Berita Semarang
Kecewa Adanya Diskusi Omnibus Law Undip dengan Pengusaha, BEM FH Buat Diskusi Tandingan
Wijayanto mengatakan Omnibus law menjadi satu blunder politik lain yang semakin menunjukkan kemunduran demokrasi Indonesia.
Penulis: Adelia Prihastuti | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Setelah Ikatan Alumni (IKA) Undip menggelar seminar bertajuk ‘Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dalam Perspektif Akademis Dan Pelaku Usaha’, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Undip bersama LBH Semarang mengadakan diskusi tandingan di Gedung Litigasi FH Undip, Sabtu (29/2/2020).
Diskusi Ombibus Law yang mengangkat tema ‘RUU Cipta Kerja : Cipta Sejahtera Atau Cipta Sengsara’ diinisiasi sebagai bentuk kekecewaan sejumlah pihak sebab diskusi Rabu (26/2/2020) lalu tidak mengundang perwakilan masyarakat yang terdampak dalam RUU.
Dalam forum diskusi ini mengundang pembicara yakni Aryanto Nugroho Manajer Advokasi PWYP Indonesia, Muhammad Azhar Dosen FH Undip, Wijayanto Dosen FISIP Undip serta Herdin Pengacara Publik LBH Semarang.
• Persipura Telah Persiapkan Tim Selama 35 Hari Jelang Hadapi PSIS Semarang
• BREAKING NEWS: Kecelakaan di Tol Jatingaleh Semarang, Truk Tangki Solar Hangus Terbakar
• PGRI Jateng Protes Aksi Penggundulan Tiga Guru SMP N Turi Sleman
• Main Ke Kos Pacar, Gadis 16 Tahun Digilir Tiga Pemuda di Semarang, Satu Pelaku Masih Buron
Yainudin, perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengkritik acara diskusi omnibus law yang digelar Rabu lalu.
“Saya kecewa kenapa Undip seolah-olah hanya jadi corong pemerintah. Tapi hari ini saya mendapatkan sesuatu yang lain, yang luar biasa lewat forum diskusi ini. Omnibus law harus ditolak karena bertentangan dengan UUD 1945,” ucapnya.
Dirinya berharap dengan adanya diskusi ini akan ada output yang dihasilkan berupa pernyataan sikap menolak Omnibus Law dari seluruh elemen masyarakat yang hadir.
Satu di antara pembicara dalam diskusi, Wijayanto mengatakan Omnibus law menjadi satu blunder politik lain yang semakin menunjukkan kemunduran demokrasi Indonesia.
Ia muncul setelah keblunderan yang lain seperti Revisi UU KPK dan pemindahan ibu kota negara.
“Omnibus Law justru merujuk pada pembangunan ekonomi yang mirip dengan orde baru yang mana menomor satukan pembangunan ekonomi dan akumulasi kapital serta mengesampingkan isu sektor ketenagakerjaan, lingkungan dan kebebasan pers,” tutur Wijayanto.
Selain itu Muhammad Azhar mengatakan mustahil mengakomodir kepentingan tenaga kerja yang semula pada UU Ketenagakerjaan yang berisi 190 pasal menjadi 5 pasal salam RUU Cipta Kerja.
“Secara statistik tidak mungkin 5 pasal itu mengakimodir semua. Dari aspek filosofi latar belakang terbentuknya UU Ketenagakerjaan itu jelas orientasinya memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi meskipun faktanya belum terjadi,” ujar Azhar.
Dirinya membandingkan dengan tujuan dibuatnya Omnibus Law yang antara lain mempercepat pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja secara signifikan, iklim perusahaan tercipta kondusif bagi memajukan perusahaan, serta Indonesi dapat menjadi negara dengan daya saing tinggi di kancah internasional.
“Satu poin pun tidak ada yang menunjukkan secara substansi pekerja atau buruh menjadi niat awal dari Omnibus Law,” imbuhnya. (adl)
• Mulai 1 Maret Besok, Kereta Bandara Adi Soemarmo Solo Bertarif, Ini Besarannya
• Polisi Amankan Bra Hitam, Celana Dalam hingga Uang dalam Penggerebekan Prostitusi Online di Sunter
• Tepat Adzan Subuh, Maling HP di Semarang Beraksi, Wajah Pencuri Berjaket Biru Terekam CCTV