Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Mata Jumawan Berkaca-kaca Lepas Tukik yang Diselamatkan dari Nelayan, Dirawat 49 Hari Hingga Menetas

Mata Jumawan terlihat berkaca-kaca ketika akan melepas 30 tukik-tukik penyu Lekang yang sudah dia rawat selama kurang lebih 3 bulan.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muh radlis
TRIBUN JATENG/PERMATA PUTRA SEJATI
Prosesi pelepasliaran tukik-tukik penyu Lekang di Pantai Sodong, Desa Karangbenda, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, pada Jumat (20/9/2019). 

TRIBUNJATENG.COM, CILACAP - Mata Jumawan terlihat berkaca-kaca ketika akan melepas 30 tukik-tukik penyu Lekang yang sudah dia rawat selama kurang lebih 3 bulan.

Pantai Sodong, Desa Karangbenda, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap menjadi saksi pelepasliaran tukik-tukik itu.

Jumawan kembali teringat ketika pertama kali mendapatkan telur-telur penyu itu pada Mei 2019 lalu.

Ada sekitar 50 telur yang dia dapatkan dari para nelayan setempat.

Jumawan bercerita jika dia tidak mengambil dari para nelayan itu, mungkin nasib telur-telur penyu itu tidak seperti sekarang.

Dia kemudian membawa telur-telur penyu itu ke media penetasan yang di design secara alami di rumahnya di RT 1 RW 4 Desa Karangbenda.

Pakar Politik Undip Sebut PDI Perjuangan Bak Wanita Cantik dan Seksi

Feri Tak Sabar Ganti Mobil Baru Setelah Coba Toyota New Calya di Nasmoco Karangjati

Jasmin Putri Ajak 240 Generasi Z Dekat dengan Isu Lingkungan dalam Future Leader Summit 2019

Anggota Polsek Padamara Polres Purbalingga Sita Ratusan Liter Tuak di Warung Milik TLT

Dengan telaten dan penuh hati-hati, Jumawan menjaga agar telur itu dapat menetas.

Terlebih lagi menetaskan telur-telur penyu tidak semudah menetaskan hewan bertelur lainnya.

Pastinya butuh cara dan penanganan yang berbeda.

Dari 50 telur yang dia dapatkan, Jumawan berhasil menetaskan 33 tukik penyu Lekang.

Namun sayang 3 tukik penyu yang sudah menetas sudah mati dan kini tersisa 30 tukik yang dilepas.

Dirinya bercerita jika, baru pertama kali menetaskan telur penyu, merawat hingga akhirnya melepas liarkan kembali.

Rona haru tidak dapat dilepaskan dari raut wajahnya.

Hal itu tidak heran mengingat perjuangan dan keikhlasannya dalam merawat tukik-tukik penyu Lekang.

"Normalnya penetasan telur itu 45 hari, akan tetapi karena pengaruh cuaca dan suhu tukik-tukik itu menetas 49 hari," ujar Jumawan kepada Tribunjateng.com, Jumat (20/9/2019).

Pantai selatan khususnya yang berada di Kabupaten Cilacap memang kerap kali menjadi tempat pendaratan penyu.

Biasanya beberapa penyu jenis Lekang mendarat dan menetas di sekitar area Pantai Sodong, Cilacap pada bulan Mei hingga Agustus.

Jumawan yang juga merupakan Kaur Umum dan Perencanaan, Desa Karangbenda, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap itu mengungkapkan keprihatin atas masih adanya penjualan dan konsumsi telur-telur penyu oleh nelayan di Pantai Sodong.

Jumawan bertindak sebagai Sekretaris Nelayan Mina Asih Karangbenda mencoba menyelamatkan telur-telur penyu dan merawatnya sendiri.

"Masih suka diperjualbelikan oleh para nelayan sekitar.

Para nelayan biasa menjual telur-telur penyu itu dengan harga Rp 2.000 sampai Rp 5.000 per butir.

Saya prihatin karena yang namanya penyu kan hewan langka," ungkapnya.

Selain itu rata-rata nelayan yang berada di sekitar Pantai Sodong, ternyata juga masih ada yang mengkonsumsi telur-telur penyu.

"Masyarakat nelayan masih berpandangan jika telur penyu untuk kesehatan para kaum pria dan mengobati penyakit.

Padahal hal itu belum dibuktikan secara medis," ungkapnya.

Menurutnya telur penyu apabila di rebus ataupun digoreng itu sama sekali tidak bisa matang.

Telurnya penyu itu kenyal-kenyal seperti jelly, dan justru dapat menyebabkan penyakit.

Dengan adanya acara pelepas liaran seperti ini dia berharap masyarakat pesisir pantai Cilacap khususnya di Pantai Sodong tahu bahwa penyu adalah hewan yang dilindungi.

"Saya berharap jika ada nelayan melihat penyu-penyu itu mendarat disekitar pantai Sodong agar memberitahu pihak terkait seperti BKSDA untuk bisa diamankan," katanya.

Dalam menetaskan telur-telur penyu itu, Jumawan menggunakan media pasir dan ember.

Hal itu ia lakukan secara alami tanpa adanya bantuan alat apapun dengan syarat mendapatkan penanganan yang benar.

"Pasir itu sendiri harus benar-benar pasir yang asli dari laut.

Kendala utamanya adalah jarak rumah dari laut, karena untuk airnya sendiri juga harus di ambil dari laut.

Saya 4 hari sekali pasti mengambil air dari laut," tuturnya.

Selama kurang lebih 3 bulan merawat, Jumawan menghabiskan dana untuk pakan tukik Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu perhari.

Makanan tukik-tukik itu sendiri adalah kerang-kerangan.

Harga Rp 10 ribu itu dia bisa mendapatkan 5 ons pakan untuk tukik-tukik.

Tukik-tukik itu bisa mengkonsumsi kurang lebih 5 ons pakan perhari.

Jumawan sangat terharu sekaligus senang dapat melepasliarkan kembali tukik-tukik yang ia rawat.

"Saya merasa ada kemistri dengan hewan tersebut, dari mulai menetaskan hingga menjadi tukik-tukik itu," pungkasnya. (Tribunjateng/jti)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved