Ngopi Pagi
FOKUS : Beribadah di Tengah Pandemi Corona
PANDEMI wabah virus corona bukan semata urusan medis. Begitu, Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua pasien positif corona
Penulis: moh anhar | Editor: Catur waskito Edy
Oleh Moh Anhar
Wartawan Tribun Jateng
PANDEMI wabah virus corona bukan semata urusan medis. Begitu, Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua pasien positif corona sebagai kasus pertama di Indonesia, pada 2 Maret 2020, lantas mengubah banyak hal pola kehidupan, termasuk urusan ibadah.
Rabu (25/3), tiga masjid besar di Kota Semarang: Masjid Agung Kauman Semarang, Masjid Raya Baiturrahman Simpanglima, dan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) mengeluarkan sejumlah kesepakatan.
Diantaranya tidak menyelenggarakan jamaah shalat lima waktu, tidak menyelenggarakan salat jumat pada 27 Maret besok, dan tidak menyelengarakan kegiatan keagamaan yang mengumpulkan massa.
Sikap ini sebagai tindak lanjut dari penyesuaian situasi pandemi penyakit virus corona, baik secara nasional maupun di Jawa Tengah; serta penerapan dari tausiah MUI Jawa Tengah yang disampaikan sebelumnya.
Kegiatan keagamaan merupakan sebuah rutinitas warga dan seringkali mengumpulkan banyak orang. Dalam hal ini, Islam, ada sejumlah ibadah yang dilakukan secara berjemaah dan kegiatan pengajian dalam beragam rupa, seperti kajian, majelis taklim, hingga tabligh akbar.
Untuk mencegah penyebaran wabah mematikan virus corona ini agar tidak lebih meluas maka dibutuhkan campur tangan banyak pihak. Pemerintah, dengan kebijakan jaga jarak (social distancing), saja ternyata tak cukup. Sikap jaga jarak ini diterapkan melalui program belajar di rumah, bekerja di rumah, dan beribadah di rumah.
Dalam rapat koordinasi pencegahan dan antisipasi penyebaran Covid-19, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen memaparkan, salat Jumat bisa dilaksanakan di tempat yang aman.
Sementara, di daerah yang sudah dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB), maka berlaku udzur, dan boleh melakukan salat zuhur saja.
Urusan peribadahan ini memerlukan keterlibatan para alim ulama untuk memberikan panduan bagaimana menjalankannya, dengan tetap mendasarkan pada syariat atau hukum agama.
Dalam kaidah fikih ada yang sikap yang ditonjolkan, Dar-ul mafaasid aula min jalbil mashoolih."Mencegah bahaya, didahulukan daripada mendatangkan maslahat". (Al-mumti' fil Qawa'id Al fiqhiyyah).
Di lingkup internasional, kita pun menjumpai kabar bagaimana ibadah umrah di Baitullah telah ditangguhkan pemerintah Arab Saudi. Kalimat azan juga menyerukan untuk menjalankan salat di rumah (shallu fi rihalikum), yang diucapkan muazin seusai membaca syahadat rasul, yang laizimnya mengucap hayya alas shalah (marilah kita salat).
Realitanya, tidak semudah menjalankan. Di masyarakat masih terdapat reaksi kebingungan bagaimana menjalankan ibadah sehari-hari dan bagaimana sikap terhadap pandemi virus corona.
Di sinilah tokoh agama, takmir masjid, maupun pimpinan ormas, sebagai rujukan umat, harus lebih bisa menjelaskan bagaimana tindakan yang harus bisa ditempuh demi kemaslahatan.
Sebagai infomasi, perkembangan virus corona di Indonesia per 25 Maret 2020 pukul 16.45, terdapat 790 kasus positif, 58 meninggal dunia, dan 31 sembuh. Sementara di Jawa Tengah, positif corona berjumlah 38 orang. Pasien yang dirawat 34 orang, dan 4 telah meninggal dunia.
Sedangkan Orang Dalam Pemantauan (ODP) berjumlah 2.858 orang dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) berjumlah 257.
Kita tidak bisa menunggu angka kasus positif corona ini terus melonjak tinggi, baru kita kelimpungan menghadapinya.
Perlu sebuah keseriusan bersama semua pihak untuk bisa mencegah penyebaran virus corona. Upaya keseriusan ini diawali dengan pemahaman mengenai virus corona dan pola penyebarannya.
Materi ini lebih mudah dijangkau penyebarannya lewat media sosial, baik grups WhatsApp, Facebook, Instagram, ataupun Twitter. Karena itu diperlukan banyak konten media sosial yang bisa bersifat informatif - edukatif, dan bukan informasi hoaks. (*)