Wabah Virus Corona
Eropa Timur Dinilai Lebih Sukses Hadapi Pandemi Virus Corona daripada Eropa Barat, Mengapa?
Negara-negara di Eropa Timur dinilai lebih sukses menghadapi pandemi virus Corona Covid-19.
TRIBUNJATENG.COM, MOSKOW – Negara-negara di Eropa Timur dinilai lebih sukses menghadapi pandemi virus Corona Covid-19.
Neil Clark, kolumnis, penulis, dan penyiar freelance, menyimpulkan hal tersebut.
Dia membandingkan dengan negara-negara Eropa Barat, termasuk Inggris, yang sangat keteteran, dengan korban jiwa begitu banyak.
• Betrand Peto Menangis Sedih Tinggalkan Apartemen, Cegah Ruben Onsu Jual karena Alasan Ini
• Arif Sempat Tanyai Istrinya Sebelum Tewas Pesta Miras Oplosan dengan Siapa? Vera: Minum dengan Galon
• Banting Harga, Diskon Besar-besaran Fortuner Tembus Rp 100 Juta, Innova Rp 70 Juta
• Pasien Positif Corona Naik Bus Suhu Tubuhnya Tinggi, Sopir Kondektur hingga Penumpang Jalani Isolasi
Sebaliknya, di Eropa Timur terbilang sedikit.
Analisis Neil Clark dipublikasikan Russia Today, Kamis (23/4/2020).
Blogger ini meyakini, kultur lama negara-negara Eropa timur yang lebih kaku, turut membantu penanganan ketika dilakukan “lockdown”.
“Eropa terbagi lagi, tapi kali ini bukan oleh tembok,” tulis Neil Clark.
Ia lalu memaparkan angka-angka tingkat kematian di berbagai negara benua Eropa per satu satu juta penduduk.
Data diambil per 22 April 2020.
Tingkat kematian tertinggi akibat Covid-19 ada di Belgia dengan 525,12 kematian per juta.
Kemudian Spanyol (445,49), Italia (407,87), Prancis (310,45), Inggris (261,37), Belanda (227,26), Swiss (173,54), Swedia (173,33), kemudian Irlandia (150,41).
“Mereka semua adalah negara-negara Eropa barat,” lanjut Neil.
Selanjutnya ia membeberkan tingkat kematian di negara-negara Eropa timur.
Rumania memiliki 25,57 kematian per juta. Hongaria, 23.03; Czech, 18,92; Serbia, 17.9; Kroasia, 11,74; Polandia, 10.6; Bulgaria, 7.02; Belarus, 5.8; Latvia, 4.67; Ukraina, 3,61; Rusia, 3.16; Albania, 2.87; dan Slovakia, 2,57 (hanya ada 14 kematian).
Apa hipotesis Neil?
“Jelas geografi telah memainkan perannya.
Vektor utama untuk penyebaran Covid-19 adalah perpindahan penduduk, dan khususnya, perjalanan udara internasional,” katanya.
“Lebih banyak orang mengunjungi Eropa barat daripada timur.
Masih ada lagi yang datang dan pergi.
Covid-19 dapat dilihat secara akurat sebagai virus turbo-globalisasi,” lanjut Neil.
Negara-negara Eropa Barat menurutnya lebih turbo-globalisasi daripada yang di timur.
Mereka juga cenderung lebih padat penduduknya.
Beberapa kota yang sangat besar, yang disukai virus, karena memungkinkan penyebaran penyakitnya lebih cepat.
Sebaliknya Eropa timur memiliki sejumlah keuntungan alamiah.
Pemerintah-pemerintah di Eropa Timur pada umumnya menurut Neil, menunjukkan lebih banyak akal sehat daripada kebanyakan negara-negara barat.
“Mereka dengan cepat melakukan hal yang paling jelas yang perlu Anda lakukan ketika virus telah menyebar.
Mereka menutup perbatasan,” sebut penulis lepas ini.
Pada 12 Maret, Republilk Ceko mengumumkan keadaan darurat dan melarang pelancong dari 15 negara yang sudah terkena virus Corona, termasuk Iran, Italia, Cina, dan Inggris.
Kemudian mereka memasuki fase ‘lockdown’.
Pada hari yang sama Slovakia menutup perbatasannya untuk non-penduduk dan memberlakukan karantina wajib bagi siapa pun yang kembali dari luar negeri.
Polandia menutup perbatasannya pada 15 Maret dan Hongaria mengikutinya satu hari kemudian.
