KABAR TERBARU: Siswi SMAN 1 Gemolong Sragen Korban Intimidasi Akan Pindah Sekolah
Siswi korban intimidasi karena tidak berjilbab di SMA Negeri 1 Gemolong dikabarkan akan pindah sekolah.
Penulis: Mahfira Putri Maulani | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SRAGEN - Siswi korban intimidasi karena tidak berjilbab di SMA Negeri 1 Gemolong dikabarkan akan pindah sekolah.
Hal tersebut disampaikan orang tua Z, Agung Purnomo setelah mediasi dengan bupati.
"Saya dan istri selaku orang tua sudah mengambil keputusan anak saya akan kami pindah ke sekolah swasta.
Tadi dapat jaminan dari Kepala Cabang Dinas (KCD) wilayah IV Dinas Pendidikan Jateng, Eris Yunianto disuruh untuk memilih akan pindah kemana," terang Agung.
Kendati demikian, Agung menyampaikan semua keputusan dikembalikan kepada anaknya ingin pindah atau tetap di sana.
• Tabung Gas Elpiji Subsidi Akan Dicabut, Benarkah Harga Elpiji 3Kg Bisa Menjadi Rp 35.000?
• Tim SAR Sisir Laut dan Darat untuk Cari Pemancing Hilang di Pantai Karangbolong Kebumen
• Detik-detik Rekaman CCTV Oknum Anggota DPRD Ciamis dan Istrinya Saling Serang
• Ternyata Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Bukan Suami Istri Sah, Inilah Faktanya
"Yang penting bisa sekolah aja dari kemarin anak pengen sekolah lagi.
Kalau sampai kemaren anak saya masih menginginkan di sekolah yang sama tapi hari ini saya akan tanyakan lagi," lanjut dia.
Dari hasil dari mediasi tersebut, Agung menyampaikan pihak sekolah akan berubah menjadi lebih baik serta akan dijadikan pengalaman semua pihak.
"Besok mereka mau berikrar di sekolah bahwa mereka Pancasila, berbhineka tunggal Ika, menghargai toleransi dan menjadikan ini sebagai pembelajaran," lanjut dia.
Dia juga menyampaikan apa yang dia keluhkan beberapa hari ini telah disampaikan terkait sikap intoleransi yang tidak baik.
Dia menambahkan komunikasi yang tidak baik beberapa hari lalu dari sekolah namun sudah selesai semuanya.
"Bupati juga berpesan agar menghargai keberagaman adalah kewajiban kita semua. Pokoknya kondusifitas di Sragen sebagai partisipasi dari kondusifitas nasional harus kita jaga bersama," lanjut dia.
Ketika ditanyai perihal akan dipindahkan putrinya, Agung mengatakan bahwa hal tersebut ialah keinginan dari dirinya pribadi.
"Karena dari kemarin sia anak sudah tidak masuk, hampir dua minggu. Saya harus mencari alternatif tercepat agar anak saya tidak tertinggal," lanjut dia.
Agung menambahkan pihaknya juga meminta sekolah agar merehabilitasi nama putrinya yang selama ini menjadi contoh buruk.
"Kami minta merehabilitasi nama anak saya yang selama ini menjadi contoh buruk, padahal tidak ada yang dilanggar kok menjadi contoh buruk? Saya minta itu," lanjut dia.
Putri Agung sendiri, Z tidak turut hadir dalam audiensi tersebut dikarenakan diare.
Mediasi yang berlangsung tertutup di ruang Citrayasa Rumah Dinas Bupati Sragen ini dihadiri langsung Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati.
Tampak hadir Dandim 0725 Sragen Letkol Kav Luluk Setyanto, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sragen Suwardi, pihak SMAN 1 Gemolong dan beberapa pihak terkait.
• Viral di Medsos Cerita Eka Septiana Korban Penculikan Bayi Serasa Dihipnotis Penculik
Yuni Ingin Selesaikan Lewat Mediasi
Sebelumnya Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, mempertanyakan kasus intimidasi terhadap satu siswi terkait dengan paham agama di SMAN 1 Gemolong yang masih bergulir.
