David Nilai UMK Jateng 2020 Tak Cukup untuk Modal Nikah, KSPN Minta Upah Naik 12,5 Persen
David Legowo (24), seorang buruh di salah satu pabrik garmen di Kota Semarang mengaku tak cukup menyisihkan gaji UMK untuk modal nikah.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - David Legowo (24), seorang buruh di salah satu pabrik garmen di Kota Semarang mengaku tak cukup menyisihkan gaji UMK di Jateng tahun 2020 untuk modal nikah.
Ia menilai, usulan kenaikan UMK sebesar 8,51 persen di Jateng pada tahun 2020 masih kurang dari yang diharapkan para buruh.
Hal tersebut lantaran selain untuk kebutuhan sehari-hari, dirinya mengaku harus menyukupi kebutuhan keluarga dan menabung untuk masa depan.
"Realistis saja, UMK pada tahun 2019 sebesar Rp 2,5 juta untuk kebutuhan sehari-hari masih kurang.
Terlebih saya sebagai tulang punggung keluarga dan harus menabung untuk modal nikah," kata dia.
Lantas ia melanjutkan, dirinya yang tergabung sebagai anggota dalam federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Provinsi Jawa Tengah tersebut turut melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Jawa Tengah, Rabu (20/11/2019) sore.
• Hari Pertama Uji Kompetensi, Peserta Seleksi JPT Pratama Pati Jalani Tes Psikometri dan Wawancara
• Pria di Kebumen Ini Nekat Curi Jenitri Saudaranya Sendiri Seharga Rp 100 Juta Untuk Judi Online
• Terbukti Ada Prostitusi, Polda Jateng Dorong Pemkot Semarang Tutup Zeus Karaoke
• Ahok Singgung Anggaran Lem : Kita Mainnya Bukan Aibon sama Pulpen Sih
Ia bersama ratusan buruh yang tergabung dalam KSPN Provinsi Jawa Tengah lainnya mendesak Gubernur Jawa Tengah untuk menaikkan UMK 2020 lebih tinggi dari usulan saat ini.
"Saya kerja di pabrik garmen bagian sewing operator, kerjanya menjahit.
Target kami tinggi.
Upahnya tidak sesuai dengan keringat yang saya keluarkan setiap hari.
Ditambah lagi ada pemotongan iuran BPJS, dan lain-lain," ujarnya.
Nanang Setyono Ketua KSPN menambahkan, pihaknya mendesak Gubernur Jateng untuk menerapkan kenaikan UMK 2020 di kabupaten/kota di Jawa Tengah minimal sebesar 12,5 persen.
Hal tersebut menurutnya telah mempertimbangkan adanya kebutuhan jaminan sosial yang belum terakomodasi dalam komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
"Pada intinya, kami menolak kenaikan UMK 8,51 persen karena perhitungan upah minimum yang diatur dalam PP 78 tahun 2015 tidak relevan sekali jika digunakan dalam menentukan besaran UMK 2020.
Tidak relevannya kalau naik komponen KHL itu belum memasukkan kebutuhan jaminan sosial.