Perbatasan timur jauh Rusia dengan Cina sudah ditutup sejak akhir Januari.
Tidak hanya menutup perbatasan, negara-negara eks sosialis komunis memberlakukan tindakan karantina ketat ke siapa saja yang diduga terpapar virus Corona.
Bandingkan ketegasannya mengambil kebijakan dengan negara-negara Eropa barat.
Pada 12 Maret, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan "virus ini tidak memiliki paspor".
Menurut Neil, faktor ideologi liberal ditempatkan di depan urusan kesehatan masyarakat.
Faktanya, virus itu memang tidak memiliki paspor, tetapi orang-orang membawanya dari Cina, dan kemudian Italia.
Baru pada 17 Maret ada tanda-tanda negara-negara Eropa barat akan melakukan apa yang telah dilakukan tetangga timur mereka.
"Semakin sedikit kami bepergian, semakin banyak kami mengandung virus," kata Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen dikutip Neil.
Kemajuan tindakan ini lumayan, meski sudah terlambat satu minggu atau lebih.
Sebaliknya, Inggris, ketika memaksakan “lockdown”, penerbangan dari berbagai negara masih dizinkan masuk.
Termasuk dari New York, Iran, dan China.
Sekali lagi, ini menunjukkan negara Eropa timur bertindak lebih cepat.
Budaya (lama) pemerintah tidak diragukan lagi berperan.
“Saya tinggal di Hongaria selama beberapa tahun pada 1990-an dan terkesan oleh apa yang saya sebut sebagai 'kelas administrasi',” kata Neil.
Orang-orang yang bekerja untuk pemerintah, pegawai negeri, birokrasi komunis lama, sangat kompeten.
Mereka menurut Neil Clark, menyelesaikan pekerjaan, dengan sedikit keributan.
Dalam banyak hal karena administrasi yang efisien dan tingkat pendidikan umum dan teknis yang sangat tinggi ini, negara-negara Eropa Timur sebenarnya berjalan lebih baik daripada banyak negara di barat, khususnya Inggris.
Negara-negara di mana ada budaya politik 'rencana lima tahun', menjadi tidak mengherankan mereka lebih baik dalam perencanaan daripada yang tidak ada.
Warisan lain dari era sosialis di Eropa timur, mungkin juga memainkan peran besar dalam meminimalkan dampak Covid-19.
Seperti yang dilaporkan Russia Today awal bulan ini, bukti 'mencolok' muncul yang menunjukkan vaksin TB BCG mungkin bisa melindungi terhadap Covid-19.
Vaksinasi populasi mereka terhadap TB diambil dengan antusias oleh negara-negara blok sosialis pada 1950-an dan tetap wajib di banyak negara, meskipun komunisme hilang.
Di Rusia misalnya, masih diberikan kepada anak-anak dari tiga hingga lima hari.
Sebaliknya, AS dan Italia tidak pernah memiliki program BCG universal.
Spanyol juga tidak memilikinya, tetangganya Portugal masih memilikinya, dan hanya memiliki 74,11 kematian per sejuta penduduk.
Tingkat kematian di Spanyol saat ini mencapai 455,49.
Program vaksin BCG mungkin belum terbukti setidaknya di antara alasan mengapa wilayah eks Jerman Timur memiliki angka kematian Covid-19, yang lebih rendah daripada bagian barat negara itu.
Jerman adalah satu-satunya negara Eropa barat yang memiliki separuh 'sosialis', dan itu adalah separuh sosialis yang telah membantu menurunkan angka kematian di negara tersebut.
“Senin malam saya mentwit bagaimana Hongaria memiliki kurang dari 220 kematian dari Covid-19, dibandingkan 16.000 di Inggris.
Dengan penilaian objektif, Hongaria melakukan lebih baik daripada Inggris,” puji Neil. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Covid-19, Mengapa Eropa Timur Seperti Lebih Perkasa Hadapi Wabah Ketimbang Eropa Barat?
• 2 Petugas Sempat tak Percaya Lihat Kantong Mayat Bergerak Sendiri, Mereka pun Sepakat Membukanya
• Menkumham Yasonna Laoly Digugat Gegara Bebaskan Napi Program Asimilasi Cegah Corona
• Ini 15 Ucapan Menyambut Ramadhan 2020 yang Liris Menyentuh Hati
• Deddy Corbuzier Ribut dengan Kalina Ocktaranny gara-gara Kalung Antivirus, Menurutnya Cuma Bualan