Padahal, ia mengaku telah mendapat laporan dari Kesbangpol kasus tersebut sudah selesai, dengan sudah dilakukannya mediasi antara orangtua, anak dari Rohis sekolah, dan anak yang bersangkutan.
"Bahkan orangtua siswa meninggalkan uang Rp 10 juta untuk membantu masjid di situ (saat mediasi-Red). Saya pikir masalah kan sudah selesai, tapi kok kelihatannya belum, ini ada apa?" ujarnya, Rabu (15/1).
Guna menyelesaikan masalah ini, Yuni berniat akan mempertemukan siswa yang bersangkutan, guru agama, kepala sekolah, dan orangtua murid pada hari ini, Kamis (16/1).
"Besok kami akan memanggil mereka, tapi saya tidak ingin ada siapapun di situ, hanya yang bersangkutan. Saya juga tidak ingin melibatkan pihak ketiga. Terlalu berlebihan," katanya.
Yuni pun menyayangkan orangtua murid yang sudah mengancam akan menggerakkan LSM dan beberapa orang. Menurut dia, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan duduk bersama.
"Mau cari apa menggerakkan LSM, untuk apa? Mau nutup sekolah SMAN 1 Gemolong, atau bagaimana gitu? Makanya saya besok akan mediasi keinginannya beliau itu apa," ucapnya.
"Pak gubernur di WA diancam akan begini akan begitu. Kita hidup di zaman yang beradab. Maksud saya, marilah ayo kita duduk bersama menyelesaikan ini," tukasnya.
Perihal anak yang bersangkutan belum mau bersekolah, Yuni menginginkan untuk dibedah bersama-sama, termasuk berdiskusi dengan dokter ahli jiwa dan juga psikolog.
Adapun, orangtua siswi yang diintimidasi, menyatakan, anaknya hingga belum mau bersekolah, karena masih takut, terutama mengenai pandangan siswa-siswi lain.
"Belum mau sekolah, pasti kan jadi pusat perhatian. Permintaan saya yang juga alumni di situ (SMAN 1 Gemolong-Red) saya menitipkan anak saya untuk dididik, terbentuk karakter mulia, dan berbudi pekerti yang baik serta nasionalis," tandasnya.
Percontohan
Menyikapi kasus itu, Pemprov Jateng bakal menjadi menjadikan sebanyak 20 sekolah di wilayah Solo Raya sebagai percontohan pembentukan sekolah toleran.
"Sebagai 'pilot project' kami menyiapkan 20 sekolah di Solo Raya untuk dibina toleransinya. Dipandu beberapa pihak, termasuk Wahid Foundation," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng, Jumeri, di Semarang, Rabu (15/1).
Langkah itu dilakukan setelah Disdibud Jateng membentuk tim advokasi pencegahan intoleransi atau radikalisme di tingkat sekolah. Tim itu merumuskan agar dilakukan pembinaan untuk kabupaten/kota yang tensinya sering menghangat terkait dengan kasus intoleransi ataupun radikalisme.
Saat ini, proses pemilihan nominasi sekolah telah dilakukan di kabupaten/kota di Solo Raya. "Sragen yang mau kami garap dulu, kemudian beberapa kabupaten/kota yang agak hangat kami lakukan pembinaan khusus kepada guru, murid, karyawan maupun kepala sekolah," jelasnya.
Jumeri menyebut, bakal memberi sanksi tegas kepada siapapun yang bertindak intoleran. Untuk kasus di SMA Gemolong misalnya, karena terjadi antar-murid, hingga ada pihak yang tersinggung, langkah yang bisa dilakukan adalah pembinaan dan pelatihan untuk menghargai perbedaan.
"Untuk guru, dari sisi kepegawaian, kalau berat misalnya melakukan tindakan kriminal, ya polisi yang bertindak, dan diberhentikan tidak dengan hormat.
Selanjutnya ada sanksi diberhentikan dengan hormat, penurunan pangkat, penindakan berkala. Semua ada kriterianya, dan untuk sampai ke sana prosesnya panjang, tidak bisa serta-merta diberikan hukuman," jelasnya. (uti/Antara)