Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Forum Guru

FORUM GURU Lilik Puji Rahayu : Nurani Siswa Tak Benar-benar Mati

Lagi, dunia pendidikan mendapat sorotan kelam. Kasus perundungan yang terjadi di Purworejo baru-baru ini mengingatkan kita lagi bahwa potret pendidika

Tribun Jateng
Lilik Puji Rahayu 

Oleh Lilik Puji Rahayu, S.Pd., M.Pd

Guru SD Supriyadi Semarang.

Lagi, dunia pendidikan mendapat sorotan kelam. Kasus perundungan yang terjadi di Purworejo baru-baru ini mengingatkan kita lagi bahwa potret pendidikan belum sepenuhnya menghasilkan karakter baik. Belum usainya penanganan kasus pembullyan yang dilakukan tiga siswa ke salah satu siswa di Purworejo di dalam ruang kelas, muncul lagi video viral yang tak kalah menghebohkan jagat media sosial.

Namun kali ini berbeda, dan sungguh mengetuk hati yang menontonnya. Dimana sekelompok siswa melakukan aksi protes bukan lantaran menentang tindakan gurunya. Pecah tangisan pun turut mewarnai aksi siswa kepada salah satu guru yang diberhentikan dari jabatannya di sekolah karena dianggap telah melakukan kekerasan pada siswanya.

Situasi yang sangat berbeda, dimana masih ada nurani siswa yang tidak benar-benar mati dengan tindakan guru untuk mendisiplinkan siswa. Lalu apakah berarti kekerasan fisik dalam dunia pendidikan dibenarkan? Tidak.

Beruntungnya sayadan kita semua yang bersekolah di jaman dan lingkungan yg menjunjung tinggi norma dan etika sopan santun terhadap orang tua, guru, pak kyai, mbah sepuh, paklik, bulik, budhe, pakdhe dan orang yang lebih tua lainnya.

Didikan keras verbal dan non verbal pernah tentu pernah saya dan kita semua alami sewaktu sekolah. Dimarahi guru di depan kelas, dibilang bodoh karena mengerjakan soal semudah penjumlahan saja tidak bisa, disobek buku tulis sayakarena tidak mengerjakan tugas, digitik, ditempiling tuding karena ramai di kelas, dihukum mengelilingi lapang sekolah karena tidak memakai seragam, disenggol kaki saya oleh salah seorang guru karena saat mengikuti upacara bendera tidak dengan tertib, dihukum panasan di lapangan karena terlambat dan memakai sepatu non hitam, dijitak kepala saya karena menghalangi jalan guru, dijewer karena suka ngobrol waktu guru mengajar dan masih banyak yang lainnya.

Lantas, apakah didikan guru itu semuamenjadikan saya menjadi sosok guru yang keras sifat, ucapan, perbuatan saat ini? Tidak. Ya, saya adalah guru yang lahir dari didikan keras dan tegas seorang guru. Karena tidak ada korelasi, antara didikan keras pada anak-anak akan berpengaruh pada karakter yang sama di masa depan. Karena karakter itu dibentuk bukan terbentuk.

Siapa yang membentuk? Tidak hanya guru, melainkan juga orang tua, keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan rumah, masyarakat, teman sepermainan, media dan pengawasan dari semua pihak.

Sama halnya dg menulis buku. Untuk menjadikannya sebuah buku yang bermakna dan bermanfaat bagi pembaca, maka si penulis harus memperhatikan apa tujuan penulisannya, menerapkan bagaimana aturan dan kaidah-kaidah penulisannya. Demikian pun karakter yg dibentuk. Untuk membentuk karakter yang baik, bukanlah dengan membiarkan anak seleluasanya sendiri, semaunya sendiri. Peran orang tua dan keluarga menjadi paling penting, menanamkan nilai-nilai kesopanan, etika bergaul, dan pengawasan tanpa tekanan.

Lagi-lagi, apakah membentuk karakter harus dengan disertai kekerasan? TIDAK.
Kekerasan diperlukan sebagai stimulus penunjang agar diharapkan mendapat respon sesuai dengan apa yang diharapkan. Guru adalah sosok paling utama yang disorot saat kelalaian anak-anak terjadi di lingkungan sekolah. Apakah guru lalai? Tidak, setiap guru sudah pasti melaksanakan peran dan tanggung jawabnya di sekolah. Guru juga manusia, dimana ada saatnya menggunakan haknya untuk beristirahat di sisa-sisa waktu luangnya sekedar untuk meneguk air putih melepas dahaganya.

Jika kelas tidak sepenuhnya terpantau oleh guru, jangan lalu salahkan guru menjadi pihak lalai dalam menjalankan pengawasan kepada siswa. Dimana ada pergantian-pergantian jam pelajaran juga yang menjadi kelas sejenak kosong tanpa pengawasan guru.

Guru puntidak lantas menyalahkan pihak anak apalagi media saat video kemerosotan etika siswa kembali berulang. Apakah guru dalam hal ini juga tidak instrospeksi? SALAH.
Guru jugalah orang pertama yang langsung instropeksi diri, bahkan cenderung menyalahkan dirinya sendiri saat anak-anak berbuat kesalahan. Merasa takut, malu, khawatir, merasa bersalah jika itu adalah kelalaian darinya. Meskipun sudah mengeluarkan seluruh tenaga dan waktunya untuk mendampingi, mengawasi dan mendidik anak-anak.

Berhentilah menjadi pihak pemantik mencari-cari kesalahan guru. Bukankah kita semua berada di posisi saat ini juga karena guru? Bukan karena guru ingin dipuji, setidaknya janganlah kalian caci jika tak bisa menghormati!!!

Terus saja salahkan guru. Jika anak-anak saat ini, adalah anak-anak yang ingin kalian jadikan preman masa depan. Jika anak-anak ini, ingin kalian jadikan berandal super arogan. Jika anak-anak ini, ingin kalian bentuk menjadi tak tau norma dan aturan.Tak ada guru yang mau anak-anaknya terjatuh ke jurang yang kelam. Mendidiknya guru adalah tuntunan. Guru pastinya tau mendidik pun punya tahapan saat anaknya berbuat kesalahan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved