Ngopi Pagi
FOKUS : 14 Tahun Pembuangan
ALKISAH, para ksatria Pandawa harus menjalani pengasingan selama 12 tahun. Pengasingan itu merupakan buah kekalahan di meja dadu.
Penulis: achiar m permana | Editor: Catur waskito Edy
Oleh Achiar M Permana
Wartawan Tribun Jateng
ALKISAH, para ksatria Pandawa harus menjalani pengasingan selama 12 tahun. Pengasingan itu merupakan buah kekalahan di meja dadu.
Para Pandawa, yang tidak menyadari siasat licik Duryudana mengiyakan saja, ketika sulung Kurawa itu mengundang ke istana. Undangan untuk bermain dadu.
Apa taruhannya? "Siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun," kata Duryudana.
"Hanya itu?" tanya Yudistira, sulung Pandawa, tanpa rasa jeri.
"Setelah masa pengasingan berakhir, pada tahun ke-13, siapa yang kalah harus menyamar selama setahun. Pada tahun ke-14 baru boleh kembali ke istana lagi. Tapi jika ketahuan saat menyamar, maka menjalani pembuangan di hutan selama 12 tahun lagi," kata Duryudana lagi.
Yudistira, yang terkenal suka bermain judi, serta merta menerima tantangan itu. Dia yakin, kali ini akan memenangi permainan dadu tersebut.
Keyakinan boleh saja menggelora di dada Yudistira, tapi takdir berkata lain. Ksatria yang dikenal sebagai sosok berdarah putih, tidak pernah berbohong, itu terlalu jujur sebagai lawan Kurawa. Walhasil, dengan tipu dayanya, Duryudana dkk pun menuai kemenangan di meja dadu.
Maka, mau tidak mau, para Pandawa pun menjalani pengasingan. 12 tahun di hutan plus setahun penyamaran. Kisah Wirataparwa mencatat drama penyamaran Pandawa di Kerajaan Wirata.
Di Wirata, Yudistira menyamar menjadi seorang brahmana bernama Kangka, Bima menjadi juru masak dan pegulat bernama Balawa, Arjuna menjadi seorang wandu yang mengajar tari dan nyanyi bernama Wrahanala, Nakula menjadi penggembala kuda bernama Grantika, Sadewa menjadi penggembala sapi bernama Tantipala, sedangkan Drupadi, menjadi seorang perias bernama Sarindri.
Kisah pengasingan para Pandawa selama 12 tahun plus setahun penyamaran, tiba-tiba masuk ke benak saya, di tengah hiruk pikuk kabar tentang karantina mandiri dan kampanye #stayathome.
Pilihan untuk berdiam diri di rumah selama 14 hari itu merupakan upaya menekan penyebaran virus corona, yang menjadi biang Coronavirus Disease (Covid-2019).
"Para Pandawa patuh menjalani pengasingan dan penyamaran selama 13 tahun. La Sampean lagi magrok ning omah 14 dina wae iyik," tiba-tiba Dawir, sedulur batin saya nyeletuk dari balik tengkuk.
Kepatuhan pada karantina, atau dalam skala yang lebih besar lockdown, akan berdampak pada penurunan jumlah kasus corona.
Di Wuhan, yang disebut-sebut sebagai "titik nol" virus Corona, keputusan otoritas China untuk memberlakukan lockdown terhadap kota pariwisata itu, dinilai mungkin telah mencegah lebih dari 700 ribu kasus baru dengan menunda penyebaran virus tersebut.
Seperti dilansir AFP, Rabu (1/4/2020), analisis tersebut disampaikan oleh para peneliti di China, Amerika Serikat (AS) dan Inggris dalam sebuah jurnal sains terbaru.
Disebutkan oleh para peneliti itu bahwa langkah-langkah pengendalian drastis yang diambil China dalam 50 hari pertama saat virus corona mewabah, dinilai telah memberikan waktu yang cukup bagi kota-kota lain di negara itu untuk bersiap dan mempersiapkan pembatasan tersendiri.
Peneliti Oxford, Christopher Dye, yang merupakan salah satu penyusun laporan analisis ini, menyebut bahwa saat hari ke-50 virus corona mewabah, atau pada 19 Februari 2020, sudah ada 30 ribu kasus terkonfirmasi di wilayah China daratan.
"Analisis kami menunjukkan bahwa tanpa larangan perjalanan yang diberlakukan di Wuhan dan tanpa tanggap darurat nasional, akan ada lebih dari 700 ribu kasus COVID-19 yang terkonfirmasi di luar Wuhan pada tanggal itu.
Langkah pengendalian yang diambil China tampaknya berhasil memutus rantai penularan secara sukses -- mencegah kontak antara orang-orang yang bisa menularkan dan orang-orang yang rentan," sebut Dye seperti tertulis dalam keterangan pers. (Detik.com, 1 April 2020).
Sebaliknya, kasus corona di Italia melonjak drastis hanya dalam beberapa minggu. Bahkan meski Pemerintah Italia telah memberlakukan lockdown, jumlah pasien tetap membeludak karena lockdown di Italia tidak maksimal dan masyarakat nekat berkumpul di tempat umum.
Hingga Rabu (1/4/2020) di Italia kasus corona 105.792 kasus, 12.428 orang meninggal dunia. Italia menjadi negara dengan jumlah kasus terbesar kedua setelah Amerika Serikat, tetapi dengan jumlah korban meninggal terbesar. Data Worldometer menunjukkan, hingga 1 April 2020, jumlah kasus di AS tercatat 186.046 kasus, 3.807 orang meninggal dunia. (Kompas.com, 1 April 2020)
Dalam kisah yang lebih tua, Rama dan Sinta juga harus menjalani pengasingan di hutan dalam waktu yang lebih lama: 14 tahun. Ya, pasangan yang baru saja menikah itu harus menjalani hidup di Hutan Dandaka, jauh dari keramaian Kerajaan Ayodyapala, atas permintaan Kekayi, ibu tiri Rama.
Kekayi meminta Prabu Dasarata untuk mewariskan takhta kepada Barata, adik tiri Rama. Selain itu, Rama--yang sebenarnya merupakan putra mahkota--harus menjalani masa pembuangan di hutan selama 14 tahun.
Dasarata yang terikat janji pada masa lalu tidak bisa menolak. Dengan berat hati, Dasarata menobatkan Barata sebagai raja Ayodyapala dan menyuruh Rama, putra kesayangannya, agar meninggalkan kerajaan. Dalam pembuangan itu, Rama diserta Sinta, sang istri, dan Laksmana, adik yang setia.
"Jadi, Kang, karantina corona itu 14 hari. Bukan 14 tahun! Mbok manut ta. Ndhekem ning omah wae," celetuk Dawir lagi, kali ini terdengar menampar. (*)