purbalingga 

TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA - Sebagian masyarakat modern menempatkan rumah bukan sekadar tempat berteduh dari panas maupun hujan.

Lebih dari itu, rumah dianggap representasi kelas sosial penghuninya.

Karenanya, wajar mereka berlomba mendirikan rumah untuk menaikkan statusnya di masyarakat.

Bangunan dengan struktur beton pastinya, masih menjadi primadona masyarakat kini.

Rumah berbahan kayu, kecuali kayu tertentu yang harganya mahal, semakin tak dilirik karena dianggap ketinggalan zaman.

Apalagi rumah berbahan anyaman bambu atau gedek yang lebih jauh ditinggalkan.

Bahkan kadan rumah gedek dicitrakan lebih terbelakang.

Penghuninya dianggap kalangan lemah dalam strata ekonomi masyarakat.

Lihat saja, pemilik rumah berbahan gedek di berbagai daerah kerap menjadi sasaran program bedah rumah.

Pandangan ini mungkin juga beralasan.

Gedek memang menjadi alternatif masyarakat yang menginginkan hunian dengan dana mepet.

Harganya jauh lebih murah ketimbang bahan bangunan lain semisal kayu atau pasir semen (cor).

Seiring perkembangan zaman, juga meningkatnya kesejahteraan masyarakat, hunian berbahan gedek semakin sulit dijumpai, bahkan di desa sekalipun.

Tetapi nyatanya, kerajinan itu masih ada di pasar.

Pengrajinnya pun masih bertahan.

Bahan bangunan tradisional itu masih dibutuhkan.

Punggungnya sudah tidak lurus.

Kulitnya penuh dengan guratan.

Tenaganya jauh sudah melemah.

Tetapi Mawireja (70), warga Desa Banjaran Kecamatan Bojongsari Purbalingga masih bekerja keras di usianya yang renta.

Bambu-bambu segar yang baru ditebang dari kebun ia potong dengan ukuran yang telah ditentukan.

Potongan bambu lantas dibelah dan disayat untuk bahan anyaman.

Meski usianya menua, keahlian Mawireja dalam menganyam bambu tak hilang begitu saja.

Ia masih terlihat cekatan memainkan tangannya merangkai anyaman.

Maklum saja, jam terbang kakek itu dalam membuat kerajinan itu sudah tinggi.

Ia mulai menggeluti usaha itu sudah lebih dari 50 tahun.

Saat itu, rumah tembok belum begitu populer.

Gedek masih umum dipakai masyarakat untuk bahan bangunan rumah.

"Saya bikin usaha ini sejak tahun 1960 sampai sekarang,"katanya

Keahliannya tak hilang, hanya kekuatannya yang berkurang.

Dalam dua hari, Mawireja bisa menyelesaikan satu lembar gedek ukuran 9 meter.

Ia tak perlu repot memikul dagangannya ke pasar untuk dijual.

Biasanya, pengepul atau pedagang mendatangi rumahnya dan pengrajin lain di desanya untuk mengambil barang itu.

Dari situ, gedek buatan tangan-tangan terampil warga desa itu terdistribusikan hingga luar kota.

"Ada yang beli di rumah,"katanya

Satu meter gedek dengan kualitas bagus dihargainya Rp 15 ribu.

Adapun gedek dengan kualitas biasa dijual seharga 40 ribu ukuran 6 meter.

Harga di pasaran bisa berbeda lagi.

Sayangnya, Mawireja merasakan pasar gedek tak sebergairah dulu.

Permintaan gedek semakin lama kian menurun.

Harganya pun kian jatuh.

Karena industri yang lesu, jumlah pengrajin di desa ini lambat laun berguguran.

Mawireja satu di antaranya yang masih bertahan.

Mawireja sadar, rumah berbahan gedek sudah dianggap ketinggalan zaman.

Peminat gedek karenanya jauh berkurang.

Banyak masyarakat beralih menggunakan bahan jenis lain yang lebih modern atau buatan pabrikan, semisal kalsiboard.

Jika hukum pasar yang bicara, Mawireja tak bisa berbuat apa-apa untuk membalik keadaan.

Untuk beralih ke profesi lain, rasanya pun tak mungkin.

Selain usianya yang telah uzur, Mawireja merasa keahliannya hanyalah membuat gedek yang telah ia tekuni selama 50 an tahun.

Usaha ini sudah terlalu mengakar dan menjadi tumpuan hidup keluarganya hingga sekarang.

"Turun sekali.

Ya laku, cuma lama,"katanya. (aqy)    

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved