Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Penolak Pemakaman Jenazah Bisa Dijerat Pasal Berlapis

Dewan Pembina Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Dr. Bernard L tanya juga mengemukakan bahwa kematian adalah salah satu keprihatinan terdalam manusia.

Penulis: Ines Ferdiana Puspitari | Editor: m nur huda
Istimewa
Diskusi bertemakan fenomena penolakan jenazah Covid-19 yang diadakan Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Semarang yang tayang di akun Instagram @rumahpancasila_klinikhukum 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Insiden penolakan pemakaman jenazah korban Covid-19 di Kabupaten Semarang, Kamis (9/4/2020) dan sejumlah kasus serupa yang sudah terjadi di Indonesia, disayangkan.

Dewan Pembina Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Dr. Bernard L tanya juga mengemukakan bahwa kematian adalah salah satu keprihatinan terdalam manusia.

“Apabila terjadi kejahatan saat orang dalam keprihatinan yang mendalam itu, tentu saja jadi refleksi besar bersama.

Ada ancaman pidana bagi siapa saja yang menghalangi, merintangi proses pemakaman. Ada pada Pasal 178 KUHP, ancaman hukumannya 1 bulan 2 minggu,” tuturnya dalam diskusi bertemakan fenomena penolakan warga terhadap jenazah positif Covid-19 yang diadakan Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Semarang, Sabtu (11/4/2020).

Pasal itu berbunyi ‘Barang siapa dengan sengaja merintangi atau menyusahkan jalan masuk yang tidak terlarang ke suatu tempat pekuburan diancam dengan pidana penjara’.

Ancaman hukuman itu diandaikan bahwa penghargaan terhadap manusia sejak dia terbentuk sampai meninggal itu tetaplah tinggi.

“Jadi pembuat undang-undang mengancam dengan hukuman yang sangat rendah, karena pengandaiannya manusia tidak mungkin tega melakukan itu. Dengan kata lain nurani manusia menghambat orang mengubur jenazah seakan tidak mungkin. Namun ternyata dalam kondisi sekarang ada dan benar terjadi,” jelasnya.

Bernard menambahkan oknum yang melakukan penolakan dapat dijerat dengan Pasal 212 KUHP.

Pasal ini berisi tentang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, dipidana penjara paling lama satu tahun 4 bulan.

Kemudian juga  bisa ditambah pasal 214 KUHP, jika hal tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih maka ancaman pidananya maksimal tujuh tahun penjara.

“Polisi harus memberikan tindakan, shock therapy, karena ini delik umum polisi bisa mengambil tindakan ketika itu terjadi. Kalau melawan aparat karena menolak dibubarkan bisa jadi unsur pidana baru,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Dokter spesialis forensik yang kini bertugas di Mabes Polri, Kombes Pol Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, SpF, menyebut protokol kesehatan untuk penanganan jenazah korban Covid-19 diterapkan untuk mencegah potensi penularan.

“Ada beberapa tahapan khusus untuk menangani korban meninggal akibat Covid-19, mulai dari memeriksa, memulasarkan sampai mengirim jenazah ke pemakaman.

Begitu menerima informasi dari ruang perawatan ada pasien meninggal karena Covid-19, dia dan staf mempersiapkan diri dengan alat pelindung diri (APD) lengkap, mulai dari masker, kaca mata, pelindung rambut, pelindung kepala dan pelindung wajah, baju tertutup lengkap, sarung tangan dan boot,” jelasnya.

Jenazah disterilkan dengan cara memasukkan kain kasa yang sudah diberi alcohol atau chlorine ke tubuh jenazah, termasuk menutup semua lubang pada jenazah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved