Satu Keluarga Topo di Hutan Bojong, Tak Mau Bicara kepada Kapolsek Karena Sedang Topo Bisu
Kapolsek sempat kebingungan karena pria yang membuat tenda di tengah hutan Bojong untuk diajak bicara karena sedang menjalani topo untuk tidak bicara.
Penulis: Indra Dwi Purnomo | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, KAJEN -- Kapolsek sempat kebingungan karena pria yang membuat tenda di tengah hutan Bojong untuk diajak bicara karena sedang menjalani topo untuk tidak bicara.
Namun dirinya mendapat informasi bahwa sebelumnya Ghilwan sudah pernah beberapa kali ke lokasi tersebut.
"Pertama kali sekitar 6 tahun yang lalu dan biasanya hanya melakukan tirakat sebentar saja sekitar 2 bulan saja, akan tetapi kali ini di lokasi yang sama melakukan tirakat sejak bulan September 2018 sampai hari ini," katanya.
Tidak hanya itu, Ghilwan tahu tempat tersebut dari juru kunci sumur munding atau gondang leles.
"Juru kunci itu bernama Rismono (40) dan merupakan warga Desa Bukur, Kecamatan Bojong dan untuk memenuhi kebutuhannya ibu kandungnya turun ke desa, akan tetapi seringnya di kirim oleh juru kunci tersebut," terang AKP Suhadi.
Saat petugas meminta keterangan ibu kandungnya, bahwa dia tidak keberatan anaknya Ghilwan melakukan tirakat di lokasi tersebut.
Ibunya juga akan menunggu sampai selesai anaknya melakukan tirakat untuk mewujudkan hajatnya.
"Keberadaan anaknya di lokasi tersebut kurang lebih bertujuan untuk memenuhi hajatnya terutama untuk memenuhi kehidupan agar lebih baik karena saat ini sedang jatuh ekonominya," ungkap Kapolsek.
Dari keterangan Rismono dihadapan petugas kepolisian mengatakan dia kenal dengan Ghilwan sekitar satu tahun yang lalu.
"Dia menyampaikan bahwa dia memang juru kunci Sendang Leles sebagai penerus kakeknya yg juga dulu juru kunci sendang leles
Dan saat Ghilwan melakukan tirakat. Juru kunci tersebut sudah memberi tahukan kepada RT setempat namun tidak ada respon yang baik dan seolah membiarkan saja," ujar AKP Suhadi.
Suhadi menambahkan pihaknya sudah mengimbau kepada Ghilwan untuk bisa menyelesaikan tirakatnya agar bisa kembali pulang dan bekerja.
"Kita akan terus pantau aktivitas warga luar kota tersebut," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan mengaku mendapatkan bisikan gaib. Ibu dan anak yang datang dari luar kota, mendirikan tenda di hutan wilayah Dukuh Dakiran, Desa Bukur, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Keberadaan keduaanya diketahui sejak bulan September tahun 2018 lalu.
Keduanya mendirikan tenda di hutan yang tersebut tidak jauh dari pemukiman warga yang berjarak sekitar 200 meter.
Mengaku ibu dan anak, namun saat diminta identitas oleh petugas kepolisian. Kedua alamatnya tercatat dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berbeda-beda.
Mereka diketahui bernama Thymotius Ghilwan Icko Vernandesh (39) warga Kelurahan Sumurpanggang, Kecamatan Margadana Kota Tegal.

Kemudian, seorang ibu bernama T Winarsih (58) yang merupakan ibu kandungnya dan beralamat di Kelurahan Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Kapolsek Bojong AKP Suhadi mengatakan dirinya menerima laporan dari kepala dusun setempat bahwa ada orang yang tak dikenal mendirikan tenda di hutan.
Kemudian, pihaknya bersama perangkat desa dan TNI langsung melakukan pengecekan ke lokasi.
"Setelah dicek memang benar ada satu keluarga yang mendirikan tenda di lokasi tersebut.
Jaraknya sekitar 10 menit dari pemukiman warga jika jalan kaki," kata Kapolsek saat dihubungi Tribunjateng.com melalui sambungan telepon, Kamis, (25/7/2019).
Menurut Kapolsek sesampainya di lokasi ternyata ada satu wanita yang mengaku Istri Thymotius Ghilwan Icko Vernandesh.
"Wanita itu bernama Indri Hafsari (40) warga Desa Bojong Koneng, Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat," ungkapnya.
Setelah dimintai keterangan wanita yang mengaku istrinya itu baru datang.
Kemudian, pada saat petugas meminta keterangan kepada Ghilwan ia tidak banyak berkata.
Hanya bilang sedang melakukan tirakat karena mendapatkan bisikan gaib dari ibu kandung.
"Saat petugas menanyai Ghilwan, ia tidak banyak berkata. Karena ia pantang banyak bicara karena tengah melakukan tirakatan.
Apabila banyak bicara bisa merusak hajatnya," ujarnya. (*)