Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kabupaten Semarang

Pengasuh Pondok Pesantren di Kab Semarang Nikahi Anak 7 Tahun, Si Anak Tetap Tinggal dengan Orangtua

Pengasuh Pondok Pesantren di Kab Semarang Nikahi Anak 7 Tahun, Anak Tetap Tinggal dengan Orangtuanya

Penulis: akbar hari mukti | Editor: muslimah
Google
Ilustrasi pernikahan 

Pengasuh Pondok Pesantren di Kab Semarang Nikahi Anak 7 Tahun, Anak Tetap Tinggal dengan Orangtuanya

TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Komnas Perlindungan Anak (KPA) Provinsi Jawa Tengah, temukan gadis berusia 7 tahun asal Grabag, Magelang, dinikahi warga Kabupaten Semarang pengasuh sebuah pondok pesantren.

Kasus tersebut saat ini ditangani Polda Jateng.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Jateng, Endar Susilo, mengatakan dari informasi yang pihaknya dapatkan, pernikahan itu terjadi pada 2017 lalu.

Warga Solo yang Meninggal Positif Corona Dimakamkan di Magetan Jatim, Pemakaman Sesuai Prosedur

Resmi Diumumkan, Mulai April Karyawan Bergaji hingga Rp 16 Juta Per Bulan Bebas Pajak Penghasilan

Bripka Asep Polisi yang Viral Jadi Imam di Sel Tahanan Dipanggil Kapolri, Langsung Dapat Tawaran Ini

Kisah Misi Super Rahasia Soeharto di Israel, Semua Identitas Prajurit Dibuang ke Laut Singapura

Dari informasi yang diterima, ia mengatakan, sejak awal keduanya tak tinggal serumah.

"Kami mendapatkan informasi tersebut.

Akhirnya 21 Februari 2020 kemarin melaporkan hal tersebut ke Polda Jateng," jelas Endar, Jumat (13/3/2020).

Ia menuturkan belum dapat membuka identitas orang yang melakukan pernikahan secara siri tersebut.

Namun, sang perempuan saat ini berstatus pelajar di Magelang.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Jawa Tengah Endar Susilo
Ketua Komnas Perlindungan Anak Jawa Tengah Endar Susilo (KOMPAS.com/IST)

"Jadi pernikahan terjadi 2017.

Sekarang perempuan tersebut berumur 10 tahun dan bersekolah.

Dia berada dalam jangkauan kedua orangtuanya," ungkapnya.

Meski begitu pihaknya tetap menegakkan azas praduga tak bersalah.

Ia mengaku Komnas Perlindungan Anak Jateng sudah dua kali mengunjungi rumah korban.

Namun dalam dua kali kunjungan di Grabag, Magelang, mereka hanya bertemu orangtua korban.

"Kami mengecek dan bertemu orangtua saja.

Karena anaknya berada di dalam rumah, tidak mau keluar," jelasnya.

Meski begitu menurut Endar, hal tersebut dapat mengubah mental si anak menjadi lebih tertutup.

Hal itu dianggapnya merugikan karena perempuan itu dianggap masih memiliki masa depan yang panjang.

"Kami takutkan hal itu membuat si perempuan menjadi tak mau bersosialisasi dengan orang lain," papar dia.

Endar ingin agar kepolisian dapat bekerja semaksimal mungkin mengungkap kasus tersebut.

Ia menilai pelaku kejahatan terhadap anak dapat dijerat UU No 23/2002 yang diperbarui UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak.

"Kami ingin pelaku pernikahan anak di bawah umur itu bisa mendapat hukuman yang setimpal," jelasnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, angka perkawinan anak di atas 10 persen merata tersebar di seluruh provinsi Indonesia.

Sementara, sebaran angka perkawinan anak di atas 25 persen berada di 23 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia.

Jika diakumulasi, 67 persen wilayah di Indonesia darurat perkawinan anak.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (1), anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Berdasarkan analisa data perkawinan usia anak di Indonesia hasil kerja sama BPS dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), ada berbagai dampak negatif yang dapat terjadi pada sebuah pernikahan yang dilakukan pada usia anak.

Anak perempuan akan mengalami sejumlah hal dari pernikahan di usia dini.

Pertama, tercurinya hak seorang anak. Hak-hak itu antara lain hak pendidikan, hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak tidak dipisahkan dari orangtua.

Berkaitan dengan hilangnya hak kesehatan, seorang anak yang menikah di usia dini memiliki risiko kematian saat melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah cukup umur.

Risiko ini bisa mencapai lima kali lipatnya.

Selanjutnya, seorang anak perempuan yang menikah akan mengalami sejumlah persoalan psikologis seperti cemas, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri.

Di usia yang masih muda, anak-anak ini belum memiliki status dan kekuasaan di dalam masyarakat.

Mereka masih terkungkung untuk mengontrol diri sendiri.

Terakhir, pengetahuan seksualitas yang masih rendah meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi menular seperti HIV. (Ahm)

Kisah Misi Super Rahasia Soeharto di Israel, Semua Identitas Prajurit Dibuang ke Laut Singapura

Warga Solo yang Meninggal Positif Corona Dimakamkan di Magetan Jatim, Pemakaman Sesuai Prosedur

Bripka Asep Polisi yang Viral Jadi Imam di Sel Tahanan Dipanggil Kapolri, Langsung Dapat Tawaran Ini

Kabar Terbaru Lydia Pratiwi yang Dipenjara Karena Bunuh Kekasih, Jadi Mualaf dan Akan Segera Bebas

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved