Masih Ingat Pesawat Garuda Mendarat di Anak Sungai Bengawan Solo 18 Tahun Lalu? Inilah yang Terjadi
18 tahun lalu, tepatnya pada 16 Januari 2002, pesawat B737-300 Garuda Indonesia penerbangan GA421 ditching atau mendarat di anak sungai Bengawan Solo.
TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Hari Ini tepat tanggal peristiwa pesawat Garuda Indonesia mendarat darurat di Solo.
18 tahun lalu, tepatnya pada 16 Januari 2002, pesawat B737-300 Garuda Indonesia penerbangan GA421 ditching atau mendarat di anak sungai Bengawan Solo.
Penyebabnya, kedua mesin pesawat mati saat terbang akibat menembus badai hujan dan es.
• Raja Sempat Cekcok dengan Ratu Keraton Agung Sejagat, Ini Tugas Kanjeng Dyah Sebagai Permaisuri
• Tagar Risma Trending Twitter, Netizen Salahkan Anies Soal Banjir Surabaya
• Masih Berduka Lina Meninggal, Rencana Pernikahan Sule di Februari Diundur, Ini Kata Zaili Dose
• Penglihatan Buram Karena Diabetes Ada Hubungannya? Seperti yang Dialami Thareq Kemal Habibie
Pesawat rute Lombok-Yogyakarta itu membawa 54 penumpang dan 6 kru.
Seluruh penumpang selamat, tetapi seorang kru awak kabin ditemukan tewas, diduga akibat benturan saat pesawat mendarat.
Peristiwa itu menghasilkan salah satu masukan yang penting untuk dunia penerbangan, khususnya pabrikan mesin pesawat berdasar investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Namun sebelum melompat ke kesimpulan hasil investigasi dan rekomendasi KNKT, mari mengulas kembali kisah keajaiban yang terjadi 15 tahun yang lalu itu.
GA421 dijadwalkan terbang dari Selaparang, Mataram, pada pukul 15.00 WITA.
Pesawat B737-300 registrasi PK-GWA yang dipiloti oleh Kapten Abdul Rozak itu kemudian menuju ketinggian jelajah 31.000 kaki.
Pesawat dijadwalkan tiba di Yogyakarta sekitar pukul 17.30 WIB.
Namun saat meninggalkan ketinggian jelajah untuk turun ke bandara Adisutjipto, di atas wilayah Rembang, kapten penerbangan memutuskan untuk sedikit menyimpang dari rute seharusnya, atas izin ATC.
Hal itu dilakukan karena di depan terdapat awan yang mengandung hujan dan petir.
Kru pesawat mencoba untuk terbang di antara dua sel awan badai.
Sekitar 90 detik setelah memasuki awan yang berisi hujan, saat pesawat turun ke ketinggian 18.000 kaki dengan kondisi mesin dalam posisi idle, kedua mesin tiba-tiba mati dan kehilangan daya dorong (thrust).
Pilot dan kopilot pun saat itu mencoba untuk menghidupkan unit daya cadangan (auxiliary power unit/APU) untuk membantu menyalakan mesin utama, tetapi tidak berhasil.